Intan sedang rebahan di ruang kamarnya bersama dengan Ricko.
"Tidak terasa ya Mas, usia pernikahan kita sudah hampir lima belas tahun!"
Ricko tersenyum. "Iya sayang! Perasaan baru kemarin kita menikah, eh tahu-tahu sudah mau punya anak tiga!" Ricko tidak sadar keceplosan.
Di alam bawah sadar Ricko laki-laki itu tahu bahwa sebentar lagi dirinya akan mempunyai anak yang ketiga yaitu anaknya dari Ani.
"Sudah mau tiga?!" Intan melotot ke arah Ricko. "Maksud Mas apa?!"
Perasaan takut di dalam hati Intan mulai timbul kembali. Intan tahu bahwa saat ini Ani sedang hamil dan perkataan Ricko yang sebelumnya seperti memberikan pertanda bahwa anak yang dikandung Ani adalah anak dari laki-laki di sebelahnya.
Ricko mengerjap kaget saat menyadari ucapannya baru saja.
"Ayo jawab Mas maksud kamu apa?!" tegas Intan yang ingin segera mendapatkan sebuah jawaban pasti dari Ricko.
"Kita kan lagi dalam program nambah anak sayang!" Ricko tersenyum alami. "Kamu masih ingatkan permintaan aku pas malam jum'at?! Itu lho waktu kita main di dalam mobil?!" Ricko mencoba mengingatkan Intan tentang ucapannya yang ingin punya anak lagi. "Nah dengan Mas berkata sudah mau punya anak tiga itu seperti sebuah do'a sayang! Supaya kita beneran mendapatkan anak yang ketiga!" Ricko menutup kalimatnya dengan senyum manisnya.
Intan menghembuskan napas lega. "Oh, iya aku masih ingat Mas?!"
"Dasar kamu ini!" Ricko mencubit hidung Intan dengan gemas.
Kring Kring Kring
Dering hape Intan berbunyi, ada telepon masuk ke nomornya.
Intan segera mengambil hapenya dan mengangkatnya.
"Halo!"
"Halo Tan! Besok kamu pergi keluar kota lagi ya! Tolong kamu urus tentang kerjasama perusahaan kita dengan perusahaannya Tuan Aston!" perintah atasannya Intan dari seberang telepon.
"Lagi?!" Intan tidak percaya bahwa dia akan mendapatkan tugas seperti ini lagi. Tugasnya itu hanyalah mengecek situasi di cabang-cabang kota lainnya, bukan menangani tugas-tugas seperti ini.
"Mau gimana lagi! Tuan Aston maunya hanya kamu yang menangani kerjasama perusahaannya dan perusahaan kita!" jelas atasan Intan.
"Tap-"
"Besok pagi-pagi kamu harus segera ke bandara oke!"
Tut tut tut
Sambungan telepon itu langsung diputus secara sepihak.
"Humph" Intan kesal dengan atasannya yang seenaknya memerintahkannya mengerjakan tugas-tugas yang bukan bagiannya.
"Kenapa sayang?!" tanya Ricko.
"Biasa! Aku disuruh menangani proyek kerjasama dengan perusahaan asing!"
"Bukankah tugas kamu itu untuk mengecek kondisi pabrik yang tersebar di seluruh Nusantara?!" Ricko mengerutkan kening. "Kok kamu disuruh untuk menangani masalah kerjasama sih?!"
"Mana kutahu Mas! Aku saja heran!" kesal Intan.
Drrt drrt drrt
Pesan masuk ke hape Intan.
"Besok pukul sembilan pagi jadwal penerbanganmu! Jangan sampai telat! Usahakan berangkat lebih awal!"
Intan menatap pesan itu dengan sebal.
"Pesan dari siapa?!" tanya Ricko.
"Dari Bosku!"
"Kamu kok kelihatan tidak senang sayang?! Biasanya kalau pekerja lain mendapatkan tugas seperti ini akan senang karena dia sangat dibutuhkan di perusahaan tempat dia bekerja!"
"Aku tidak senang saja Mas!" sahut Intan. "Sudahlah mending kita tidur saja Mas!" putus Intan.
Intan langsung menarik selimutnya dan memejamkan kedua matanya. Sedangkan Ricko tersenyum senang karena mulai besok sampai beberapa hari ke depan dia bisa bebas berinteraksi dengan Ani di rumah ini ketika malam telah menjelang.
***