Chereads / 6400 m / Chapter 3 - Iman yang Goyah

Chapter 3 - Iman yang Goyah

"Laailahaillallah" adzan berkumandang. Refleks aku terbangun mendengar adzan subuh telah selesai berkumandang "Astagfirullah, kok gue bisa terlambat bangun sih" sambil bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Saat mengambil mukenah aku baru sadar ternyata tadi malam aku terlambat tidur akibat memikirkan seorang pria yang tidak halal bagiku.

Kesal dalam hati kenapa hal ini terjadi padaku, padahal selama ini aku sangat menjaga hati dan pandangan terhadap Ikhwan yang bukan mahrom ku. Saat takbiratul ihram aku berusaha khusyuk dalam sholat ku karena ini adalah kesempatan untuk berdialog dengan Allah. Disaat tahiyyatul akhir iman ku terganggu, syaiton membisikan ku untuk memikirkannya kembali. Saat selesai salam, tangis ku berderai membasahi pipi ku hingga bibir ku bergetar sambil beristighfar. Aku hanya seorang hamba yang tak luput dari dosa, rasanya aku benar-benar malu dengan Allah yang memberi kami nikmat tiada hentinya.

Aku mengingat kata guru mengaji ku, jika hati gundah maka lekaslah berwudhu, berdzikir, beristighfar serta membaca Al-Qur'an. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha berdiri dari sajadah dengan kaki yang bergetar. Berlahan aku melangkah ke meja untuk mengambil Al-Qur'an, sempat tersenyum melihat hadiah terakhir dari Alm. Ayah yaitu Al-Qur'an dengan terjemahan Bahasa Indonesia.

Ku duduk kembali di atas sajadah, ku buka langsung lembaran ayat-ayat suci Al-Qur'an setelah melantunkan beberapa surah, aku tak lupa untuk membaca terjemahannya. Jantung ku seakan-akan berhenti berdetak dan wajah ku seperti tertampar keras ketika membaca arti pada Al-Qur'an tersebut yaitu Q.S Al-Isra/17:32.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk."

Yah, aku memang tidak terlalu pandai dalam hal agama. Aku hanya seorang gadis modern, namun orang tua ku terutama Alm.Ayah selalu mengajarkan perintah-perintah Allah dalam Al-Qur'an.

Memang aku tak melakukan zina badan, tetapi aku paham sedikit tentang larangan zina. Apalagi dengan usiaku yang harus mengerti akan hal seperti ini. Sepengetahuan ku seluruh anggota badan memiliki zinanya. Dan aku telah melakukan zina hati, zina mata, dan zina telinga. Dalam hatiku tak berhenti beristighfar dan memohon ampun kepada-NYA.

"Tok tok tok, sayang udah jam 6 nih. Ayo makan sarapan kamu, nanti telat lagi!" seru ibu dari luar. Aku bergegas berdiri dan membasuh air mata yang masih mengalir, agar ibu tak heran melihat ku.

***************

"Hai Jis, tumben telat?" sapaan Ira dengan senyumannya yang ramah.

Aku berusaha menutupi apa yang kualami saat ini "Ah nggak kok, lu ajah yang kecepatan datangnya" sambil membalas senyumannya.

"Aduh Jis, emang gue baru kenal lu kemarin apa?" dengan nada mengejek.

"Apaan sih gue fine ajah kok, lu yang aneh banget hari ini" sambil tertawa kecil.

Ira sahabatku langsung memegang tanganku dengan mata yang berbinar. Dalam hati aku heran melihat tingkah Ira tak seperti biasanya. "Lu tau nggak, gue tadi malam mikirin seseorang. Sampai nggak bisa tidur" sambil berbisik ditelinga ku.

Aku tak heran jika Ira menggatakan sesuatu hal yang ia alami, dia selalu melapor apa saja yang dialaminya, seolah-olah aku ini Pak RT. "Emang siapa sih yang lu pikirin? Gue yah?" dengan penasaran aku bertanya sambil bercanda. Ira spontan melepaskan tangannya dari ku "Apaan sih, sorry gue masih waras". Dengan nada membujuk aku bertanya lagi padanya "Yaelah, baperan amat lu, gue kan bercanda. Yaudah terus dianya siapa?". Sambil menghelah nafas ia berbisik ditelinga ku "Siapa lagi kalau bukan Kak Aska".

Terdiam sejenak mendengar perkataannya, ternyata bukan hanya aku yang mengalami hal itu. Aku pun langsung tertawa "Lu ada-ada ajah Ira."

***************

"Assalamualaikum, silahkan duduk ditempat kalian masing-masing" sapaan Kak Aska. Jantungku berdetak kencang ketika melihatnya, namun tak ada hal yang berbeda setelah kejadian kemarin. Aku berusaha positive thinking, mungkin saja dia hanya tak sengaja saat itu.

"Kalian nggak lupakan bawa uang buat beli id card?" sambil menatap kami seruangan. Serantak kami ada yang menjawab tidak dan iya. "Siapa yang lupa bawa uang buat beli id card? Naik ke atas!" dengan nada yang tegas dan ekspresi serius.

Seorang siswa naik dengan optimis, lalu berdiri tegap menghadap kami. "Maaf kak aku lupa bawa uang" sambil menundukkan kepala. Kak Ulfa langsung menghampirinya "Ingat besok jangan lupa lagi! Untung ajah lu cakep. Udah duduk kembali!" sambil tersenyum.

Aku berpikir Kak Ulfa bercanda atau memang dia suka ngegombal. Tapi apa yang dikatakan Kak Ulfa tak ada salahnya. Siswa itu memang termasuk kriteria tampan, postur tubuh yang tinggi, kulit putih, hidung mancung, mata agak besar dan berwarna hitam bersinar. Namun, dalam benak ku tak ada yang menandingi Kak Aska.

Aku yang pertama naik membeli id card, langsung menuju ke Kak Aska. Setelah memberikan uang padanya dia memberiku id card. Aku berusaha menoleh agar dia tak mengira kalau aku sombong. Tiba-tiba dia tersenyum hangat padaku seolah-olah ada yang ingin diucapnya.

Aku bergegas kembali duduk dan yang lain naik satu persatu. Entah kenapa dari tadi Kak Aska terus melihat ku sejenak sambil tersenyum. Mata kami sesekali bertemu dan seolah-olah sedang berbicara satu sama lain.