Aku pun berlari meninggalkannya, hatiku sangat sakit karena harus melepaskan orang yang berharga bagiku. Air mata mengalir sepanjang langkah ku, tidak terduga jika ini akhir hubungan ku dengan pria pertama yang menaklukkan hati ini. Akibat tak ada restu diantara kami jarak pun memisahkan. Entah apa lagi rencana Allah dibalik ujian ini. Untung saja Kak Aska tidak ke kamar ibu, jika tidak ini adalah hari terakhir ku bertemu dengan ibu. Rasanya sangat sakit ketika harus memilih salah satu diantara orang yang berharga dalam hidup ini. Mengikhlaskan Kak Aska dan merelakan dia melupakan ku rasanya mustahil bagiku. Tapi, apalah daya jika ini takdir hubungan ku dengannya. Jika di dunia kami tak dapat bersama mungkin di akhirat kami akan dipertemukan kembali.
Merenungkan semuanya semakin membuat dada ku serasa sesak. Aku duduk beberapa menit di kursi menuggu pasien untuk menenangkan kegundahan hati ini. Setelah merilekskan pikiran dan hati ku, berangsur membaik. Aku pun beranjak dari kursi untuk kembali ke kamar ibu. Dokter dan perawat terlihat sangat sibuk pulang balik koridor. Aku benar-benar bangga melihat pengabdian mereka. Seperti biasa aku tidak menggunakan tangga dan kebetulan aku berada dilantai 3. Aku berjalan sambil membersihkan bekas air mata pada pipi ku.
"Pakkk" suara tamparan.
Akibat suara tamparan itu semua orang mendadak berhenti dan pandangan mereka tertuju pada seorang wanita yang tingginya sekitar 160 cm. Semua orang berbisik-bisik menatap ku bersama wanita itu. Kini pipi yang baru saja kering dari air mata sekarang memerah akibat tamparan. "Ngapain lu disini? Dasar nggak punya malu" ucap wanita itu. Sepertinya aku mengenal suara itu dengan perlahan aku memberanikan diri untuk menatapnya. Ternyata dia adalah wanita yang pernah menampar ku di sekolah, ya dia Kakak Risfan.
"Kenapa lu diam ajah? Nggak punya telinga apa?"
"Aku disini karena ibu ku juga dirawat, jadi anda nggak usah nyolot kayak gitu"
"Ha? Ibu lu juga sakit? Sekarang lu ngerti kan gimana rasanya saat orang yang lu sayang sedang terkapar tak berdaya"
"Iya kak, sekarang aku mengerti gimana rasanya. Jadi, biarkan aku pergi"
"Lu pengen kemana? Urusan kita belum selesai!" penuh amarah sambil mendorong pundak ku.
"Biarkan aku pergi! Aku nggak pengen ribut di tempat kayak gini"
Kakak Risfan menarik ku dan mulai menjambak-jambak rambut ku hingga teracak-acak. Orang disekitar kami pun berusaha menghentikan perlakuan Kakak Risfan. Tapi, dia tetap menjambak rambut ku, mereka berusaha keras untuk memisahkan kami. Salah satu perawat tiba-tiba berlari meninggalkan tempat kejadian. Tak berselang lama satpam pun datang dan mengamankan kakak Risfan dan aku pun dipersilahkan duduk. Wajah ku tergores akibat cakarannya dan sedikit mengeluarkan darah. Seorang perawat mengajak ku ke UGD untuk mengobati luka ku. Aku berjalan sambil menahan perih, saat hampir tiba di UGD dari hadapan ku muncul Mas Syafar. Dia terlihat terkejut melihat ku dengan rambut teracak-acak dan cakaran di wajah ku.
"Jisrah, kamu kenapa? Kok bisa kek gini?"
"Bentar aku jelasin Mas, luka ku mau diobati dulu"
"Yaudah, kita barengan ajah naik sebentar. Kalau luka kamu udah diobatin"
"Nggak usah nungguin aku, Mas duluan ajah"
"Nanti Mas dimarahin lagi sama Mbak mu"
"Aduh Mas nanti ngerepotin"
"Udah, nggak apa-apa kok. Kamu masuk ajah di dalam biar luka mu cepat diobatin"
"Iya deh Mas, aku masuk dulu kalau gitu"
"Iya, aku disini ajah nungguin kamu"
Perawat memberikan obat merah pada luka ku, sesekali aku menahan perih. Aku benar-benar malu tadi, bagaimana tidak jika seorang wanita tiba-tiba saja menyerang ku tanpa ada angin dan badai. Entah kenapa Kakak Risfan bisa muncul dihadapan ku? Apa dia mengikuti ku sejak tadi? Atau ini hanya sebuah kebetulan saja?. Sekarang keadaan semakin mempersulit ku, jika saja tadi aku tidak bertemu dengannya maka kemungkinan aku bisa bertemu dengan Risfan sekarang. Tapi, kemungkinan juga aku tetap diperlakukan seperti itu jika bertemu dengan kakak Risfan di kamar tempat di rawatnya Risfan. Kenapa semuanya menjadi sesulit ini Ya Allah? Ujian silih berganti terus menerus.
