Saat ini Shila sudah membereskan sedikit demi sedikit mejanya, mulai dari menyimpan pekerjaannya dan mengcopy soft filenya, dia juga sudah memasukan beberapa lembar kertas kedalam tas kulit kuningnya. Bukan kertas penting tentu saja, bukan juga kertas milik perusahaan, hanya tidak mungkin ia membuangnya, apa lagi berkas penting, ingat lah dia hanya karyawan biasa, bisa dipecat jika ketahuan memanipulasi data. Hanya kertas sobekan coret-coretan perhitungan pajak dan beberapa kata pribadi, yang ia yakin ia akan malu jika itu di baca orang lain. Berikutnya ia memasukan handpone flipnya kedalam tas. Jam didinding sudah menunju angka 6.
Gadis itu menunduk, membereskan heelsnya dan memakainya dengan sangat hati-hati. Sampai terdengar sebuah suara yang datang dari gadis sexy di sampingnya.
"sudah selesai Shila?" Tanya gadis sexy itu.
Dengan cepat gadis itu mengangkat kepalanya dan menyebabkan kepala mungilnya terbentur, mengenai meja kerjanya.
"awwwhh" pekiknya.
"aww, itu pasti sakit sekali, kau baik-baik saja?" Tanya Septy. Tangannya terulur untuk membantu Shila.
Sedangkan Shila hanya bisa mengelus kepalanya sambil meringis, disisi lain dang Direktur yang melihat itu, hanya mengeluarkan dengusan mengejek.
"berhati-hatilah Miss. Hill, sepertinya nasibmu hari ini begitu buruk, bukan?" uajrnya santai.
Gadis itu berdiri dan sedikit menuju Direkturnya, melirikkan matanya 'dia sangat menyebalkan' pikirnya.
"terimakasih atas peringatanmu, sir. Aku akan berusaha mengingatnya," jawabnya sedikit kaku.
"dan aku berpikit kau bukan pengingat yang baik, saying," ucapnya cepat. Dia sudah berjalan keluar ruangan sebelum Shila dan Septy tersadar dari keterkejutan mereka.
"astaga! Septy , kau tadi mendengar dia bilang apa? Sweetheart!,"Tanya Shila, ia nyaris memekik.
"entahlah Shila, aku sendiri tidak bisa mempercayai pendengaranku," jawab gadis itu cepat.
Kedua gadis itu berpandangan, lalu menggeleng dan melupakan apa yang baru saja terjadi. Mereka berdua mulai bangkit berdiri danberjalan keluar ruangan, untuk pulang.
^^^^^^
Hanya menunggu beberapa menit, gadis berambut pirang dan berdada sexy itu sudah di jemput oleh pujaan hatinya. Shila melepas tanda pengenal yang dia kenakan sedari tadi, lalu memasukannya kedalam tas. Namun ia baru ingat ia belu memeriksa Train card miliknya, siapa tau ia belum memasukannya kedalam tas. Ia sudah beberapa kali mengalami itu. Kartunya tertinggal di kantor, padahal ia sudah ada di station.
Gadis itu kembali duduk di kursi lobby lalu memeriksa isi tasnya, tidak ketemu. Apakah tertinggal di meja kerjanya? Akhirnya ia memilih kembali kearah lift untuk mencari Train card nya di meja kerjanya.
Gadis cantic itu segera mengambil handpone flipnya begitu lift terbuka dan mencoba menghubungi kakak perempuannya.
"Bella, sudah dimana?" tanyanya dengan segera saat panggilan telah diangkat.
"apa kau sudah sampai di toko buku? Tunggu sebentar Bella, sepertinya Train card ku tertinggal, aku harus mengambilnya," ujar gadis itu terburu-buru. Bahkan sekarang ia sudah berlari di koridor kantornya. Terlebih ia tidak sadar berpapasan dengan Direkturnya. Dia juga melupakan fakta heelsnya bisa patah kapan saja.
Ia menjepit handponenya dia antara bahu dantelinganya danmulai mencari di sekitar meja kerjanya.
