Seorang wanita paruh baya yang terbaring tak sadarkan diri. Tubuhnya yang sudah tak muda lagi sekarang tertempel alat medis. Anak bungsunya yang begitu ia sayangi pun menghilang entah kemana. Keriput di kulitnyna sudah sangat jelas nampak jika dia seorang pekerja keras. Berjuang seorang diri menjadi ibu tunggal setalah suaminya meninggal 5 tahun lalu. Tak pernah terucap keluh kesah dari bibirnya. Walaupun anak sulungnya ingin membantu dengan membiayai seluruh biaya kehidupan dirinya dan anak bungsunya, namun ia tetap tak ingin membuat anaknya terbebani. Dia adalah ibu yang sangat kuat dan tabah dalam merawat anaknya. Tapi, sekarang anak bungsunya seolah-olah melupakan jasa ibunya selama ini.
"Bagaimana keadaan mertua aku dokter?" ucap Mas Syafar.
"Usai ibu mertua anda sangat rentan terjadi hal seperti ini apalagi banyak beban pikiran yang ia tanggung"
"Hal seperti apa yang dok maksud?" ucap cemas.
"Beliau terkena stroke akibat emosi yang sudah tak terkontrol dan membuat tekanan darah naik. Beruntung saja beliau dapat diselamatkan"
"Alhamdulillah, tapi stroke bisakan disembuhkan?"
"Insyaallah akan sembuh dengan metode terapi dan kami akan berusaha semampu kami, tapi setelah anda bertemu dengan beliau saya harap anda mengbicarakan hal-hal yang tidak membuatnya khawatir, baiklah kalau begitu saya permisi"
Mbak Nabila yang pergi ketika ponsel ibunya berdering kembali setelah berbicara sambil memarahi adiknya. Mas Syafar yang pulang saat tengah malam untuk memastikan keadaan anaknya. Hanya Mbak Nabila yang menemani ibunya, ia tidak pernah menyangka kalau ibunya akan terkena stroke. Dia sangat marah dan benci pada pria yang bernama Aska, jika saja dia tidak punya hubungan dengan adiknya maka kejadian ini tidak akan terjadi. Namun, sekarang bagaimana dengan adiknya? Dia bingung apa yang harus dilakukan. Kesana menjemputnya atau membiarkan dia begitu saja? Egoiskah dirinya jika dia menyalahkan semua ini pada adiknya?. Pertanyaan berputar di kepalanya yang jelas penyebab dari semua kejadian ini adalah pria yang berani mendekati Jisrah.
Akibat kelelahan karena begadang saat menjaga ibunya, ia meminta suaminya untuk menjaga ibunya. Jilbab berwarna hitam yang menutupi mahkota dirinya menjuntai hingga siku disertai gamis yang longgar agar tidak membentuk lekukan tubuhnya. Dia berjalan di lorong RS sendirian untuk pulang ke rumah, tak ada satupun pria yang mencuri pandangan padanya. Matanya yang sembab tidak membuat kecantikan dari dalam dirinya hilang. Pria yang ia lalui selalu menundukkan pandangan, karena setiap langkahnya ia selalu berdoa kepada Allah agar terlindungi dari tatapan ikhwan yang tidak halal baginya.
Brukkk, Mbak Nabila bertabrakan dengan seorang wanita di lorong RS. Wanita itu berumuran sekitar 20an, ia membawa beberapa bingkisan untung saja bingkisan itu tidak jatuh.
"Maaf Mbak, soalnya aku buru-buru banget" ucap Mbak Nabila.
"Nggak apa-apa kok, harusnya aku yang minta maaf"
"Sekali lagi aku minta maaf, kalau begitu aku permisi dulu"
Menunggu angkot di tengah kota membutuhkan waktu yang cukup lama. Untung saja masih pagi hingga terik matahari terasa hangat. Bersabar menunggu angkot sambil berdiri di bawah pohon, beberapa saat pun Mbak Nabila naik ke salah satu angkot. Sekitar setengah jam ia pun sampai di depan sebuah rumah.
"Tok tok tok, Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam" sahut dalam rumah.
"Ehh Nabila, apa kabar nak? Silahkan masuk"
"Alhamdulillah Tante aku sehat, Tante gimana kabarnya sekarang?"
"Alhamdulillah sehat juga, sejak kapan kamu datang?"
"Udah hampir 1 minggu nihh Tante"
"Berarti udah lama dong, terus kok baru datang sekarang?"
"Aku nggak punya kesempatan Tante, soalnya Ting-Ting rewel kalau dibawa kemana-mana"
"Kan namanya anak kecil, oh iya suami kamu kemana? Kamu sendirian kesini apa?"
"Iya aku sendirian kesini Tante. Mm Ira gimana sekolahnya?"
"Yahh dia kek dulu ajah, nggak pernah berubah"
"Ngomong-ngomong Ira nggak pernah apa cerita ke Tante tentang sekolahnya?"
"Kayaknya nggak pernah deh, emang ada apa sih?"
