Chereads / Bintang Saksi Hidupku / Chapter 33 - Yiren Miliknya

Chapter 33 - Yiren Miliknya

Yan Yiren berusaha menyingkirkan rasa bersalahnya ini. Tentu saja ia tidak ingin membohongi kekasihnya. Namun, tidak bijaksana juga untuk menceritakan hal itu pada pacarnya. Terutama karena ia juga takut pada Chu Huaijin.

Ia takut Ji Hanjiang akan membencinya, juga takut ia balas dendam atau sekedar merasa tidak nyaman padanya. Apalagi selama dua hari dua malam itu, hal yang dipikirkannya selain nenek adalah Ji Hanjiang.

Yan Yiren mencintai Ji Hanjiang, bahkan sampai tidak ingin kehilangannya.

Jika Yan Yiren dimaafkan karena rasa malu yang disembunyikan ini, hal itu hanya karena perasaan berat yang berubah agar dirinya menjadi lebih hati-hati dan waspada. 

Ya, Yan Yiren tidak ingin terkesan negatif seperti itu di dalam hati Ji Hanjiang. Sudah pasti lelaki manapun akan khawatir dan tidak akan terima bila kekasihnya sendiri diperlakukan buruk oleh lelaki lain.

Ji Hanjiang duduk di hadapan Yan Yiren, diam-diam memperhatikannya makan, "Aku tidak lapar. Cepat makan, jangan pedulikan aku."

Yan Yiren menarik kedua sudut bibirnya. Seketika, pandangan Yan Yiren buram akibat air yang merembes di matanya.

"Kenapa menangis?" Ji Hanjiang terburu-buru mengeluarkan tisu dan mengusap air mata itu, "Apakah aku ada yang salah dari ucapanku?"

"Bukan, kau tidak salah, aku... akulah yang bermasalah."

Ji Hanjiang menatap dalam-dalam "Yiren..."

Yan Yiren mengambil tisu itu untuk menyeka air matanya. Setelah menarik napas dua tiga kali, perlahan ia tersenyum, "Kalau bukan karena aku, tidak mungkin ada kejadian seperti ini. Selain itu, kamu pun tidak akan khawatir seperti ini. Salahkan aku..."

Ji Hanjiang tidak tahu apa yang ada dalam benak Yan Yiren. Jelasnya, Ji Hanjiang lah yang merasa tidak becus menjaga kekasihnya itu.

Seandainya saja Ji Hanjiang menemani Yan Yiren mengunjungi makam atau memberinya dua orang pengawal dan meminjami mobilnya, hal ini takkan terjadi.

Bisa dibilang, Ji Hanjiang merasa belum cukup baik memperlakukan kekasihnya.

Tapi gadis bodoh ini bicara apa? Yan Yiren malah bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan membiarkan dirinya tertekan sendirian...

Ji Hanjiang tersenyum kecut. Gadis miliknya sungguh seorang perempuan yang membiarkan orang lain dapat menyakitinya. 

*****

Malam harinya, Ji Hanjiang mengkhawatirkan Yan Yiren. Ia pun menginap di apartemennya.

Berkat ucapan penuh perhatian Ji Hanjiang, Yan Yiren menaruh rasa percaya pada kekasihnya ini. Sekarang baru pertama kalinya Yan Yiren mempersilakan Ji Hanjiang tidur satu ranjang dengannya.

Ji Hanjiang mengerti bahwa situasi saat ini sedang berbeda. Jadi, tanpa alasan yang salah, ia berbaring di sebelah Yan Yiren dengan cara memeluknya.

Yan Yiren tidur berbantalkan bahu Ji Hanjiang. Dalam sekejap ia memejamkan mata, "Selamat malam, Hanjiang."

Ji Hanjiang perlahan menepuk-nepuk punggung Yan Yiren, lalu mencium keningnya, "Tidurlah, selamat malam."

Tidur di sebelah Ji Hanjiang, membuat Yan Yiren merasa aman. Ia pun bisa terlelap secepatnya.

Sambil menjaganya, Ji Hanjiang bersikeras untuk tidak tidur. Di bawah sinar lampu, matanya menggambarkan wajah lembut Yan Yiren.

Yan Yiren tampak lelah, ia tidur dalam posisi miring. Ketika berbalik badan, tanpa sengaja lengan piyamanya terjatuh ke arah leher, sehingga terlihat lengannya yang putih.

Ji Hanjiang menatap dalam-dalam. Perlahan ia mengangkat lengan piyama itu sampai terlihat bahu Yan Yiren.

Di situ terlihat satu atau dua bercak berwarna ungu kemerahan.

Setelah beberapa lama, Ji Hanjiang pun merasa mengenal jenis memar semacam itu.

Tidak ingin meragukan Yan Yiren, tapi Ji Hanjiang tidak bisa mengontrol tangannya. Entah ia marah atau kaget, ia mengulurkan tangannya sambil bergetar.

Yan Yiren tidur nyenyak, dengan piyama yang terbuka sedikit. Pemandangan itu mengecilkan pupil Ji Hanjiang yang tampak sedih. 

Luka itu, seperti kutukan pengkhianatan, seperti pedang tajam yang menusuk hati Ji Hanjiang.

Hatinya seakan berdarah tanpa henti!

Ji Hanjiang tidak tahu, jenis kekuatan yang digunakannya sampai bisa ada bercak memar di kulit itu dengan jelas. Ia bernafas tersedu-sedu. Tidak hanya itu, bintik-bintik ungu yang tersebar tipis membuat Ji Hanjiang merasa geram.

Merasa terlalu marah, ia bergumam, "Brengsek!"