"apa?" pekiknya dan gadis itu sekali lagi membenturkan kepalanya pada laci meja kerjanya. Kembali ia hanya bisa mengelus belakang kepalanya sayang.
"Bella matikan handpone nya sekarang, jangan membuatku merasa bersalah. Mencari waktu kosong untuk kalian itu sangat sulit. Aku akan segera menemukannya, jangan khwatir, aku matikan ya,"
Baru beberapa detik handponenya ia matikan, sekarang handpone nya kembali berbunyi.
"Make?" Tanya Shila dengan nada tidak percaya, bahkan gadis itu nyaris memekik kegirangan, "oh my gost, kapan kau kembali ke US, darling?," Tanya gadis itu menggebu.
"haha, oke maaf, mau ku jemput?" Tanya Shila lagi.
Pemuda di seberang masih berbicara, menjelaskan sesuatu padanya.
"astaga aku hampir saja lupa, bahkan di rumah kakek mu akan banyak Butler yang bisa menjemputmu kapan saja,"
Shila terlihat mengangguk angguk kecil.
"baiklah, aku akan kesana saat kau pulang, berikan aku kejutan dan pastikan aku terkesan," ujar Shila.
Lalu dari sebrang terdengar suara keras lalu salam dan sambungan di matikan.
Saat gadis itu menyunggingkan senyum manisnya. Ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang mendarat di bahunya. Ia tersentak dan berbalik untuk melihat seseorang yang ada di belakangnya.
"sir, kau mengagetkanku" pekik Shila, ia hamper marah karena sangat terkejut.
Direkturnya hanya menampilkan wajah datar sebagai jawabannya lalu membuka suara, "kau gadis yang paling menyebalkan yang pernah aku temuai. Apa aku harus menunggu setengah jam lagi agar aku bisa bicara denganmu?" tanyanya.
Gadis itu meringis sungkan juga bingung tapi akhirnya ia membuka suara, "anda sudah di belakangku sejak tadi? Berapa lama?," Tanya Shila pelan.
"jika kau sangat peduli dengan ucapanku harusnya kau membuatku marah," desisnya. Direkturnya itu berkata dengan datar tapi terdengar kesal lalu melemparkan sesuatu ke atas meja Shila. Ia Mengencangka dasinya dan berjalan keluar meninggalkan Shila yang amsih terbengong.
Gadis itu mengamati sesuatu yang ada di mejanya, yang di lemparkan oleh sang Direktur. Ia memegangnya dan gadis itu tau apa itu, tarin card nya. Lalu dari man si Direkturnya itu mendapatkannya? Apa iya menemukannya terlebih dahulu sebelum dirinya? Ah sudahlah, ia harus segera pulang sekarang dan memasak untuk santapan malamnya. Kakanya mungkin mala mini tidak akan pulang karena sudah bersama k=tunangannya. Gadis itu harus cepat karena harus mampir ke mini market untuk membeli bahan makanan.
^^^^^^
Pagi ini Shila datang lebih awal ke kantor, ia berniat menemui Direkturnya terlebih dahulu untuk mengajak berbicara personal sebelum kegiatan bekerja dimulai. Kemarin ia sudah membantu menemukan train pass miliknya, hati ini gadis itu akan berterimakasih padanya. Jam di tanganya masih menunjukan pukul. 08.30, teman-teman sekantornya bahkan belum datang.ia membuka pintu kantornya dengan pelan dan masuk kedalamnya. Ia menaiki lift menuju keruangan tempatnya bekerja, saat ia memasuki ruang kerjanya, terlihat ruang gerak kosong dengan pantry lengkap dengan meja dengan beberapa kursi di depannya. Gadis itu berjalan melewati ruanga itu dan memasuki ruangan kaca milik Direkturnya. Ada seperangkat sofa untuk menyambut tamu penting dan beberapa hiasan dinding serta tanaman hias agar ruangan itu tetap terlihat kering. Barulah meja kerja kerja sang direktur yang berhadapan langsung dengan meja kerja gadis itu dan Septy.
