Chereads / 6400 m / Chapter 15 - Izinkan Aku Bertemu Ibu

Chapter 15 - Izinkan Aku Bertemu Ibu

"Mbak Mas kenapa kalian nggak mau dengar penjelasan ku dulu?"

"Sudah berani melawan kamu ya? Gini nih kalau udah kenal sama cowok yang nggak punya etika!" sambil menunjuk Kak Aska.

"Nggak ada lagi penjelasan yang perlu kami dengar" ucap Mas Syafar.

"Tapi kan..."

"Nggak ada lagi tapi-tapi. Buat apa lagi ada penjelasan? Sedangkan sudah jelas kalian yang membuat terjadinya keadaan seperti ini" ucap Mbak Nabila geram.

"Sekarang kamu pilih mana Jisrah? Ketemu sama ibu tapi kamu harus lupakan cowok itu atau bersama dengan dia tapi jangan harap kamu akan ketemu lagi dengan ibu?"

Pertanyaan Mas Syafar yang membuat ku bingung. Namun, aku pikir akan memilih ibu tapi bagaimana bisa aku lari dari kenyataan dan melepas tanggung jawab ku?

"Udah Jis, tinggalin aku ajah. Aku nggak mau kalau gara-gara hubungan ini, kamu nggak bisa lagi ketemu ibu kamu" ucap Kak Aska sambil menahan sakit.

"Nggak! Aku nggak akan mungkin ninggalin Kak Aska tapi bukan berarti aku tidak memilih ibu"

"Liat dehh Mas, bocah ini lebih pentingin cowok itu daripada milih ibu yang udah lahirin dia" ucap Mbak Nabila menyinggung.

"Mbak Mas aku minta maaf karena buat kalian kecewa dengan tindakan ku. Tapi, aku akan tetap bertanggung jawab atas kejadian ini. Jadi, biarkan aku pergi untuk mengobati luka Kak Aska dan pastinya aku akan kembali kesini, entah bagaimanapun cara kalian melarang aku ketemu ibu tapi aku akan berusaha sekuat mungkin agar kalian memaafkan ku"

Setelah aku melampiaskan semuanya, Mbak Nabila dan Mas Syafar hanya saling menatap. Lalu aku pergi begitu saja bersama Kak Aska meninggalkan mereka.

******************

Mondar-mandir sambil mengetik pesan di hpnya. Salsa yang kebingungan apa yang terjadi sekarang pada Jisrah, ia berusaha menghubunginya sejak tadi namun tidak terjawab. Hanya 1 cara yang dapat ia lakukan yaitu dengan memberitahu kepada teman-temannya. Dia seharusnya mengajak Armi bersamanya untuk menjenguk ibu Jisrah, tapi karena Armi sedang sibuk makanya dia pergi sendiri. Agak bimbang untuk menghubungi Ira dan memberitahunya tentang keadaan Jisrah, karena ia tau jika selama ini Ira menganggap jika Jisrah yang bersalah. Dengan berat hati ia pun menghubungi Ira.

"Halo, Ira lu lagi dimana nih?"

"Gue lagi di rumah kok, tumben nelpon emang ada apa?"

"Ada yang perlu gue bicarakan sama lu"

"Jangan bilang kalau ini tentang Jisrah?"

"Iya, lu benar. Gue mau kasi kabar ke lu tentang Jisrah"

"Udah deh, gue nggak butuh kabar kek gitu"

"What? Gue nggak salah dengar apa? Kita kan teman dia, kok lu malah gitu sih?"

"Gue bingung sama kalian semua. Lu, Maharani, Armi dan Danil itu selalu bela Jisrah. Kenapa sih kalian mudah banget terpengaruh sama Jisrah? Kalian itu baru kenal dia, jadi nggak usah terlalu percaya dan perhatian sama dia!"

"Iya lu benar Ira"

"Nah, akhirnya lu sadar juga"

"Iya emang lu benar. Kami memang baru kenal dengan Jisrah dibandingkan dengan lu temannya sejak kecil. Tapi, lu itu nggak pernah mikirin bagaimana perasaannya saat ini dan lu selalu menganggap Jisrah yang salah"

"Udah deh, gue malas banget debat sama lu. Intinya gue nggak mau tau lagi tentang Jisrah. Dan semoga ajah lu cepat sadar dengan kebenaran semua ini"

"Kebenaran apa yang lu maksud?"

