"Ira, jajan yuk" kata ku sambil mengambil uang di tas. Ira yang dari tadi menghayal sambil tersenyum sesaat, ku tepuk pundaknya. "Aduhnapaan? Ngeganggu banget, gue lagi mikirin dia tau" sambil mengomel-ngomel. Aku hanya menghelah nafas melihat kelakuannya. Jadi, aku sendiri saja pergi ke kantin untuk jajan.
Saat langkah ku hampir keluar dari pintu terdengar suara Ira memanggil ku "Jis tunggu gue dong. Pergi kok nggak ajak-ajak". Aku menggeleng kepala sambil berkata "Lu budek yah? Kan udah...."
Belum selesai perkataan ku, Kak Aska menghampiri kami "Ehh kalian mau kemana?" sambil tersenyum dan mencuri pandangan pada ku. Tiba-tiba saja Ira menyosor dihadapan ku "Kami pengen ke kantin Kak". Kak Aska hanya tersenyum seperti biasanya.
"Ohh, mau aku temenin kalian. Sekaligus ngajak kalian buat keliling sekolah" seru Kak Aska.
Aku tak ingin yang kualami dan Ira terus berlanjut "Terima kasih, tapi nggak usah nanti malah ngerepotin"
"Nggak kok, cuman gitu ajah mana mungkin ngerepotin" dengan nada memaksa.
"Kayaknya boleh Kak, soalnya kami juga pengen tau keadaan sekolah ini" kata Ira dengan senyum mautnya.
Saat Kak Aska akan melangkah, aku spontan berkata "Aduh Kak nggak usah, kami permisi" sambil meraih tangan Ira dan berjalan secepat mungkin.
"Jis lu kenapa sih? Nanti Kak Aska marah gimana?" sambil menghempas genggaman ku. Emosi ku sempat melonjak tapi aku beristighfar dalam hati "Astaga, Ira lu nggak malu apa? Masa kita jalan sama cowok yang bukan mukhrim!" dengan nada tegas. Ira sepertinya marah padaku, dia langsung pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun.
Aku sangat mengenal baik dirinya jadi ku biarkan saja untuk menenangkan hatinya sesaat. Agak sedikit menyesal dengan perkataan ku padanya, walaupun kami memang sering seperti ini. Aku berbelok arah kembali menuju kelas. Saat tiba di pintu, Kak Aska menghampiri ku "Ohh ya, nama kamu siapa?". Sentak aku pun terkejut mendengarnya "Mm, Jisrah kak".
Dia mengajakku duduk sambil mengobrol. Aku sempat menolak, namun dia tetap memaksa. Apa boleh buat, dengan berat hati aku duduk bersebelahan dengannya. Beberapa saat hanya kesunyiaan diantara kami, bahkan detak jantung ku pun dapat terdengar oleh ku.
"Boleh minta nomor wa nggak?" tanya Kak Aska sambil mengeluarkan hpnya. Entah apa yang kurasakan, senang, malu, marah, dan sedih karena sahabatku juga menyukainya. Semua terasa bercampur aduk, aku berusaha menenangkan perasaan ku dengan menghelah nafas "Maaf kak, tapi buat apa?." Dalam benak, apa yang ku katakan baru saja? Kenapa aku menganjurkan pertanyaan sebodoh itu.
"Yah siapa tau kamu kangen sama aku" dengan nada menggombal. Aku menoleh padanya dengan ekspresi kaget "Aduh kak bercanda terus." Dia menghampiriku lebih dekat "Boleh kan cantik?." Rasanya jantungku seakan copot mendengarnya, pipiku serasa merona, dan nafas ku serasa panas "Eee kak serius mau nomor wa aku?" Dia tambah mendekat dan malah memegang tanganku, spontan saja aku melepaskan genggaman nya. Rasanya dunia berhenti, aku mengingat Allah dan Ira yang menaruh perasaan juga padanya "Maaf kak, aku harus pergi"
**************
Terik matahari begitu panas, hingga keringat pasti bercucuran. Menunggu angkot yang kosong memang tak mudah disekitar daerah ini, apalagi jam segini. "Woi" suara teriakan dari gang. Suara itu tak asing ketika dia mendengarnya. Ira pun menoleh dan ternyata dia adalah Danil yang merupakan sahabatnya. Dengan suara tersengal-sengal dan nafas yang berat "Aduh Ira lu kok cepat amat jalannya." Ira pun memberinya minum "Sorry gue nggak dengar lu, nih minum dulu."
Kami duduk sambil ngobrol "Tumben lu sendiri, Jisrah mana?" kata Danil.
"Biasa, cekcok ajah. Tapi, gue ajah mungkin yang egois." sambil menyesal dan mengingat kejadian tadi.
"Ini nih, kalau cewek bertengkar. Aneh banget" sambil mengejek.
"Kan kami emang cewek. Yang salah itu kalau kami yang bertengkar terus lu yang kepo" dengan nada nyindir.
"Hahaha baperan lu. Nah itu angkot kosong" sambil nunjuk salah satu angkot.
Mereka pun naik di angkot tersebut, Ira dan Danil bertetangga semenjak Bunda dan Abi Ira pindah karena pekerjaan mereka.
***************
Aku bingung nelfon Ira atau tidak karena takutnya dia tambah marah. Dengan penuh keyakinan semuanya akan baik-baik saja, aku pun menuju mengambil hp di atas meja. "Tuut tuut tuut" bunyi hp yang berdering.
Tanpa pikir panjang, aku langsung saja mengangkat telpon "Assalamualaikum Ira, maaf yahh tadi gue kasar banget sama lu." "Wa'alaikumsalam, emang kalian kenapa tadi?" suara pria. Aku terkejut mendengar suara itu ternyata bukan Ira, ku melihat layar hp dan ternyata nomor yang tidak dikenal "Maaf kirain Ira, ini siapa yah?." "Hahaha ini aku Aska" sambil tertawa. Terkejut bukan main, aku benar-benar heran dia dapat nomor aku dari mana "Oh Kak Aska, dapat dari mana nomor aku?." Dia diam sejenak "Nggak usah tau aku dapat nomor kamu dari mana." Aku bingung dan malu akan berkata apa "Maaf kak, tapi ada apa yah nelpon malam gini?." Sambil tertawa kecil "Apa lagi kalau bukan, aku lagi kangen sama kamu. Maaf yah udah gangguin waktu break kamu, selamat malam cantik."
Tak sempat membalas perkataannya, dia telah mematikan telpon. Aku benar-benar sangat senang tapi juga merasa bersalah karena aku mengkhianati sahabatku sendiri.
Aku harus mengakhiri ini dengan menjelaskan semuanya kepada Ira dan Kak Aska. Aku tak ingin persahabatanku hancur hanya dengan persoalan seperti ini.