Gadis itu melihat kesekeliling ruangan sang direktur, ia mendekat bersandar di tepian meja kerja direkturnya, melihat kursi kerja Direkturnya yang terlihat nyaman ia pun berinisiatif untuk mencobanya. Gadis itu tersenyum senang, kursi Dorektur itu benar-benar nyaman tidak sepeti kursi kerja miliknya. Gadis itu memutar kursi kearah kaca besar di belakangnya dan merasa tapjup dengan pemandangan yang di suguhkan dari sini. Ketika ia membuka resleting tas yang ada di pangkuannya, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara.
"ada yang bisa aku bantu nona?" Tanya suara itu dan Shila tau itu suara Direkturnya.
Reflex gadis itu berbalik danberdiri dari duduknya. Ia memandang kearah Direkturnya dan ia berjalan ke sisi meja yang kosong. Tapi sial kakinya tersandung sudut meja yang membuatnya lebih malu dari yang seharusnya.
Gadis itu membenahi rambutnya yang terurai pipinya terlihat bersemu, "maaf sir, bukan maksudku untu..k" hening. Gadis itu tidak dapat meneruskan kalimatnya. Ia hanya bisa menatap Direkturnya dengan memelas.
"ehm! jika kau ingin, kau bisa duduk di tempatmu hari ini, silahkan di lanjutkan" serunya. Direktur itu sudah hamper melangkah keluar dari ruangannya jika gadis itu tidak menahan lengannya pelan.
"tunggu, Sir," ujarnya cepat "Ah, maaf" lanjutnya, lalu ia melepaskan lengan Abra dan mengambil tas kecil nya yang ia tau di atas meja.
Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. sebuah wadah makanan berbentuk persegi dan menyerahkannya pada Abra.
"aku bermaksud memberikan ini sebagai ucapan terimaksih, atas bantuan anda kemarin," ujar Shila menjelaskan.
Direktur itu hanya mentap manik Shila datar, "kau ingin meletakannya di mejaku dan berharap aku akan memakannya tampa tau siapa yang meberikannya pada ku?"
Gadis itu menggeleng cepat, "buka, Sir. Aku hanya ingin meletakannya di situ dalu baru nanti aku akan berbicara pada anda," jawabnya cepat, tangannya masih terulur pada Abra.
"apa itu?" Tanya Abra singkat.
"Chocolate lava cake, tadi pagi aku membuatnya dan yang aku tau anda menyukainya jadi…"
"terimakasih" ujar Abra memotong kalimat Shila dengan acuh, mengambil kotak dari tangan Shila.
Gadis itu tersenyum senang saat si Direkturnya menerima Chocolate lava cake buatannya, lalu mengangguk sambil menggigit bibirnya. Setelahnya ia berjalan menjauh dan kembali kemeja kerjanya.
^^^^^^
Shila masih berkutat dengan computer di depannya, memasukan sekedjul sang direktur yang membuatnya pusing mengingat banyaknya cleeand yang membuat janji temu. Dari yang meminta minggu ini sampai jadwal rapat pemegang saham dan masih banyak lagi. Ia berharap tidak akan menua karena terlalu memusingkan jadwal-jadwal sang Direktur.
Di liriknya meja Direktur, Septy masih berbicara dengan Direktur tampannya.
"baik lah, ubah pertemuanku dengan Mr.Abigail jadi malam ini dan bilang pada Miss. Hill untuk bersiap lembur," ucap Abra.
Dengan segera Septy keluar dari ruangan kaca itu dan menghampiri mejanya yang ada di samping meja Shila.
"mala mini kau akan lembur dengannya, jadi bersiap-siap lah dan beri aku cerita yang menarik, besok" ujar Septy sambil berbisik menggoda. Gadis itu hanya tersenyum menanggapinya.
Shila sudah cukup jelas mendengarnya dan dia harus cepat menyelesaikan tugasnya yang sudah sangat menumpuk. Apa lagi haru ada jadwal yang di rubah lagi.
"Shila, ingin makan apa hari ini?" Tanya septy. Ia terlihat sudah menyelesaikan tugasnya beberapa menit lalu. Ia tinggal ke kantor Mr. Abigail untuk memastikan jadwal pertemuan.
