Ain, Riev dan Kiev menuju ke sebuah toko souvenir di Refario. Sang penjaga toko, Irina, bergegas mengajak mereka masuk ke dalam toko begitu ketiganya tiba di sana.
"Kau... Ain, bukan?" tanya Irina dengan begitu tergesa-gesa.
Ain menjawab dengan anggukan kepala, lalu memperkenalkan Riev dan Kiev pada Irina.
"Heim sudah menceritakan semua padaku. Aku akan membantu sebisaku, tapi tolong dipercepat. Pasukan Abaddon sudah menguasai kota ini juga," ujar Irina sambil mempersiapkan 4 buah kursi untuk mereka duduki.
"Pertama, apa hubungan Master dengan Grief? Nama belakang kalian sama, Daedalus. Dan yang kedua, apa Master tahu sesuatu tentang... 'Khy'?"
"Grief adalah... Kakak kandungku. Lalu soal Khy... Lebih baik kau tanyakan pada Master Ive. Rumahnya ada di puncak gunung Khyterra, Aku bisa mengantarmu kalau kau mau," jawab Irina sambil sesekali melihat ke arah luar, takutnya ada pasukan Abaddon yang menyadari kedatangan mereka.
"Terimakasih, tapi tidak perlu. Aku sudah pernah mengunjungi rumahnya. Baiklah, kami akan pergi sekarang," ucap Ain yang merasa harus cepat-cepat pergi dari sana. Ia tidak mau menempatkan Irina dalam situasi berbahaya. Padahal, banyak yang ingin ia tanyakan soal Grief.
Ketiga pemuda itu beranjak dari kursinya.
"Tunggu!" Cegah Irina, membuat ketiga pemuda yang sudah berdiri itu kembali duduk di kursi.
"Ain, Riev, Kiev, apa... Kalian membenci Grief....?" tanya Irina dengan wajah sedih.
Ketiga pemuda itu hanya terdiam mendengar pertanyaan dari Irina.
"Mungkin kalian sudah mendengar tentang Grief... Sekarang, kakakku dikenal sebagai pengkhianat di Cerberus. Tapi sebenarnya, Cerberus-lah yang mengkhianatinya. Ah! Aku tidak berhak bercerita lebih banyak, intinya...." Irina berdiri dari kursi tempat ia duduk, lalu membungkukkan badan ke arah Ain, Riev dan Kiev yang masih terduduk di hadapannya.
"Maafkan kakakku... Dan tolong, selamatkan Agna. Maaf, waktu itu aku tidak menyadari kalau... Gadis itu ternyata... Agna... Agna yang seharusnya kujaga... Andai saja... Andai saja aku menyadarinya dari awal, mungkin tidak akan begini jadinya...." suara Irina terdengar begetar menahan tangis.
Perkataan Irina menimbulkan pertanyaan baru di benak Ain, "Apa yang sebenarnya Grief alami di masa lalu? Ada apa dengan Agna? Apa hubungan Agna dengan Irina?"
Namun karena kondisi Irina yang tengah dilanda rasa sesal, Ain tidak mengajukan pertanyaan apapun. Ditambah, sedari tadi ada beberapa pasukan Abaddon yang tengah berpatroli lewat di depan toko itu. Mungkin, ia akan mendapat jawabannya nanti, pikirnya.
"Aku tidak membenci Grief. Aku mengaguminya. Untuk itu, aku akan menghentikannya dan menyelamatkan Agna," ujar Ain sambil berdiri, bersiap untuk pergi. Riev dan Kiev juga ikut berdiri.
"T-Terimakasih...." Irina masih belum beranjak dari posisi membungkuk. Kini, ia meneteskan air mata yang ia tahan sedari tadi.
Sesuai petunjuk dari Irina, mereka menuju ke gunung Khyterra untuk menemui Ive, wanita yang sempat melatih Ain di saat ujian kelulusan Cerberus.
Ternyata ada pintu rahasia Levtor di gunung itu. Mereka keluar dari balik air terjun, tak jauh dari rumah Ive.
Seperti sebelumnya, Heim hanya menunggu di pintu masuk Levtor.
[•X-Code•]
Begitu mereka tiba di rumah Ive, Ain segera memperkenalkan Riev dan Kiev pada Ive. Tidak seperti Ain, kedua pemuda itu belum pernah berjumpa dengan Ive sebelumnya.
Ive menyambut baik kedatangan mereka. Ia segera mempersilakan ketiganya untuk duduk di ruang tamu rumah sederhana miliknya. Ia juga menyuruh Luna, anaknya, untuk menyiapkan minuman.
Seperti biasanya, tanpa basa-basi Ain langsung menjelaskan maksud kedatangan mereka.
"Master Irina yang menyuruh kami untuk menemuimu, Master," ujar Ain.
Ain juga sempat menyadari kalau Irina pernah berada di Rank-S. Ia menyadari hal itu ketika mengingat lagi identitas Irina saat Agna membeberkannya dulu. Ada kata 'Ex-Cerberus Force' di antara keterangan lainnya, juga huruf 'S' di depan ID Cerberus milik Irina. Makanya, ia jadi menyebut sang informan itu dengan panggilan 'Master'.
