Chereads / X-Code / Chapter 38 - Dinukha, Bagian #2

Chapter 38 - Dinukha, Bagian #2

Sedari dulu, Cerberus memang menjalin hubungan dengan Elyosa secara diam-diam. Beberapa teknologi canggih Cerberus juga berasal dari Elyosa.

Lalu Agna, gadis itu sebenarnya anak kandung Ive yang diincar oleh pasukan Cerberus.

Dari sanalah konflik bermula. Cerberus yang ingin meneliti tentang keturunan 'Ratu Kebangkitan', yang memiliki DNA unik, melanggar perjanjian dengan Elyosa.

Cerberus ingin membuat pasukan yang memiliki kemampuan khusus agar kekuatan Cerberus bisa meningkat pesat.

Sedangkan Elyosa, yang sudah berencana untuk menaklukkan Logard sedari dulu, menjadikan peristiwa tersebut sebagai alasan untuk berperang dengan Logard.

Namun tentu saja, rencana perang itu berhasil dicegah oleh beberapa orang dari kedua belah pihak.

Ive, Nerin, Grief, Irina dan Orland berhasil menyembunyikan bukti keberadaan Agna pada saat itu.

Sayangnya, pergerakan mereka berhasil diketahui oleh Cerberus. Itu juga yang menjadi alasan mengapa Cerberus memberi misi untuk membantu Zinzam, menyerang panti asuhan. Sebenarnya itu hanyalah kedok. Tujuan asli Cerberus adalah mencari Agna.

Grief yang berusaha melindungi perdamaian antara Elyosa dengan Logard, sengaja menentang Cerberus. Usahanya bukan hanya untuk melindungi Agna, tapi juga untuk melindungi Irina dan Orland yang merupakan anggota pasukan Cerberus.

Ia sengaja melakukan semua itu untuk mengalihkan perhatian Cerberus dari Irina dan Orland. Singkatnya, ia sengaja mengkambing-hitamkan dirinya sendiri.

Itulah alasan mengapa Grief bersikeras untuk membawa Agna. Ia sebenarnya ingin melindungi Agna dari Cerberus, ataupun Elyosa.

Itu juga yang menjadi alasan mengapa Cerberus sangat menginginkan Agna. Mereka sudah mengetahui jati diri Agna, makanya para Omega begitu menginginkannya.

Selain itu, Ive juga sempat memberitahu Ain kalau Agna itu 'spesial'. Di Elyosa, gadis keturunan 'Ratu Kebangkitan' memang memiliki kemampuan unik. Tapi kemampuan itu akan terbuka saat mereka menginjak usia 19 tahun. Sedangkan Agna, sedari kecil sudah memiliki kemampuan unik; untuk membaca DNA dan alam bawah sadar seseorang.

"Yah, kita sudah melihat langsung kemampuannya," ujar Ain menutup penjelasannya pada Riev dan Kiev.

"Hmm... Begitu, ya? Tapi, kenapa bisa? Kenapa bisa... Agna sudah memiliki kemampuan itu dari kecil?" Riev tak habis pikir.

"Master Ive sendiri tidak mengetahuinya. Tapi mungkin... Karena Xenatria master Ive bukan berasal dari Elyosa."

"Lalu??"

"Xenatria… Ah, Suami Master Ive, berasal dari Logard. Kita mengenalnya dengan baik. Master Orland."

[•X-Code•]

Ketiga pemuda itu terdiam dengan pikiran yang melayang kesana-kemari. Informasi yang baru saja didapatkan membuat mereka mulai meragukan Cerberus.

Selain itu, mereka juga meragukan tindakan mereka yang berniat untuk melawan Grief dan pasukan Abaddon miliknya.

Mereka juga berpikir, apa alasan Grief sampai menguasai daratan Logard sekarang? Kalau hanya untuk menyelamatkan Agna, mengapa harus repot-repot mengerahkan banyak pasukan untuk menguasai Logard?

Tampaknya, Ain belum memiliki jawaban soal itu.

"Cih! Sial!!" pekik Riev sembari mengepalkan tangan kanannya dengan keras. Ia tidak menyangka kalau Cerberus, yang selama ini ia kagumi, ternyata memiliki wujud yang buruk.

Ain bisa memahami perasaan Riev dengan baik. Ia juga merasakan hal yang sama dengan Riev.

"Jadi... Apa yang kita lakukan di sini?" tanya Kiev yang sedari tadi hanya terdiam dengan perasaan tak menentu.

"Kita akan berlatih menguasai Khy. Kita akan terus melanjutkan rencana untuk menyelamatkan Agna. Selain itu, kita juga harus bersiap untuk apa yang akan terjadi."

"Apa yang akan terjadi?"

"Tiash. Dia juga berasal dari Elyosa, bukan? Saat ini, Master Orland berhasil menyembunyikan informasi tentang Tiash dari para petinggi Cerberus. Tapi mungkin itu tidak akan bertahan lama."

Jawaban dari Ain membuat Riev dan Kiev kembali berpikir keras. Memang betul, Tiash bisa menjadi alasan untuk Elyosa menyerang Logard. Dulu, Orland juga sempat menyinggung itu pada Ain.

Tapi mau bagaimanapun, mereka memilih untuk tidak menaruh rasa peduli pada Cerberus, Elyosa, atau Logard. Bagi mereka, Tiash dan Agna adalah orang yang harus mereka lindungi, apapun yang terjadi nanti.

"Oh iya, Ain. Kau bilang, desa ini tempat kelahiranmu, 'kan? Kalau gitu... Orang tuamu ada di sini, kah?" tanya Riev.

Ain hanya terdiam sembari memalingkan muka. "Entahlah…." jawabnya singkat dengan nada pelan.