"Kebenaran kalau bukan Kak Aska dan Risfan yang bersalah, tapi Jisrah penyebab semua ini"

"Nggak, sekali lagi lu yang salah Ira. Yang seharusnya sadar akan kebenaran itu harusnya lu"

"Terserah lu pengen bilang apa, gue akan tetap dengan argumen gue sendiri"

Setelah mereka berbicara di telepon, emosi Salsa mulai tidak terkendali. Dia ingin membanting ponselnya ke trotoar, ia sangat bingung dan heran bagaimana bisa Ira melakukan itu pada sahabatnya sejak kecil? Bukannya seorang sahabat itu seharusnya mendukung dan selalu bersama dalam suka duka, namun keadaan itu terbalik antara mereka. Mungkinkah Jisrah memang orang yang tidak baik, ucap dalam benaknya. Namun, ia segera menghilangkan pikiran itu karena ia tidak ingin termakan oleh ucapan Ira. Setelah memikirkan ucapan Ira yang selama ini selalu menyalahkan Jisrah dan malah membela Kak Aska. Dia akhirnya merasa mendapat semua jawaban dari pertanyaannya selama ini, ia berpikir jika Ira ternyata menyukai Kak Aska dan dia juga cemburu serta patah hati pada Jisrah karena akibat Jisrah dia tidak mendapatkan pria pujaan hatinya.

Sekarang dia benar-benar tidak percaya akan semua ini. Hal ini sering terjadi di kehidupan, tapi mengapa mereka juga harus mengalaminya. Hubungan antara Jisrah dan Ira sangat dekat walaupun mereka tidak memiliki ikatan darah. Bahkan orang yang baru pertama kali melihat mereka pasti mengira mereka kembar, karena mereka berdua sangat mirip baik dari segi wajah maupun sifat. Tapi, kenapa hubungan yang dulunya sangat erat sekarang hancur karena mereka jatuh hati kepada pria yang sama? Salsa merasa sedih melihat persahabatan mereka yang semakin hari malah semakin retak. Sebagai teman ia ingin membantu untuk memperbaiki hubungan mereka.

Setelah sekian lama berpikir, tiba-tiba ponsel Salsa bergetar dan muncul di layar ponselnya sebuah notifikasi. Salsa melihat notifikasi tersebut dan ternyata itu pesan dari Armi.

✉️ Pesan dari Armi

"Lu serius? Kok bisa-bisanya Kak Aska ngelakuin itu. Jadi Jisrah sekarang dimana?"

📩 Balasan pesan Salsa

"Gue juga nggak tau Jisrah dimana sekarang, lu ke RS nggak sebentar? Kalau lu kesini, gue nggak usah nelpon lu buat jelasin semuanya biar bentar ajah ngobrolnya"

✉️ Pesan dari Armi

"Iya gue kesana kok, bentar lagi nih. Lu stay ajah disana nungguin gue"

📩Balasan pesan Salsa

"Ok, gue tunggu lu dekat parkiran"

Setelah itu, Salsa menuju parkiran di RS. Dia duduk di salah satu kursi tepat berada dibawah pohon. Hari mulai sore, ia berangkat ke RS sejak pulang sekolah. Namun, ia belum menjenguk ibu Jisrah sedangkan ia sudah lama berada di RS. Sambil menunggu Armi datang, ia melihat kesibukan para suster dan dokter yang berlalu lalang. Beberapa kali ambulans datang membawa pasien rujukan. Saat memperhatikan kendaraan yang terparkir, matanya tertuju pada sebuah motor. Sentak ia terkejut, rupanya motor itu milik Kak Aska berarti Jisrah juga ada disini. Sempat ia ingin mencari Jisrah, namun ia khawatir jika Armi datang lalu kebingungan mencari dirinya.

************

Berjalan di koridor RS sambil menuntun langkah Kak Aska yang sudah tertatih-tatih. Walaupun darah yang keluar dari kepalanya tidak banyak, namun tetap saja ia merasa kesakitan dan pusing. Aku sangat khawatir akan keadaan ibu ditambah lagi Kak Aska yang terluka akibat Mas Syafar. Andai saja aku tidak dilahirkan di dunia, pikir dalam benak ku. Jika saja aku tidak mengenal Kak Aska dan Risfan mungkin ini tidak akan terjadi. Tapi, sepertinya ini telah menjadi suratan takdir ku.

Setelah berjalan perlahan dari koridor RS, akhirnya kami sampai di UGD. Kak Risfan langsung duduk di pinggir tempat tidur UGD dan seorang perawat pun membersihkan lukanya serta menutupnya dengan kapas. Melihat keadaannya membuat ku sedih dan bertanya mengapa diriku ini selalu membuat orang yang ada di dekat ku terluka? Apakah aku harus meninggalkannya dan melupakannya untuk selamanya? Ini harus cepat ku selesaikan, aku akan meminta maaf kepada Mbak Nabila dan Mas Syafar. Entah bagaimana reaksi mereka, aku akan tetap gigih agar mereka membiarkan ku bertemu dengan ibu.

Sampai sekarang pun aku tidak tau apa yang terjadi pada ibu. Aku sangat merindukannya dan ingin memeluknya. Tapi, bagaimana itu bisa terjadi jika Mbak Nabila tidak mengizinkan ku bertemu ibu. Nafas ku mulai berat dan air mataku terasa ingin mengalir. Berusaha ku menahan tangis namun tetap saja cairan bening itu menetes membasahi pipi ini.

"Jis, kamu kenapa?" ucap Kak Aska khawatir.

