"Ibu.. Sebenarnya, shika gak mau punya adik lagi bu. shika mau jadi anak yang paling disayang sama ibu." lirih adik ku shika. Aku tersenyum kemudian menghampiri shika.
"Shika kenapa?" tanya ku. buru-buru ia hapus air matanya yang sedikit membanjiri pelupuk matanya.
"gak papa kok Ra"
"jangan boong sma Ara"
"engga ko. shika sedih aja"
"sedih kenapa? Ara boleh tau gak kenapa?"
"sebentar lagi, kita punya adik baru. shika takut nanti ibu gak sayang shika lagi" aku tertawa kecil saat mendengar ucapan shika.
"shika kan anak laki-laki satu-satunya, shika pasti disayang Ibu sama Ayah dong pastinya."
shika sempat terdiam. ia menoleh ke arah ku. ia langsung tersenyum ringan sembari mengelap air matanya kembali.
"udah yaa shika gak usah nangis. ada Ara disini." gumam ku menenangkan shika yang sedih. shika pun mengangguk kecil.
aku kembali menuju kamar ku. melewati ruang keluarga yang disana ada Ayah. aku sedikit mendengar percakapannya lewar telfon dengan seseorang.
"Apa? iya kami kesana." gumam ayah sembari menutup telfon. aku melihat ayah bergegas menuju ke kamar. apa yang sebenarnya terjadi? aku ingin tahu..
Terlihat ibu yang sudah rapi dengan baju gamis ungu yang dia kenakan. Ibu langsung pamit dengan Ayah. terlihat jelas kegelisahan yang ada di wajahnya. aku penasaran, tapi aku tidak bisa bertanya dengan Ayah yang sedang panik. aku langsung menuju kamar ku.
Aku duduk di bibir ranjang, sembari memandang sekitar dinding ku. apa yang sebenarnya terjadi.
"Hima!" tiba-tiba aku teringat dengan adik ku yang ada di rumah nenek ku. adik ku di adopsi oleh nenek ku saat usia 7bulan. karena saat itu, Ibu tengah mengandung Shika. dan nenek ku yang mengambil alih atas Hima.
"Ada apa yaa? ko tiba-tiba ingat Himawari? aku khawatir." gumam ku. tak ada kepastian jelas yang aku dapatkan dari dunia lain. tidak seperti waktu itu, saat membeli lemari. dan aku juga tidak bisa mengada-ada. tidak bisa di buat-buat.
"mudah-mudahan Hima gapapa." aku selalu optimis dengan fikiran ku. aku percaya, Tuhan selalu melindungi Hima dimanapun Hima berada.
*****
Hari sudah larut malam. dan Ibu pun tak kunjung pulang ke rumah. sebenarnya, Ibu pergi kemana dengan perut yang sebesar itu? aku tidak tenang sekali.
'Apa aku tanya aja ke ayah ya?'
'tapi aku takut'
'takut ada masalah di antara mereka dan aku nanti malah kena omel Ayah'
'tapi aku khawatir!'
'ah persetan dengan omelan!'
aku bergegas menemui ayah di kamarnya. aku melihat ayah sedang duduk sembari menyender di bibir ranjang. aku pun mendekatinya.
"Ayah.. " pekik ku lirih. ayah menoleh ke arah ku.
"Ibu mana yah?" tanya ku. Ayah memandang ku dengan tatapan kosong.
'Tatapannya kosong' batin ku menilai
"ada dirumah nenek Ra."
"kenapa bisa disana? Ibu gak pulang yah?"
"Kakek jatuh di toilet. kepalanya terbentur ujung meja semen. Ibu lagi ke rumah sakit sekarang."
'DEGGG....'
-TO BE CONTINUED-