Ani saat ini sedang menyuapi Kakek Anwar bubur yang sudah dia campur dengan obat tidur.
Ani tidak mau direpotkan oleh orang tua yang saat ini sedang dia suapi.
'Iya bagus! Terus makan bubur ini dan tidurlah' batin Ani sambil tersenyum.
Kakek Anwar melahap bubur itu dengan ogah-ogahan.
"Kakek ayo makan lagi!" ucap Ani lemah lembut.
Kakek Anwar menggeleng. "Aku tidak mau makan lagi!"
"Ya!" bentak Ani. "Ayo makan cepat dan tidurlah sepanjang hari!" paksa Ani yang terus menjejalkan bubur itu ke mulut kakek Anwar.
Ani sudah lepas kontrol emosinya yang sedari dulu bisa dia kendalikan dengan baik. Dia sudah muak mengurusi orang tua di hadapannya ini.
"Kenapa kau tidak cepat mati saja hah!" bentak Ani.
Akal pikiran Ani saat ini sedang hilang entah kemana. Bisa-bisanya dia berlaku kasar kepada Kakek Anwar yang statusnya adalah Ayah biologisnya Ricko dan mertuanya Intan.
"Pembantu kurang ajar kau!" omel Kakek Anwar. "Akan aku adukan sikap kurang ajarmu ini pada Intan!" ancam Kakek Anwar.
"Adukan saja jika kau bisa tua bangka!" Ani mengeram benci. "Buka mulutmu tua bangka!" Ani sekuat tenaga membuka mulut Kakek Anwar dan memasukkan semua bubur yang dia bawa.
Kakek Anwar dengan mudah dikalahkan oleh Ani dan sekarang laki-laki tua itu sudah terlelap tidur.
"Nanti sore aku tidak boleh telat memberi makan tua bangka ini! Supaya dia tidak bisa mengadu ke Nenek Lampir itu!" tekad Ani.
Ani keluar dari dalam ruang kamar Kakek Anwar dan berjalan menuju ruang dapur dan melemparkan mangkuk itu begitu saja ke tempat pencucian piring.
Kini kepala Ani mulai ditengokan ke kanan dan ke kiri. "Nenek Lampir itu sudah berangkat belum ya?!" bertanya-tanya dan mulai melangkahkan kakinya mengecek satu persatu ruangan di rumah ini dan tidak menemukan keberadaan Intan.
"Bagus!" Ani tersenyum senang saat tidak mendapati Intan di rumah ini. Dia mulai meraih hape dia sakunya dan menelepon Ricko.
"Mas!" panggil Ani.
"Intan sudah berangkat! Cepat pulang Mas! Bukankah kita mau pergi ke dokter kandungan mengecek kondisi anak kita!"
"Baik! Mas segara pulang ya!" sahut Ricko dari seberang telepon.
"Cepetan ya Mas!"
"Iya!"
Sambungan telepon itu pun diakhiri.
"Sekarang saatnya ganti pakaian dengan pakaian yang bagus!" Ani berlalu menuju ruang kamarnya dengan senyum mengembang sembari mengelus-elus perutnya yang masih rata.
***
Di halaman depan rumah Intan dan Ricko berkumpul beberapa pengendara sepeda motor.
Dinda turun dari motor Dani dan segera membuka pintu gerbang rumah ini.
Drrrt
Pintu gerbang itu berhasil dibuka oleh Dinda dan semua teman-temannya memasuki halaman rumahnya.
"Ini beneran tidak apa-apa kalau kita main ke rumah kamu?!" tanya Dani.
"Tenang saja! Mama lagi dinas keluar kota!" sahut Dinda menenangkan.
Semua siswa sekolah menengah pertama itu mulai masuk ke dalam rumah dan duduk-duduk di ruang tamu pada awalnya.
Tapi Dita dan pacaranya yang penasaran dengan rumah Dinda mulai menjelajahi rumah Dinda dan merambah masuk ke ruang tengah.
Mereka berdua langsung duduk di atas sofa dan mengambil remote untuk menyalakan televisi.
"Sayang! Aku bantuin Dinda bentar ya! Kasian kalau dia nyiapin minum sendirian saja!" pamit Dita yang bergegas bangkit dari duduknya menyusul Dinda ke ruang dapur.