"Eee nggak kok Tante, cuman nanya ajah"
"Kamu yakin? Ira sama Jisrah nggak lagi berantem kan? Kalau ada masalah biasanya mereka ngambek masing-masing kek anak kecil ajah, tapi besok mereka akrab lagi kok"
"Nggak kok tante, mereka baik-baik ajah. Mm kalau begitu aku permisi dulu Tante"
"Kok buru-buru amat? Belum juga Tante buatin minum"
"Nggak usah Tante, aku buru-buru juga nih soalnya Ting-Ting lagi di rumah Mbak Suriani"
"Tunggu dulu! Kok Ting-Ting disitu sih? Emangnya nggak ada orang apa di rumah kalian?"
"Iya Tante, rumah sekarang lagi kosong soalnya ibu lagi di RS" sambil menahan tangisnya.
"Inalillah, kenapa baru bilang sekarang sih? Ibu kamu kenapa Nabila?"
"Kata dokter, ibu terkena stroke. Aku nggak tau sekarang harus gimana Tante"
"Ya Allah, yang sabar Nabila. Sebentar kalau Ira pulang, kami akan kesana"
"Iya Tante, baiklah kalau gitu aku pulang dulu Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam, hati-hati di jalan yahh"
*******************
Murid-murid sedang sibuk dengan masing-masing aktivitasnya karena jam kosong akibat guru sedang mengadakan rapat. Ada yang main hp, ngobrol, jajan, sampai ada yang tiduran dalam kelas. Hal yang paling disukai seorang murid adalah jam kosong, tidak berbeda dengan Ira, Armi, Salsa dan Maharani mereka juga memanfaatkan jam kosong untuk jajan ke kantin. Mereka hanya tidak ingin membahas tentang Jisrah di kelas, karena itu akan membuat teman kelasnya membuat bahan gunjingan untuk menyingung sahabat mereka. Pura-pura lupa atau bagaimana pun cara mereka, tetap saja nampak jelas jika mereka mengkhawatirkan sesuatu.
Di kantin begitu ramai, seperti biasanya murid-murid tidak ingin mengalah saat berbelanja. Isu hangat yang terdengar dari ucapan murid-murid, tidak hanya dibicarakan oleh murid wanita namun juga pria. Apalagi kalau bukan tentang hukuman skorsing Aska dan Jisrah akibat kasus yang sama. Teman Jisrah agak jengkel mendengar ucapan mereka, karena apa yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan kejadian yang sebenarnya.
"Ihh apaan sih mereka, sok tau banget" ucap Armi.
"Kan juga namanya gosip, kalau pindah ke orang lain, ceritanya pasti berubah" balas Salsa.
"Loh benar tuh Sal, kan kejadiannya nggak kayak gitu" ucap Maharani dengan nada jengkel.
"Kejadiannya pas di meja ini, kalau ajah Risfan nggak negur Jisrah. Pasti ini nggak bakal terjadi" ucap Salsa.
"Ini tuh bukan salahnya Risfan! Yang salah itu Kak Aska, coba ajah waktu itu dia nggak ngehajar Risfan" balas Armi membela.
"Aduhh kalian kok malah nyalahin Risfan sama Kak Aska. Yang seharusnya disalahkan itu Jisrah tau" ucap Ira.
"Lu ngomong apa sih Ira kok malah Jisrah yang salah?" balas Armi dengan curiga.
"Ngaco lu ahh, Jisrah bukan sebab kejadian ini Ira!" balas Salsa sambil emosi.
"Gue tau Jisrah itu teman kita, tapi bukan berarti kita tetap bela dia walaupun sebenarnya dia yang salah. Coba ajah Jisrah nggak dekat sama Kak Aska, pastinya kejadian ini nggak bakal terjadi" ucap Ira.
"Iya juga sihh. Kalau ajah Jisrah nggak dekat sama Kak Aska mungkin semuanya akan baik-baik ajah" balas Salsa.
"Kalian apa-apaan sih, kita ini teman dia atau apa? Harusnya kita support dan doain Jisrah, bukan malah nyalahin dia dengan takdir yang udah terjadi!" ucap Maharani membela.
"Tapi kan Maharani...." ucap Salsa.
"Terserah kalian ngomong apa. Kalian itu nggak tau Jisrah gimana sekarang, kalau ajah kalian liat dia semalam dan dengerin semua penjelasannya pasti kalian nggak bakal nyalahin Jisrah" ucap Maharani yang sudah tidak terkontrol.
"Jangan dulu, lu bilang apa? Semalam? Maksud lu apaan Maharani? Jangan bilang kalau lu udah ketemu kemarin dengan Jisrah" ucap Armi curiga.
"Maharani kok lu diam ajah? Sekarang lu jujur, kemarin lu ketemu Jisrah atau nggak?" ucap Ira memaksa.
"Mm maaf banget, gue nggak beritahu kalian kalau sebenarnya Jisrah nginep di rumah aku semalam" balas Maharani yang pasrah.
