Chereads / 6400 m / Chapter 21 - Pengkhianatan

Chapter 21 - Pengkhianatan

(Belakang Lab Biologi)

"Kak, aku pengen dibawa kemana?"

"Udah diam ajah! Kamu ikut aku"

"Lepasin! Kalau guru liat kita berduaan kayak gini gimana jadinya coba? Udah aku pengen balik ke kelas ajah"

"Tunggu dulu! Aku pengen ngobrol sama kamu" sambil memegang tangan Ira.

"Kalau Kak pengen ngobrol bilang ajah dari tadi. Nggak usah bawa aku ke tempat sepi kayak gini"

"Aku nggak pengen orang lain dengar. Sekarang kamu harus jawab jujur setiap pertanyaan ku"

"Wait! Emangnya Kak mau nanya apa sih?" tanya dengan heran.

"Ini tentang Jisrah dan kamu sebagai sahabatnya pasti tau akan jawaban dari pertanyaan ku selama ini"

"Aku nggak bakal kasi info apapun tentang Jisrah. Lagian kalau Kak pengen tau tentang dia sebaiknya nggak usah"

"Kamu harus beritahukan aku tentang Jisrah! Bagaimanapun itu caranya kamu nolak, aku tetap akan maksa kamu"

Lengan Ira digenggam oleh Aska dengan sangat erat. Bahkan Aska mendorong badan Ira yang mungil hingga tersandar di tembok. Dorongannya lumayan keras hingga membuat Ira merintih kesakitan. Sekarang badannya yang mungil itu terpojok oleh seorang pria yang dicintai sahabatnya. Genggaman Aska semakin erat untuk memaksa Ira agar memberitahu tentang Jisrah. Dengan pupil matanya yang hitam mengkilap, ia menatap tajam seakan ingin memangsa. Suara giginya yang menggerutu terdengar sangat jelas.

Kepala Ira hanya menunduk tidak berani menatap Aska. Matanya mulai berkaca-kaca sekuat mungkin ia menahan agar tak terjadi derai air mata. Bibirnya yang merah merona bergetar akibat sangat ketakutan sehingga tidak terucap sepatah katapun. Kini ia pasrah akan keadaannya sekarang dan dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia berharap ada seseorang yang dapat menolongnya. Benci, marah, sedih dan takut berkecamuk dalam hatinya. Dia tidak pernah menyangka jika pria yang terlihat baik dan ramah itu ternyata memiliki sifat yang amat kasar. Dia berusaha melawan Aska agar dapat terlepas dari genggamannya. Namun, usahanya tetap sia-sia. Ira tak akan bisa melawan Aska dengan postur tubuh yang tinggi menggunakan badan mungilnya.

Tak kuasa menahan sedih, air matanya menetes membasahi pipi. Dia terisak akibat tak tahan lagi menahan sakit hati yang ia rasa. Seketika Aska melihat wajah Ira yang kini telah basah akibat derai air mata. Akhirnya ia tersadar dari amarahnya dan melepaskan genggamannya. Tubuh Ira jatuh tersungkur ke lantai seakan ia tak lagi memiliki tenaga untuk menopang tubuhnya. Dengan merasa bersalah telah kasar dengan seorang wanita, Aska pun memegang bahu Ira untuk membantunya berdiri "Maafin aku udah kasar sama kamu."

Dengan perlahan Ira mengangkat kepalanya dan menatap Aska. Sontak Aska terkejut melihat wajah Ira yang seperti cermin dari wajah Jisrah. Tidak percaya dengan apa yang ia lihat, bagaimana bisa wajah Ira mirip dengan Jisrah?. Mengapa baru ia sadari sekarang?. Ataukah mereka sebenarnya saudara kembar?. Wajahnya terlihat kebingungan menatap Ira yang sedang menangis itu. Walaupun wajahnya mirip dengan Jisrah, namun perasaannya berbeda jika bersama Jisrah. Dia tidak sama sekali memiliki perasaan pada Ira meskipun paras wajahnya yang cantik itu mirip dengan pujaan hatinya.

"Ira, aku benar-benar nggak berniat buat kamu nangis apalagi tersakiti. Tadi aku terbawa emosi"

"Sekarang biarkan aku pergi Kak"

"Aku mohon Ira tolong beritahu aku tenang Jisrah atau tidak bagaimana keadaan Jisrah sekarang?"

"Kenapa sih Kak selalu pengen tau tentang Jisrah? Kenapa Kak selalu dekat sama Jisrah? Kenapa? Jawab aku Kak! Jawab!" sambil terisak.

"Kamu pengen tau, aku sangat mencintai Jisrah. Awalnya aku cuman bercanda buat dekatin dia tapi entah kapan dan bagaimana, aku udah sayang banget sama dia"

"Apa? Kak cinta Jisrah?"