"Hm... Kalau Irina sampai menyuruh kalian untuk menemuiku, berarti dia sudah memercayai kalian," ujar Ive sembari menatap ketiga pemuda di hadapannya itu secara bergantian.
"Jadi... Apa Master bisa membantu kami?" tanya Riev sembari menyeruput teh yang disajikan oleh Luna.
"Apa yang kalian inginkan?" Ive malah balik bertanya.
"Aku harus mengetahui sesuatu tentang Khy agar aku bisa mengalahkan Grief," jawab Ain sambil kembali mengingat-ingat lagi pertarungannya dengan Grief.
"Begitu terburu-buru. Apa kau tidak ingin mengetahui dulu tentang hal lain? Seperti... Mengapa Agna sangat diinginkan oleh Omega? Siapa sebenarnya Agna? Mengapa Grief sampai berkhianat dan bertindak sejauh ini? Bahkan... Tentang masa lalumu yang hilang, apa kau tidak ingin mengetahui semua itu?"
Ain terhenyak setelah mendengar perkataan Ive. "Bagaimana bisa dia tahu apa yang kupikirkan?!" pikir Ain dengan rasa penasaran yang dalam. Ia sampai berpikir kalau Ive bisa membaca pikiran seseorang.
Ive mencondongkan badannya ke depan untuk melihat wajah Ain dengan lebih jelas lagi. Ia tersenyum melihat reaksi dari Ain yang tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
"Benar, aku bisa menjelajah ke dalam pikiran seseorang," jelas Ive singkat, menjawab pertanyaan yang terbesit di benak Ain.
Sempat ada rasa tidak percaya timbul dari benak Ain. Tapi ia rasa, tidak mungkin Ive berbohong padanya. Toh, tidak ada untungnya. Meski demikian, Ain merasa cukup risih mengetahui kalau Ive bisa membaca pikirannya.
"Tenang saja, aku membaca pikiran orang hanya untuk melindungi diri. Takutnya ada orang yang berniat jahat," jelas Ive yang juga dapat merasakan perasaan Ain.
Ive kembali menyandarkan badannya di kursi, lalu menyeruput secangkir teh hangat.
Ketiga pemuda di hadapannya hanya terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
"Baiklah, aku akan memberitahu semua yang ingin kau ketahui. Kau tidak akan bisa bertindak dengan baik kalau masih ada banyak hal yang mengganjal di benakmu, benar?" ujar wanita berambut biru keperakan itu dengan raut wajah yang berubah serius. Raut wajah yang sama dengan pada saat ia melatih Ain dulu.
Ive mulai menceritakan hal yang harus mereka ketahui. Pertama, ia bercerita tentang Grief, mengingat mereka akan menghadapi Grief.
[•X-Code•]
13 Tahun yang lalu, Grief yang masih menjadi Maestro di Left Head mendapat sebuah misi tingkat S-Code dari para petinggi Cerberus. Di misi tersebut, Grief diberi tugas untuk membantu pasukan Zinzam; menghabisi orang-orang yang dianggap sebagai ancaman di Logard.
Tapi yang Grief temukan di sana bukanlah 'ancaman', melainkan sebuah panti asuhan yang dikelola oleh seorang wanita. Wanita yang sangat dicintai oleh Grief, istrinya sendiri.
Panti asuhan yang berada dekat pantai itu hanya berisi anak-anak kecil tak berdosa yang diasuh oleh istrinya.
Grief sendiri tidak mengetahui tempat tujuan para pasukan Zinzam itu sebelumnya. Makanya, ia tidak menolak misi yang diberikan oleh para Omega.
Dengan kedua matanya sendiri, ia melihat istrinya terbunuh ketika melindungi seorang anak panti asuhan dari pasukan Zinzam yang akan menyerang karena anak itu melawan.
Misi para pasukan Zinzam bukan untuk menghabisi, tapi untuk membawa anak-anak itu, entah ke mana. Walaupun pada kenyataannya, para pasukan Zinzam itu membunuh beberapa dari mereka yang melawan.
Tentu saja, Grief tidak bisa menjalankan misi tersebut. Sendirian, ia menghabisi semua pasukan Zinzam di sana. Beberapa anak yang berhasil ia selamatkan segera dibawa ke Cerberus olehnya.
Dari sanalah Cerberus menganggap Grief sebagai pengkhianat karena telah menggagalkan misinya. Bahkan, malah membawa pulang anak-anak yang seharusnya dibawa oleh pasukan Zinzam.
Petinggi Cerberus mengeluarkan kode 'merah', berikut S-Code untuk memburu dan membunuh Grief.
Grief yang berada dalam posisi tersudut, mencari para Omega dan membunuh beberapa dari mereka. Setelah itu, Grief menghilang.
Sampai akhirnya, ia kembali menampakkan diri beberapa waktu yang lalu, ketika ujian masuk Cerberus berlangsung.