"Lu kebangetan, info seperti itu lu sembunyikan dari kita? Gue nggak nyangka ternyata sifat asli lu kek gini" sindir Salsa.
"Bukan gitu, tapi Jisrah yang larang gue kasih tau kalian"
"Alasan lu! Udah kita nggak bakal percaya lu lagi, gue bahkan udah benci sama sifat lu yang egois ini" ucap Ira.
Maharani berlari sambil menangis, kenyataan yang pahit juga menimpanya. Dia tidak percaya jika teman dekatnya dapat berkata seperti itu. Berlari lorong demi lorong, ia berpikir apakah ini yang dirasakan Jisrah saat dia lari dari sekolah?. Sebenarnya yang dia inginkan hanya membantu temannya tapi mereka malah salah paham pada dirinya.
Pukul 15.30 sekolah telah kosong karena jam pulang telah berlalu. Begitu pula dengan Maharani yang telah tiba dirumahnya 10 menit yang lalu. Setelah mandi, ia mencari Jisrah di kamar tamu namun ia tidak menemukannya. Bertanya dalam hati apakah Jisrah telah pulang?. Tapi, dia telah meminta kepada Jisrah agar tetap berada di rumahnya sebelum dia pulang. Setelah mencari disetiap kamar namun tetap saja tidak ada tanda-tanda keberadaan Jisrah. Akhirnya dia mencari ibunya untuk menanyakan keberadaan Jisrah.
"Bu, Jisrah mana? Kok dia nggak ada di kamar?
"Jisrah udah pulang nak. Sekitar hampir jam 2 gitu"
"Lohh kok nggak nungguin aku sih? Kan udah dibilangin tadi"
"Tadinya Jisrah nungguin kamu, tapi dia buru-buru ke RS jadi dia cuman titip pesan ajah ke kamu, katanya lain kali dia bakal kesini lagi"
"Apa ke RS? Emangnya ada apa Bu?
"Tadi, ibu nelpon ke ibunya Jisrah tapi malah diangkat sama Mbaknya. Terus Jisrah dimarahin lagi sama Mbaknya sampai-sampai dia nangis"
"Kasian amat Jisrah pasti dia sedih banget. Jadi ibu Jisrah gimana?"
"Nggak tau juga soalnya kata Jisrah, ibunya belum sadar semenjak tadi malam"
"Astagfirullah, terus Jisrah pulang ke rumahnya atau kemana?"
"Katanya dia pengen pulang ke rumahnya dulu"
"Semoga ajah dia nggak lari lagi. Ibu kita jenguk bentar malam yah!"
"Iya, ibu juga tau kok RS tempat dirawatnya ibu Jisrah"
Belum lama mengenal Jisrah namun diantara mereka seperti ada ikatan. Maharani sangat sedih melihat temannya sedang diberi ujian oleh Tuhan. Dia belum terlalu mengenal Jisrah, wanita seperti apakah dia hingga diberikan ujian yang sangat berat?. Dia agak heran mengapa sahabat kecil Jisrah berpikir jika semua kejadian ini kesalahan Jisrah?. Dan sekarang teman Maharani pun juga membenci dirinya, ia tidak pernah menyesal telah membantu Jisrah dan ia percaya suatu saat nanti perasaan benci itu akan sirna seiring waktu berlalu.
*****************
Didalam angkot aku terus bertasbih dan berdoa agar ibu baik-baik saja. Setelah pulang dari rumah dan mengganti baju, aku langsung berangkat ke RS tempat dirawatnya ibu. Aku tidak tau apa yang akan terjadi jika Mbak Nabila melihat ku. Untung saja Mbak Nabila menaruh ponsel ku di rumah jadi memudahkan ku untuk menghubungi siapapun. Sempat berpikir untuk menelpon Maharani, tapi aku tidak ingin membuatnya terbebani lebih banyak lagi akan masalahku.
Setelah hampir setengah jam naik angkot, aku pun tiba di RS. Dengan hati berdebar untuk melangkah masuk, aku mengucapkan basmalah dalam hati. Saat aku ingin ke kamar ibu dirawat, aku lupa ternyata aku tidak mengetahui kamarnya ada dimana. Jadi, aku bertanya di admission center "Permisi ibu Kasmira yang dirawat sejak tadi malam, ada di kamar mana?." Perawat yang mencari data pada komputer memberitahu ku "Kamar VIP no 9 lantai 4". Aku lega mendengarnya "Makasih banyak". Setalah itu aku menuju lift untuk naik, sesaat kemudian aku telah tiba di lantai 4. Menoleh kanan dan kiri sambil melihat no kamar VIP tersebut.
"Plaakk, ngapain kamu kesini? Kenapa cuman sendirian? Nggak sekalian sama cowok kurang ajar itu!" bentak Mbak Nabila.
"Ya Allah, aku minta maaf Mbak. Aku mohon maafin aku"
"Sekarang kamu pergi, aku nggak pengen dengar suara kamu apalagi liat wajah kamu!"
"Tapi Mbak aku cuman..."
"Pergiiiii....." sambil menunjuk arah lorong RS.