"Iya, aku udah cinta sama dia. Tapi, dia nggak pernah sadar akan perasaan ku. Sebelum ia tau tentang perasaan ini, sekarang Jisrah malah tidak ingin bertemu lagi dengan ku. Bahkan dia nyuruh aku buat ngelupainnya"

"Udah Kak! Udah! Cukup aku nggak bisa lagi dengar semuanya"

"Kamu kenapa Ira?"

"Kak sama ajah dengan Ira"

"Maksud kamu apa coba?"

"Aku... aku selama ini juga suka sama Kak Aska. Tapi, apa coba? Kak malah nggak pernah peka sama perasaan ku ini dan bahkan Kak lebih memilih sahabat ku sendiri. Bayangin Kak rasanya gimana? Sakit banget, Kak masih beruntung bisa dekat dengan Jisrah. Tapi, aku? Nggak bisa dekat sama Kak dan sakit banget saat ngeliat Kak Aska dekat sama Jisrah"

Aska terkejut mendengar semuanya, ia seakan tersambar petir. Dari sekian banyak wanita yang berusaha menaklukkan hatinya. Barusan kali ini ada wanita dengan berani mengungkap perasaan padanya. Aska menatapnya Ira dengan ibah, jika saja hati dan perasaannya dapat ia tentukan untuk memilih yang dicintainya maka ia akan memilih Ira. Sudah sangat jelas Ira sangat tulus menyukainya, namun takdir tak memihak pada Ira. Hati pun tak dapat dibohongi, bagaimana pun ia tidak akan tega membohongi hati seorang gadis yang menyukainya. Mengapa hatinya dapat memilih Jisrah yang hanya mempermainkan perasaannya?. Mengapa ia tidak dapat mencintai Ira seperti ia mencintai Jisrah?. Tidak mungkin ia berpaling hati dengan cepat dan mungkin saja ia tidak akan bisa melupakan Jisrah yang sudah menetap dalam hatinya.

Perlahan Aska mengelap air mata yang masih mengalir di pipi Ira. Dengan senyum tulusnya ia pancarkan untuk menghentikan tangisan sahabat pujaan hatinya. Dia memegang tangan Ira dan mengelusnya.

"Maafkan aku Ira, selama ini nggak pernah sadar akan perasaan mu. Tapi, bagaimanapun aku tetap nggak bisa buat lupain Jisrah. Jadi, sebaiknya kamu lupain aku ajah dan cari pria yang bisa mencintai dan membuat mu bahagia"

"Tapi? Apa nggak ada lagi ruang buat aku di hati Kak Aska?"

"Sekali lagi aku minta maaf Ira, hati ini udah terisi penuh dengan Jisrah. Bukan hanya kamu tapi wanita lain pun nggak akan bisa gantikan Jisrah"

"Aku nggak tau apa istimewanya Jisrah di mata Kak Aska"

"Dia memang secantik kamu tapi bedanya ada ketulusan hati yang terpancar darinya"

"Sudah kak! Aku nggak kuat lagi dengan semua ini, jadi biarkan aku pergi sekarang"

Krek, suara pijakan botol. Armi tidak sengaja menginjak sampah botol plastik yang tergeletak di lantai. Tentu saja botol tersebut bunyi karena telah kosong. Armi langsung panik dan mencari tempat persembunyian agar tidak dilihat oleh Aska dan Ira. Dibalik pohon ia bersandar sambil menahan suara nafas yang tersengal-sengal. Dia mulai panik dan takut jika ketahuan akan keberadaannya sejak tadi. Rupanya Armi telah menyaksikan apa yang terjadi diantara mereka. Walaupun ia tidak mendengar dari awal, namun ia mendengar akhir perdebatan mereka. Dimana Ira menyatakan perasaannya kepada Aska. Terkejut bukan main saat mendengar ucapan Ira. Armi tidak pernah menyangka jika Ira juga menyukai Kak Aska. Rasanya itu seperti mimpi, bagaimanapun ia tidak boleh terlihat oleh mereka. Tentu saja Ira akan sangat malu jika ia mengetahui Armi menjadi saksi pengungkapan perasaannya.

"Shutt, diam Ira! Sepertinya ada orang disana"

"Bagaimana ini Kak? Aku nggak pengen kalau ada orang yang tau akan pembicaraan kita tadi"

"Udah kamu tenang ajah ok. Sekarang mending kamu pergi dari sini, sebelum ada yang liat kita"

"Ok deh Kak, aku pergi dulu"

"Ira! Maaf yah aku udah nyakitin kamu" sambil tersenyum.

