Hari telah pagi, aku membereskan kamar sendirian. Ibu dibawa ke ruang terapi bersama Mbak Nabila, sedangkan Mas Syafar pulang ke rumah sejak tadi malam. Kini rasanya beban ku telah hilang, tinggal bagaimana caranya agar aku bisa menjauh dari Kak Aska. Mungkin ini akan lumayan sulit karena dia juga orang yang gigih. Tapi, aku akan berusaha agar dia bisa menerima kenyataan bahwa kami tidak dapat bersama.
Semuanya telah tertata rapih dan sisa makanan beserta sampah aku masukan ke dalam kantong plastik. Sudah sejam ibu dan Mbak Nabila pergi dan mereka belum kembali. Sekarang pukul 08.30, sejak tadi aku belum sarapan dan perut ku mulai keroncongan. Aku berpikir untuk membeli makanan, apalagi rasanya agak bosan di RS terus. Makanya aku ingin keluar mencari udara segar. Ku menulis diatas kertas menggunakan pena "Mbak Nabila, aku pergi cari makanan dulu yah by Jisrah." Itu kulakukan agar Mbak Nabila tidak mengira aku kabur lagi. Jika saja ponsel ku tidak low maka aku akan menghubunginya.
Setelah menutup pintu kamar, aku berjalan di koridor RS untuk menuju tangga. Entah kenapa saat ini aku tidak ingin menggunakan lift? Daripada bimbang akupun turun menggunakan tangga saja. Melangkah tiap anak tangga sambil memikirkan apa yang akan ku beli. Tepatnya di lantai dua langkah ku berhenti rasanya waktu berputar kembali, aku masih mengingat rasa sakit hati ketika Mbak Nabila mengusir ku. Wajah ku pun murung seketika, dimana saat itu aku merasa keputusasaan untuk melanjutkan hidup. Tapi, untung saja Danil datang dan memberi ku motivasi. Seketika akupun tersenyum, karena saat itu dimana sudah tidak ada lagi rasanya harapan bagi ku untuk hidup, tetap saja ada seorang yang masih mengharapkan kehadiran diri yang hina ini. Takdir sepertinya memihak padaku, walaupun banyak cobaan dan rintangan yang ku alami kini semuanya membaik. Dan tentu saja semua ujian ada hikmah dan pelajarannya. Menghelah nafas dalam-dalam aku melangkah kembali menuruni anak tangga.
Sesampai di lantai pertama aku pun keluar dari RS. Rasanya aku ingin makan masakan ibu, tapi bagaimana? Sudahlah aku tidak usah memikirkan hal yang membuat ku sedih. Akupun berkeliling di luar sekitar RS sambil mencari warteg. Setelah berjalan 10 menit, akhirnya aku menemukan sebuah warteg di seberang jalan dan tetap disampingnya sebuah minimarket. Perut ku sudah tak tahan lagi, akupun menyebrang sambil menoleh kiri kanan.
Lumayan banyak orang yang sedang makan, sepertinya makanan disini enak dalam benak ku. Aku duduk disebuah kursi panjang dan berhadapan dengan seorang Ojol yang sangat lahap menikmati lalapan. Sambil melihat menu yang tertera di dinding warteg aku pun memutuskan makanan yang akan ku beli.
"Mas, nasi campur satu sama jangan lupa kerupuknya yah!"
"Minumnya apa neng?" ucap Mas Penjual.
"Mm es teh ajah"
"Siap neng"
Tak berselang lama pesanan ku diantar oleh Mbak yang merupakan karyawan di warteg. Aromanya sangat enak, walaupun lauknya yang sederhana ala masakan rumahan tetap membuat nafsu makan ku melonjak. Aku pun menyantap makanan dengan lahap. Sekali lagi setiap aku makan membuat ku teringat akan Risfan. Menyesal? Tentu saja bagaimana tidak jika seorang yang baru ku kenal dengan niat baiknya menegur ku agar beretika baik saat makan. Tapi apa yang ku lakukan? Aku malah memarahinya dan kini dia sekarang di RS akibat ulah. "Uhuk, Apa RS?" aku pun tersedak. Astaga bagaimana bisa aku lupa jika Kakak Risfan pernah ku lihat berada di RS yang sama dengan ibu, dalam benak ku. Segera aku menghabiskan makanan ku dan meneguk es teh, lalu akupun membayar semuanya.
