"Nih plastiknya Nara" ucap ku sembari menyodorkan plastik ke arah nya. Ia pun
mengambil dan mengisinya dengan air.
Setelah asyik bermain dengan air, kami semua bergegas menuju lantai 1 rumah kakek. Aku bingung, kenapa aku masih memegangi plastik bekas aku bermain tadi sewaktu mandi. Aku bertanya disela melangkah di tangga.
"Kak ini plastik buang di mana ya?" tanya ku pada kakaknya Nara.
"Buang aja Ra. dimana kek." Jawabnya yang membuat ku bingung. Karena aku tak tahu harus membuang plastik ini kemana, aku pun meninggalkan plastik di anak tangga yang sedang ku naiki. Aku bergegas untuk memakai baju. Kami semua sedang berada di lantai atas rumah kakek. Bersenda gurau setelah memakai baju. Sampai ku
dengar suara kakek memekik dengan lantang sembari mengeluarkan kata kasar.
"Siapa ini yang taruh plastik di tangga? Gua hampir aja kepeleset! Bego banget yang naro! Dasar monyet! Siapa yang naro plastik basah di tangga?!"
Mendadak tubuh ku menggigil mendengar kakek mengucapkan kalimat itu. Bukan karena aku salah. Tapi aku baru saja mendapat kosa kata baru dari kakek. Aku paham artinya kasar, tapi aku tidak paham arti detailnya. Aku sangat takut, aku baru pertama kali mendengar kakek berkata kasar demikian. Jantung ku berdebar kencang. Aku sangat ketakutan. Walaupun aku tahu, kakek pasti tahu bahwa aku yang menaruhnya di sana, tapi kakek bertanya langsung pada kami. Untuk memastikan jawaban. Karena aku begitu pengecut, aku tidak jujur kalau sebenarnya akulah yang menaruhnya.
"Lain kali, jangan main plastik lagi pas kita lagi mandi." Gumam kak Azumi, kakak dari Nara. Kami semua mengangguk. Aku takut dengan kejadian yang satu ini. sampai sekarang pun aku masih merasa bersalah dengan kesalahan yang sudah ku perbuat dulu.
-flash back off-
"Keadaan kakek, kritis Ra. sekarang kakek lagi di rumah sakit. Ibu juga ada di sana. Nemenin kakek yang lagi kritis."
Aku sangat terpukul dengan apa yang di ucapkan Ayah. Aku masih punya dosa dan kesalahan yang kakek belum maafkan. Mungkin beliau sudah tahu, tapi aku ingin memberitahukannya secara langsung kepadanya.
"Udah, sekarang kamu tidur. besok harus berangkat ke sekolah." Suruh ayah memecahkan lamunan ku. Aku mengangguk pelan dan segera memasuki kamar untuk tidur.
Aku berpikir, aku sudah terlambat untuk memberi tahu kakek sekarang tentang masalah 3 tahun lalu. Aku sedikit menyesal meskipun tidak sampai melukai kakek, tapi itu membuat kakek marah besar kepada orang yang membuang plastik itu sembarangan. Ya! Orang itu adalah aku. Mudah-mudahan tidak ada apapun yang terjadi dengan kakek nantinya.
*****
Perkenalkan! Nama ku Kihara. Aku adalah anak sulung dari Ayah dan Ibu ku. Mereka bekerja sebagai Guru. Dan aku sebentar lagi akan mempunyai 3 orang adik. Adik ku yang pertama bernama Himawari. Sedangkan adik ku yang lain bernama Shikamaru. Sewaktu usia kandungan Ibu menginjak 7 bulan, Ibu sengaja men-USG kandungannya dan kami semua tahu dugaan bahwa calon adik ku nanti berjenis kelamin perempuan. Aku memang agak sedikit aneh untuk anak seusia ku pada umumnya. Aku pun tidak terlalu memusingkan. Aku suka menjadi diri ku sekarang. Karena aku dinilai spesial dari pada anak-anak yang lain pada umumnya. Bahkan jika dibandingkan dengan adik ku sekalipun. Aku duduk dibangku kelas III sekolah dasar saat ini. Ibu bekerja di tempat aku bersekolah. Ibu mengajar kelas V. Dan tidak menutup kemungkinan nanti aku akan diajari oleh Ibu saat aku kelas V. Sebenarnya aku tidak mau. Tapi berhubung Ibu dan aku berada di kelas yang sama yaitu kelas B, jadi kemungkinan
besar aku akan diajari oleh Ibu. Dan Ayah, ia bekerja di sekolah menengah kejuruan di salah satu sekolah swasta di kawasan Tangerang. Ayah memang sudah agak tua sekarang. Karena, mereka menikah diumur yang sudah tidak terlalu muda lagi. Ayah dan Ibu menikah saat mereka usia 34 dan 29. Berbeda 5 tahun usia
mereka. Dan menurut ku, mereka sudah terlalu tua saat ini. mengingat Ibu dari kawan-kawan ku yang masih sangat muda. Aku mempunyai kemampuan yang menarik. Aku sendiri tidak tahu jelas. Karena aku masih terlalu muda untuk mengetahui semua itu. Aku tidak perduli dengan apa yang aku miliki saat ini. sesekali aku
mengetahui tentang kejadian yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Dan terkadang, perkiraan dan feeling ku tepat sekali. Aku tidak mengada-ada. Aku mengatakan apa yang aku rasakan. Aku tidak tahu, akan ada hal lain lagi kah yang akan aku alami nanti kedepannya? Aku hanya tidak ingin mereka semua tahu. Bahkan orang tua ku sekalipun. Aku merasa, mereka tidak akan mempercayai ucapan ku. Aku malah jadi terlihat mengada-ada. Jadi lebih baik aku diam.
*****