"Iya, nggak apa-apa kok"

Ira pun pergi dari Lab Biologi dengan berlari. Armi menghelah nafas dan ia mulai tenang karena sepertinya ia tidak ketahuan. Namun, hal yang tak terduga terjadi, Aska mencari sumber suara botol tersebut dengan mengelilingi sekitar Lab. Dia tidak menemukan apapun, namun matanya tertuju pada sebuah pohon. Armi kembali tegang dan takut jika Aska menghampirinya. Ia memejamkan matanya sambil berdoa agar tidak ketahuan.

"Aska, lu ngapain disini?" sambil memukul pundak Aska.

"Buset, lu ngagetin gue tau. Emang ada apa sih? Lu habis dikejar setan sampai-sampai lu ngos-ngosan kek gitu?"

"Apaan sih lu? Bukannya terima kasih malah ngeledek gue"

"Buat apa gue terima kasih ke lu Bim?"

"Bro, lu nggak dengar apa? 5 menit yang lalu bel masuk kelas udah bunyi. Gue panik banget nyari lu tau"

"Hehehe lu serius nyari gue? Nggak kesambetkan?"

"Gue sih ogah banget nyari lu Aska. Tapi, gara-gara Bu Hariyati nyuruh gue panggil teman kelas yang belum masuk. Karena, kalau nggak gue yang bakal di hukum"

"Udah gue duga, lu itu nggak pernah ikhlas bantuin gue"

"Terus lu habis ngapain disini? Atau lu habis...."

Aska terlihat panik saat Bimo bertanya "Habis apa? Pasti pikiran lu ngacokan? Udah lu nggak usah kepo, kita kembali ke kelas ajah. Gue nggak bakal mau lagi di skorsing, untung ajah ayah gue datang memohon"

"Makanya jangan buat kasus bro. Skuy lah kita ke kelas"

Aska dan Bimo pun pergi dari Lab Biologi menuju kelas mereka. Beruntung saja Armi terselamatkan dua kali. Dia tak hentinya mengucapkan syukur pada Tuhan "Terima kasih Tuhan udah nyelamatin gue. Kalau ajah gue ketahuan, gue bakal mati berdiri." Armi pun bergegas berjalan menuju kelasnya.

Sesampai di kelas Armi berusaha terlihat tenang dan seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, ia terus saja memperhatikan gerak-gerik Ira yang terlihat gelisah.

"Armi lu habis kemana sih? Bukannya lu nyari Ira?" tanya Salsa.

"Tau lu Armi, katanya mau nyari Ira. Malah lu yang ngilang" ucap Maharani tertawa.

"Ira udah dari tadi datang, terus lu habis kemana?" tanya Salsa.

"Udah deh, jangan nanya terus gue capek tau" Armi memejamkan mata karena hampir kecoplosan.

"Sok amat nih bocah, emang lu habis nyeberang 5 samudera apa?" tanya Salsa.

"Shutt, diam Mrs. Kepo! Gue pengen minum dulu"

"Idih sensi amat" ucap Maharani.

Guru mereka pun masuk mengisi jam pelajaran setelah istirahat. Ira terdiam sejak ia pulang dari Lab Biologi. Tanpa sepatah kata, duduk diam dengan tatapan kosong membuat Ira tak seperti biasanya. Sultan yang menyadari keanehan pada sikap Ira, ia memukul pundaknya "Ehh lu berhenti melamun, nanti kesambet baru tau rasa lu." Maharani pun memegang tangannya "Ira lu kenapa." Sentak Ira tersadar dari lamunannya "Gue nggak apa-apa kok." Maharani hanya tersenyum mendengar jawaban Ira. Namun, wajahnya masih nampak penasaran akan sikap Ira yang aneh.

******************

Aku sedang menyuapi ibu dengan bubur. Aki sedih melihat ibu yang dulunya aktif kini harus terbaring akibat stroke. Keajaiban yang terjadi pada ibu membuat dokter takjub. Penyakit yang banyak menyerang dan merenggut nyawa lansia ini berhasil dilewati ibu ku dengan cepat. Tahapan yang memiliki jangka waktu lama untuk sembuh berbeda dengan ibu.

Perkembangan kesembuhannya sangat cepat, ini merupakan pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Meski diri ini telah berbuat banyak dosa dan kesalahan namun DIA tetap memberi maaf dan membantu ku mengahadapi setiap ujian. Sang Maha Kuasa memberi kita ujian namun DIA tidak akan memberi ujian jika diluar kemampuan kita. DIA Yang Maha Baik dan Maha Adil memberi ujian bagi hamba-NYA agar kita dapat lebih dekat dengan-NYA. DIA akan selalu memberi kita rahmat yang tiada hentinya. Namun, terkadang kita sendiri yang merasa kurang bersyukur akan nikmat yang diberikan kepada kita. Hanya kepada-NYA semua kembali dari segala hal yang ia titip kepada kita.