Sebelum aku kembali ke RS, aku menuju ke minimarket untuk membeli beberapa makanan cepat saji dan cemilan. Setelah berbelanja, aku pun berlari menuju RS sambil menenteng belanjaan. Aku harus bergegas kembali, untuk mencari dimana kamar Risfan dirawat. Tapi, bagaimana jika Kakak Risfan tidak mengizinkan ku bertemu dengannya? Sudahlah, yang penting aku akan berusaha bertemu dan meminta maaf kepadanya.
*************
"Buk buk buk" suara pukulan samsak. Keringat bercucuran di badannya dengan tatapan tajam penuh amarah. Nafasnya tersengal-senggal sambil terus memukul samsak untuk melampiaskan amarahnya yang memuncak.
"Dasar! Gue udah hampir dapat 1 cewek lagi, malah terhalang. Pokoknya gue harus dapatkan dia seutuhnya dan harus menjadi milik ku"
Aska sangat marah dengan yang ia alami. Dia sangat mengharapkan gadis pujaannya Jisrah, dia ingin menaklukkan setiap hati wanita. Tapi, berbeda dengan sekarang, dulu dia sangat mudah mendapatkan hati seorang wanita bahkan dapat mengambil perhatian dari pihak keluarga wanita yang ia sukai. Kini dia telah dapat memikat hati Jisrah namun tidak dengan keluarganya. Pria dengan standar ketampanan Asia Tenggara itu telah banyak memikat banyak hati seorang gadis. Bukan hanya keuntungan dari wajahnya namun dia seorang anak CEO sebuah Perusahaan ternama di Indonesia. Siapa saja wanita akan terpikat dengan Aska, wajah tampan, kaya, dan berprestasi. Sudah puluhan wanita ia taklukkan namun hubungan mereka tidak pernah bertahan lama, bukan karena perihal apa hubungannya tidak pernah langgeng. Hanya saja Aska yang selalu egois dan cepat bosan jika bersama dengan 1 wanita. Wanita manapun juga tidak ingin dikhianati walaupun pria itu sangat tajir dan tampan.
Dia dikenal di sekolahnya dengan julukan The King of Playboy, banyak wanita yang memperebutkannya namun hanya sebagian saja yang beruntung menaklukkan hati pangeran itu. Kini Aska sedang berjuang mendapatkan hati Jisrah, karena dia tidak ingin berhenti sebelum mendapatkan keinginannya.
"Haaa, Jisrah kenapa kamu benar-benar membuat gila? Kini kau dan keluarga mu harus menerima ku" ucapnya.
Setelah memukul samsak, ia mengelap keringatnya menggunakan handuk. Lalu turun ke lantai pertama, disana ada adiknya berumur 4 tahun sedang bermain boneka. Wajahnya juga cantik dan sifatnya hampir sama dengan Aska. Mereka bersaudara namun berbeda ibu, Aska tetap menyayanginya. Ayahnya menikah lagi setelah 8 bulan ibu kandung Aska meninggal dan saat itu Aska berusia 5 tahun. Pernikahan kedua ayahnya dengan ibu tirinya sangat lama mendapatkan momongan setelah 9 tahun barulah lahir seorang anak mungil bernama Arsyila. Hubungan Aska dengan ibu tirinya tidak pernah akur. Entah kenapa, tapi Aska sangat membenci ibu tirinya itu.
"Kakak kok nggak sekolah?" ucap Arsyila.
"Mm kakak libur lagi hari ini dek"
"Libur lagi? Kemarin kan udah"
"Hari ini juga libur kok, kamu nanti sekolahnya yang rajin yah"
"Kalau aku sekolah mau seperti sekolah Kakak, soalnya libur terus"
"Nggak boleh gitu, kalau sekolah harus rajin" sambil mencubit pipi adiknya.
Setelah mandi ia bersiap-siap untuk pergi ke luar rumah. Wajahnya tampak murung namun tetap memancarkan ketampanannya. Ibu tirinya yang dari tadi memperhatikannya itu menghampirinya.
"Aska kamu mau kemana? Ini belum siang kamu udah mau keluyuran"
"Tante, gue udah besar kok! Berhenti pura-pura perhatian sama gue!"
"Aska, kamu kurang ajar banget sama Mama sih? Aku tau kok, mama ini bukan ibu kandung kamu tapi kamu harus sopan!"