Perawat selesai mengobati luka ku, ia memberi obat agar tidak infeksi. Walaupun ini cuman luka cakar biasa namun RS selalu memberikan yang terbaik untuk pasien. Maka dari itulah sejak kecil aku ingin menjadi dokter agar dapat membantu orang-orang yang sakit. Setelah itu aku pun keluar dari UGD dan menghampiri Mas Syafar.
"Jisrah, luka mu? Kamu baik-baik ajah?"
"Iya Mas, lagian ini cuman cakaran biasa kok"
"Cakaran? Emang kamu habis ngapain? Kok bisa sampai dicakar sih?"
"Eee tadi...."
"Jisrah, ingat kamu nggak boleh lagi menyembunyikan hal apa pun. Kamu nggak pengen kan kayak dulu lagi?"
"Iya Mas, tadi aku dicakar sama cewek di koridor dekat apoteker"
"Cewek? Emangnya siapa?"
"Tapi, Mas jangan ceritain ke Mbak yah. Soalnya aku takut kalau dia marah"
"Mm walaupun aku nggak ceritain ke Nabila, tetap ajah dia pasti bertanya tentang luka mu. Dan kamu nggak boleh lagi bohong ke dia"
"Iya juga sih Mas, terus aku harus ngapain. Aku nggak mau Mbak sama ibu khawatir"
"Tenang ajah, Mas akan ngebantu kamu jelasin semuanya"
Sambil berjalan menuju kamar ibu, aku menjelaskan ke Mas Syafar tentang kejadian tadi. Ia terkejut jika luka ku ini berhubungan dengan kasus ku di sekolah. Dia sesekali bertanya tentang Kak Aska namun aku selalu mengalihkan topik pembicaraan. Aku sangat tidak nyaman mendengar namanya lagi. Apakah mungkin aku sudah ikhlas melepaskannya?
***************
"Pak gue nggak bersalah, lepasin aku nggak!"
"Maaf anda telah membuat keributan, anda tau kan ini RS? Banyak pasien yang sedang dirawat dan anda malah mengganggu"
"Iya gue tau kok ini RS bukan tempat dugem. Udah lepasin! Adik gue dirawat juga disini, sekarang gue harus ke ruangannya"
"Maaf, anda tidak bisa masuk sebelum permasalahan ini selesai"
"Gimana mau selesai coba? Kalau cewek sia**n itu nggak ada disini"
"Baiklah kami akan melepaskan anda, tapi jika sekali lagi anda membuat kegaduhan kami tidak akan segan membawa anda ke pihak berwenang"
"Yaudah, kalau gitu"
Kakak Risfan sangat jengkel kepada satpam dan Jisrah, sebab mereka dia terhalang untuk ke kamar adiknya. Kakak Risfan memang gadis yang tinggi, sehingga dia dengan mudah menampar Jisrah. Dia juga seorang mahasiswa semester 4 di salah Universitas Swasta. Cantik, tinggi ,dan putih, namun berbeda dengan sifatnya yang seperti Singa. Sebagai seorang kakak tentu saja akan sedih dan khawatir jika adiknya terluka. Sama seperti yang dilakukan Mbak Nabila ketika mengetahui hubungan adiknya dengan Aska, ia tahu jika adiknya bersama pria itu pasti akan tersakiti. Sehingga dia bersikeras untuk memisahkan mereka. Namun, berbeda dengan cara kakak Risfan dalam menyikapi kekhawatirannya ia bahkan mengadili Jisrah begitu saja dengan kekerasan fisik.Dia pun tiba kamar tempat dirawatnya Risfan.
"Assalamualaikum" ucap Kakak Risfan
"Wa'alaikumsalam" jawab Risfan.
"Lu udah baikan Fan?"
"Iya Tri, gue udah baikan kok"
"Alhamdulillah kalau gitu, aduh aku lupa bawain kamu buah-buahan soalnya tadi buru-buru banget"
"Buru kok telat, tumben amat datangnya telat, panti baik-baik ajah kan?"