[•X-Code•]

Cukup lama bagi Ain, Riev dan Kiev menunggu di rumah kecil itu. Meski berwujud begitu sederhana, tapi sebenarnya rumah itu menggunakan banyak teknologi canggih seperti pengontrol suhu ruangan otomatis. Berada di sana mengingatkan mereka pada rumah Ive yang terlihat sangat sederhana. Bangunan dengan dinding kayu dan atap jerami sangatlah aneh di Logard. Makanya, baik rumah Ive atau rumah itu meninggalkan kesan yang kuat.

Setelah berjam-jam menunggu, tibalah seorang pria tua berjanggut putih terjuntai panjang hingga ke dada. Rambutnya yang berwarna putih keperakan akibat usia, panjang terurai hingga ke punggungnya.

Walaupun usianya sudah di atas 80 tahun, tapi otot-otot di tubuhnya tidak terlihat seperti pria tua pada umumnya. Tonjolan-tonjolan otot di tubuhnya bisa terlihat di balik jubah hitam yang ia kenakan. Sebuah tanda kalau pria itu terus melatih fisiknya meski sudah berusia lanjut. Di tambah lagi, tubuhnya begitu tegap, tidak bongkok seperti yang banyak dialami oleh orang yang sudah lanjut usia.

Bisa terlihat watak tegas yang tersirat jelas dari wajahnya. Namun wajah pria tua itu juga memancarkan aura kebijaksanaan dengan ketenangan batin, bisa dirasakan langsung oleh siapapun yang melihatnya. Bersama dengan pria itu, Luna kecil juga hadir di sana, mendampingi sang pria tua.

Dengan tatapan polosnya, Luna mengamati ketiga pemuda yang segera berdiri begitu ia tiba di sana.

"Di mana ibu?" tanya Luna yang tidak melihat kehadiran Ive di sana.

"Ibumu sedang bersama paman Grief sekarang, Luna," jawab Ain sambil melempar senyum lembutnya pada Luna.

Setelah menjawab pertanyaan Luna, Ain mengalihkan pandangannya pada sosok pria tua yang hadir di sana. "Lama tidak jumpa, Master," sapa Ain sambil membungkukkan tubuhnya, memberi hormat. Riev dan Kiev ikut memberi hormat seperti yang Ain lakukan.

Pria tua itu hanya terdiam tidak menanggapi sapaan. Ia menoleh ke arah Luna yang berdiri cukup dekat dengannya, lalu mengangguk pelan pada Luna.

Paham dengan apa yang dimaksud oleh pria tua itu, Luna mendekat ke arah Ain, Riev dan Kiev.

Luna memejamkan matanya, menghela napas panjang, lalu mengarahkan telapak tangannya pada Kiev.

"Kievra Draco, anak dari Balviev Draco, Pangeran ke-3 kerajaan Rovan. Battle Point, 75,"

Perkataan dari Luna mengingatkan ketiga pemuda itu pada Agna. Mereka tidak terlalu terkejut. "Yah, dia adiknya Agna. Wajar kalau punya kemampuan yang tidak jauh berbeda dari kakaknya," pikir mereka.

Setelah Kiev, giliran Riev yang 'dilacak' identitasnya oleh Luna. "Riever Draco, anak dari Balviev Draco, Pangeran ke-4 kerajaan Rovan. Battle Point, 78."

Pria tua itu terdiam sejenak setelah mendengar Luna membeberkan identitas mereka. Tatapan matanya tertuju pada kedua pemuda kembar tersebut. "Anak 'si keras' Balviev, huh?" gumamnya pelan, namun bisa terdengar oleh semua yang ada di sana.

"Tuan mengenal ayah kami?" tanya Kiev.

"Tentu, ayah kalian sempat menjadi muridku dulu."

Mendengar hal itu, Riev dan Kiev merasa terkejut. Disamping itu, kedua saudara kembar yang tengah mendampingi Ain menjalani misi itu juga merasa kagum.

Dulu, Balviev memang bercerita kalau ia sempat dilatih oleh seorang master bela diri yang sangat kuat. Bahkan, sang ayah pernah berkata pada kedua anak kembarnya itu, "Ayah rasa, tidak ada satupun ahli bela diri yang bisa menandinginya." Tentu saja keduanya merasa kagum sekaligus merasa beruntung, bisa berjumpa dengan 'Master' yang sempat diceritakan oleh Balviev.

Kemudian, Luna mengarahkan telapak tangannya ke arah Ain. Seperti sebelumnya, ia membeberkan identitas Ain, "Ainlanzer X Revolt, anak dari...."

Tidak seperti ketika ia membeberkan identitas Riev dan Kiev, ucapan gadis kecil itu terhenti begitu sampai pada bagian 'keturunan'.

"Uh... Kakek Rha.... Eh, maksud Luna, Master...." Luna kecil menatap pria tua itu dengan alis yang berkerut. Terlihat ada sedikit rasa heran dari raut wajah polos miliknya.

Pria tua yang sempat dipanggil 'Kakek Rha' oleh Luna, tersenyum sambil mengusap-usap kepala gadis kecil itu. Ia berkata dengan lembut padanya, "Tidak apa-apa Luna, kakek tahu siapa dia. Pergilah, tolong beritahu Zaina dan Elanor untuk bersiap. Kita mulai nanti pagi."

Luna tersenyum lebar sambil mengangguk. Dengan kaki kecilnya, Luna berlari kecil sambil melompat-lompat riang meninggalkan rumah itu.

Tapi kemudian ia berhenti. "Oh!" pekik Luna begitu teringat akan sesuatu. Ia bergegas, kembali ke rumah di mana Ain dan yang lainnya berada.

"Battle Point, 273!" ujarnya lantang, sambil menunjuk ke arah Ain.