"Nggak kok, aku cuman rindu ibu ajah"

"Maafin aku, gara-gara aku sekarang kamu makin terhalang ketemu dengan ibu mu"

"Ini bukan salah Kak Aska kok, aku ajah yang egois. Kalau saja kemarin aku nggak kabur dari sekolah mungkin semuanya akan baik-baik saja"

"Kamu nggak usah nyesal! Yang berlalu sudah biarkan saja berlalu, dan sekarang kamu harus siap menghadapi selanjutnya. Gimanapun itu, kamu harus kuat!"

"Makasih Kak, udah buat aku tenang" ucap ku sambil tersenyum.

"Nah, gitu dong. Kan manisnya keliatan kalau senyum, daripada murung terus kan aku jadi sedih juga"

"Hehehe, apaan sih? Ngegombal terus. Kepala Kak masih sakit nggak?"

"Nggak kok, udah baikan nih. Kamu nggak usah khawatir luka segini nggak seberapa"

"Idih songong banget, sok kuat di depan aku yah?" sambil tertawa.

"Aku emang kuat kok, tapi aku akan lemah kalau kamu jauh dari aku"

"Hmm gombal terus. Tapi, aku minta maaf Kak mewakili Mas Syafar sebab dia, sekarang Kak jadi terluka"

"Udah, aku bilang nggak apa-apa kok. Jadi, sekarang kamu jangan ucap maaf lagi yah!"

"Yaudah kalau gitu maunya"

Setelah Kak Aska diberi obat, kami pun keluar dari UGD. Sekarang pukul 18.15, sebentar lagi adzan Maghrib. Aku dan Kak Aska beranjak keluar RS untuk mencari Musholla terdekat setelah bertanya pada perawat. Rupanya Musholla tak jauh dari parkiran, kami hanya perlu belok kanan dan berjalan sekitar 100 m. Saat kami akan berbelok, mendadak terdengar teriakan yang memanggil nama ku. Aku spontan berbalik dan mencari sumber suara itu. Tepat di bawah pohon aku melihat Armi dan Salsa melambaikan tangan padaku. Setelah itu mereka menghampiri kami.

"Jisrah, lu baik-baik ajah?"

"Iya gue fine ajah kok. Lu kapan datang?"

"Barusan ajah nih, sekitar 5 menit lalu. Terus kalian pengen kemana sih? Kok buru-buru banget?"

"Gue sama Kak Aska pengen ke Musholla, kan udah hampir adzan Maghrib"

"Oh iya. Eh lu Sal pergi sholat sana, jangan malas-malasan"

"Iya deh gue ikut. Tapi lu nunggu kita dimana?"

"Gue ikut kalian ajah. Pasti disana ada tempat duduk, nah gue bakal nunggu disitu"

"Kalau gitu terserah lu ajah"

Kami pun berjalan menuju Musholla. Kak Aska pergi mengambil air wudhu di tempat khusus Ikhwan sedangkan aku dan Salsa ke tempat khusus Akhwat. Armi duduk di sebuah kursi yang tersedia di sekitar Musholla sambil menunggu kami. Dia tidak sholat karena, dia seorang Kristiani sejak lahir. Walaupun ada perbedaan keyakinan diantara kami, namun kami tetap saling menghargai.

Setelah sholat, kami pun berjalan ke pintu masuk RS dan naik lift menuju lantai 4 dimana ibu ku dirawat. Sebelum berada di depan pintu kamar ibu, aku meminta Kak Aska untuk menunggu kami di koridor RS agar Mbak Nabila dan Mas Syafar tidak marah lagi ketika melihatnya.

"Tok tok tok Assalamualaikum, Mbak Mas ini aku Jisrah"

"Wa'alaikumsalam, kamu datang lagi? Terus mana cowok kurang ajar itu?"

Armi dan Salsa tidak terkejut ketika mendengar ucapan Mbak Nabila, karena aku telah menjelaskan kepada mereka tentang semuanya.

"Maksud Mbak Kak Aska? Dia udah nggak ada kok Mbak"

"Baguslah kalau gitu"

"Jadi Mbak udah izinin aku ketemu ibu? Aku mohon Mbak biarkan aku ketemu sama ibu, didalam aku akan jelasin semuanya dari awal"

"Mau jelasin apa lagi Jis? Mbak kan udah bilang tadi, nggak ada yang perlu dijelasin karena semuanya udah jelas"

"Mbak cuman salah paham. Yang sebenarnya nggak kayak gitu"

"Terserah kamu mau bilang apa. Jadi kamu masih pengen berdiri di luar sama teman kamu atau ketemu ibu?"

"Aku mau banget ketemu ibu Mbak, Mbak serius biarin aku masuk?"

"Iya, Mbak serius. Udah cepatan masuk sebelum Mbak berubah pikiran!"

"Makasih Mbak" sambil memeluknya.

Saat aku melangkah masuk, mendadak senyum ku menghilang. Akibat yang ku saksikan sekarang dihadapan ku seolah-olah mimpi. Seorang yang telah berjuang hidup dan mati saat melahirkan ku, kini terbaring dengan alat medis yang tertempel di badannya.