"Aduh lu itu masih sakit tetap mikirin panti. Nggak usah mikirin macam-macam lu istirahat ajah"
"Yaelah, lagian gue udah baikan kok. Masa biar mikirin panti nggak boleh"
"Iya deh, lu kalau dikasih tau nggak pernah dengar"
"Hehehe, anak-anak panti sehat semua kan?"
"Iya mereka sehat kok. Lu selalu nanya tentang keadaan anak panti sedangkan gue lu nggak pernah tanya"
"Ngapain gue nanya? Kan lu ada di depan gue dan udah jelas lu sehat-sehat kok"
"Ihh lu itu, nggak sehat nggak sakit. Tetap ajah bikin ngeselin"
"Canda kali, tapi tadi gue perhatiin waktu lu baru datang, itu wajah kok cemberut sih?"
"Nah, baru gue mau ceritain"
"Emang ada apa sih?"
"Tadi, itu gue ketemu sama cewek sia**n yang udah buat lu kayak gini"
"Apa? Tapi Tri, lu nggak ngapa-ngapain dia kan?"
"Nggak mungkin lah gue diamin ajah dia kek gitu"
"Tunggu! Jangan bilang lu ngatain dia lagi?"
"Ya jelas lah, bukan lagi ngatain dia. Gue jambak rambutnya terus gue cakar tuh wajah sok polosnya" dengan geram.
"Astagfirullah! Uhuk uhuk uhuk"
"Astaga Fan! Lu kenapa? Tolong dokter dokter tunggu sebentar Fan, dokter dokter" teriaknya dengan panik.
Seketika darah berciprakkan di baju Risfan setelah ia batuk. Kemudian ia terlihat mulai hilang kendali dan "Bruk" ia pun pingsang tak sadarkan diri. Kakaknya Tri pun panik dan berteriak meminta tolong. Hingga dokter pun datang dan memeriksa keadaan Risfan.
"Dok kenapa dengan adik saya?"
"Lukanya belum sembuh total, akibat dia terlalu banyak gerak makanya pendarahan terjadi"
"Emang sampai separah itu dok? Tapi dia baik-baik ajah kan?"
"Akibat pukulan yang keras di perutnya organ dalam yaitu ulu hatinya mengalami mati lemas. Untung saja dia terselamatkan, karena jika terlambat sedikit saja kemungkinan dia tidak dapat terselamatkan"
"Jadi apa yang harus saya lakukan dok? Agar adik saya bisa sembuh"
"Tenang saja kami akan melakukan yang terbaik, anda sebaiknya mengawasi dia agar tidak banyak gerak"
"Baiklah dok, saya akan awasi dia"
"Kalau begitu saya permisi dulu"
Tri semakin dendam kepada Jisrah karena dia adiknya hampir kehilangan nyawa. Untung saja Tuhan masih memberi kesempatan adiknya untuk hidup. Jika saja sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada adiknya maka tidak segan dia akan membalas dendam.
*****************
Mbak Nabila terkejut melihat keadaan ku yang acak-acakan. Dia hampir berteriak tapi tidak jadi karena ibu sedang tertidur pulas. Mas Syafar menenangkan Mbak Nabila dan menjelaskan yang terjadi padaku. Mereka berbicara di balkon dan Mbak Nabila pun melambaikan tangan kepada ku sambil memanggil ku. Aku pun menuju mereka, tentu saja aku sangat gugup menjawab pertanyaan Mbak Nabila.
"Jisrah, apa benar yang dikatakan Mas Syafar? Kalau kamu tadi diserang sama kakak teman kamu?"
"Eee iya Mbak, tapi itu juga karena salah ku"
"Astagfirullah dek, kamu nggak apa-apa kan?"
Aku terkejut mendengar Mbak Nabila, ku kira dia akan memarahi ku. Tapi, ternyata tidak Mbak Nabila malah mengkhawatirkan ku. Aku sangat bersyukur sepertinya Mbak Nabila sepenuhnya telah memaafkan ku.
"Iya Mbak, aku baik-baik ajah kok"
"Jis, kamu harus selesaikan semua masalah ini"
"Tapi, bagaimana Mbak? Pasti dia akan marah lagi sama aku"
"Kalau kamu masih begini, nggak akan selesai masalahnya Jis"
"Terus aku harus gimana Mbak?"
"Kamu harus minta maaf ke dia, jangan sampai dia lukain kamu lagi"
"Aku nggak yakin dia bakal maafin aku Mbak"
"Tenang ajah Jis, Mbak akan temenin kamu kok"
"Makasih Mbak, aku senang banget kalau Mbak temenin aku"
"Iya Jis, Mbak kan kakak kamu. Jadi bagaimana pun itu aku harus jaga kamu"