"Sopan? Udah gue malas bicara sama Tante, sekarang pengen pergi"
"Jangan keluyuran terus nanti kamu kenapa-kenapa lagi di jalan"
"Sudah deh, jangan sok perhatian sama gue! Sekarang nggak ada papa kok jadi jangan sok baik ke gue"
"Aska kamu kenapa? Sejak kamu kecil nggak pernah sekalipun ngehargain mama?"
"Berhenti bilang mama! Karena Tante itu bukan mama aku" sambil berjalan tergesa-gesa.
"Aska jangan pergi..."
Aska pun pergi dengan menaiki motornya sambil melaju kencang, ia sudah tidak menghiraukan teriakan ibu tirinya dan tanpa menoleh sekalipun. Dalam hatinya berkecamuk tidak ada wanita di dunia ini yang bisa menyayanginya dengan tulus selain Almarhumah ibunya. Dirumahnya terdapat seorang wanita yang sangat dibencinya dan sekarang wanita pujaan hatinya hampir lepas digenggamnya. Dia tidak akan pernah rela jika Jisrah juga meninggalkan dirinya. Setelah sekian ratus meter ia melajukan motornya ia berhenti pada sebuah Cafe.
"Woy bro, sorry gue telat" sambil bersalaman ala pria.
"Nggak apa-apa kok, kami juga baru datang" jawab salah seorang pria.
"Ada apa lagi nih Aska lu berantem sama pacar lo, kok murung banget?"
"Apaan sih ngawur lu, gue belum pacaran sama dia"
"Serius lo? Tumben nggak ngegas, biasanya kalau lu naksir cewek langsung lu tembak"
"Iya gue serius, gue belum pacaran sama dia. Soalnya keluarga Jisrah nggak setuju sama hubungan kami"
"Hahaha barusan kali ini lu di tolak, mungkin mereka nggak tau lu siapa"
"Bodoh amat, pokoknya gue harus dapatin dia"
"Ini nih Aska yang kita kenal. Terus lu kenapa murung kalau bukan gara-gara gebetan lu?"
"Biasa, kalian tau kan gue sama istri penyihir papa gue"
"Emangnya ada apa lagi sama kalian? Perasaan nggak pernah lu tentram sama ibu tiri lu"
"Dia itu sok perhatian sama gue, tadi pagi sebelum gue kesini dia itu ngelarang gue keluyuran. Udah jelas gue bukan anaknya malah ngatur-ngatur"
"Udah deh bro, lu nggak boleh segitu benci sama ibu tiri lu. Kan dia juga yang rawat lu dari kecil, yah emang sih bukan dia yang ngelahirin lu. Setidaknya lu hargain dia sedikit"
"Betul kata Erik, lu nggak boleh kek gitu. Dia kan juga orang tua lu bro"
"Apa-apaan sih kalian? Malah ngebelain penyihir itu, udah bikin nggak mood ajah"
Aska pun beranjak dari Cafe meninggalkan teman-temannya. Dia pergi dan menuju ke RS untuk bertemu Jisrah. Setelah beberapa menit ia pun tiba di sebuah RS dan segera menuju ke kamar ibu Jisrah. Belum tiba di lantai 4, Jisrah dan Aska berpapasan di koridor RS.
"Hai Jis, aku kangen banget sama kamu"
Aku terkejut melihat Aska yang tiba-tiba ada dihadapannya. Aku pun menarik Aska ke koridor RS yang lumayan sepi.
"Kak ngapain kesini?"
"Emang kenapa? Nggak boleh gitu? Aku pengen ketemu kamu terus minta restu ke Mbak, Mas, dan ibu kamu atas hubungan kita"
"Restu? Udah kak aku nggak bisa lanjut hubungan ini, lagipula aku pengen fokus belajar"
"Aku nggak salah dengar kan? Kok kamu jadi gini Jis? Padahal tinggal beberapa langkah lagi, kita udah bisa bersama" sambil menggenggam tanganku.
"Please kak, lupain aku. Aku udah janji sama Mbak Nabila untuk jauhin Kak Aska. Udah cukup, aku nggak pengen jauh dari keluarga aku"
"Tapi Jis?"
"Aku mohon Kak, tolong mengerti keadaanku. Ini sangat sulit bagiku jadi aku mohon lupakan saja aku. Anggap saja kita tidak pernah bertemu"
"Bagaimana bisa? Aku udah jatuh cinta sama kamu Jis. Jadi, biarkan aku memiliki mu" memperkuat genggamannya.
"Aku udah ikhlas jika kita tidak bisa bersama. Jadi, lepaskan aku sekarang dan biarkan aku pergi!"