"Tapi yah.. kenapa mereka semua keliatannya gak senang sama Ara? apa yang harus Ara lakuin Yah?" Tanya ku dengan penuh rasa bingung. Ayah hanya terdiam sembari tersenyum dengan pertanyaan yang aku berikan kepadanya. Ia pun langsung berlalu pergi meninggalkan aku seorang diri.
"Ada apa ya?" Tanya ku dengan penuh rasa heran.
*****
Kini, aku sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas 1. Aku sungguh tidak menyangka! Kenapa aku bisa secepat ini meninggalkan teman-teman ku yang lain? Lalu, mengapa Ayah dan Ibu ku menyekolahkan ku di tempat yang jauh dari mereka semua. Kenapa??
"Aku kan jadi gak bisa main sama mereka." Gumam ku sebal. Aku berjalan menuju kelas ku. Hari ini adalah minggu ke-2 aku belajar di sekolah ini. Tidak ada kesulitan yang berarti. Aku sangat senang meskipun hanya di depan mereka saja. Aku banyak berkenalan dengan teman-teman lain. Mereka itu sungguh unik. Aku sampai tidak tahan dengan sikap mereka semua. Aku pun duduk di sebelah teman baru ku. namanya Hiruka.
"Hai" Sapa ku dengan penuh kehangatan. Ia hanya tersenyum kemudian melanjutkan aktivitasnya yang sedang mewarnai sebuah gambar.
"Wah. bagus banget. Aku mau lihat boleh?" Tanya ku. Ia mengangguk malu. Kemudian kami pun mewarnai bersama-sama disela jam istirahat pertama. Ternyata, aku sangat menyukai hal ini.
"Ini mengasyikan!" Lirih ku sembari terus memberikan warna kepada gambar yang telah aku warnai sebelumnya.
"Ih kamu jangan pake pensil warna aku. nanti rusak." Ucapnya yang sedikit bernada membentak. Namun, karena terlalu asyik, aku tidak menghiraukan semua yang ia ucapkan. Aku terus saja mewarnai dan tanpa sadar aku memaksa Hiruka.
"Sini aku pinjem." Pinta ku sembari menarik paksa pensil warna milik Hiruka.
"Jangan!"
"Pinjem dong!"
"Ih nanti rusak!" Ia masih tetap berpegang pada ucapannya yang pertama. ia masih tetap tidak memperbolehkan ku meminjam alat mewarnai yang dia punya. Terjadi aksi tarik menarik antara aku dan dia. Berhubung tubuh ku lebih besar dan kuat, ia tak mampu menandingi ku.
"Takkk..." Pensil warna pun terlempar dan Hiruka pun menangis dengan kencangnya. Ibu nya Hiruka yang ternyata adalah wali kelas ku tiba-tiba datang menghampiri kami. Ia dengan sergap langsung mendekap Hiruka dan mendengarkan keluh kesah Hiruka.
"Kenapa Ka? Kamu kok nangis?"
"Ma dia ngerusakin pensil warna aku. Tadi kita tarik-tarikan dan terus hilang gak tau kemana."
Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi. Bagaimana bisa aku yang seperti ini bisa mematahkan pensil warna yang terkenal mahalnya dan kualitasnya yang tidak mudah patah itu? Ada rasa bersalah ku sedikit terhadap Hiruka dan Ibu nya. Namun mungkin Ibunya Hiruka fikir 'Wajar. namanya juga anak-anak' , jadi aku tidak begitu terlalu dimarahi dengannya. Tapi apapun yang ku lakukan, pasti semua orang tidak menyukai ku. Aku sungguh tersiksa dengan sifat ku yang seperti ini. Aku pun tidak tahu kenapa aku bisa memiliki sifat seperti ini. Apa mungkin... turunan dari Ayah ku? Entahlah~