"sepertinya aku tidak akan turun ke kantin, pekerjaanku belum selesai Septy, lihatlah" ujar Shila dengan nada kecewa.
"yahh, lalu bagaimana?" tanyanya.
"aku sudah membawa roti bluberry dan air mineral, kurasa itu sudah cukup untuk makan siangku"
"huh, itu sebabnya kau tidak bisa tumbuh" ujar Septy.
"oh, ayolah jangan mencelaku seperti itu" balas Shila
Keduanya hanya tertawa tipis, tajut terkena teguran sang Direktur yang bisa muncul tanpa di duga duga.
Jam memang sudah mendekati jam makan siang. Tapi gadis itu masi saja berkutat dengan pekerjaannya, hanya beberapa menit lalu ia membalas pesandari Make.
"kau ingin menitip sesuatu?" Tanya Septy yang bersiap untuk keluar dari ruangan.
"tida Septy, terimakasih. Roti ini sepertinya sudah benar-benar cukup" jawabnya.
"baiklah kalau begitu, satu lagi. Kau terlihat sanga manis dengan bandana merahmu itu" ucap Septy, "dan sangat sexy dengan heels baru mu itu" bisiknya.
"benarkah? Kau membuatku tersipu, sudah cepatlah jangan sampai kau tidak kebagian tempat" ujar Shila mengingatkan.
"emm jangan meragukan kemampuan ku, aku sangat handal dalam merayu" jawan Septy penih percaya diri.
Shila tertawa pelan "soal itu aku tidak akan meragukannya" jawab Shila.
Septy melambai dan hilang di balik pintu setelah mengucapkan salam.
Bukan sengaja, tapi memang beberapa hari ini dirinya hanya memakan roti pada jam istirahat. Itu karena dia malas berdesakan saat antri di kantin kantornya.
Hari ini gadis itu memakai kemeja putih panjang yang di masukan kedalam rok duyung selutut dilengkapi ikat pinggang mungil berwarna coklat muda. Gadis itu mempercantik rambutnya dengan sebuah bandana merah dengan aksen mutiara dia bagian atasnya. Soal heels barunya ia menggunakan hells runcing berwarna senada denga bandana yang ia kenakan.
Gadis itu mengeluarkan sebotol air mineral dan roti isi dari dalam tasnya. Ia mebuka dan meletakannya di atas meja setelah membaginya menjadi dua bagian. Gadis itu masih terus mengetik sedangkan tangankanan nya iya gunakan untuk menyuapkan roti kedalam mulutnya.
"sepertinya enak," ucap suara yang sudah berada di sampingnya.
Gadis itu menghadap pada sumber suara dengan mulut yang masih penuh dengan roti isinya.
"harusnya saat kau makan seperti itu kau tinggalkan dulu pekerjaan mu" ucapnya datar. Ya itu adalah Direkturnya.
Dengan cepat gadis itu mengambil sebelah roti yang masih ada dengan tangan kanannya. Lalu mencoba menelan roti yang ada di dalam mulutnya.
"mau mencoba?" Tanya gadis itu , ia mengulurkan tangan kanannya.
"baik hati sekali"ujar sang Direktur. Pria itu menarik tangan kiri Shila kearah wajahnya. Dengan segera ia memasukan potongan roti bekas gigitan Shila ke dalam mulutnya.
Gadis itu tersentak dan bergumam, "sir,"
Pria itu hanya menatap Shila, menatap mata hazel gadis itu dengan mata sehitam malamnya. Menolak saat gadis itu hamper mengalihkan pandangannya.
"kenapa? Apa kau keberatan? Bukankah kau tadi menawariku? Kau tidak punya penyakit menular kan,?" tannya. Ia memasukan potongan terakhir roti itu ke dalam mulutnya tetapi tidak melepaskan tangan Shila.
Gadis itu hanya menggele
ng pelan. Wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus. Sedangkan pria itu mengangkat dusut bibirnya keatas membentuk sebuah senyum tipis. Senyum itulah yang bisa membuatnya gila.
Pertia itu menjulurkan lidahnya, menjilati sela-sela jari gadis itu pelan. Gadis itu sedikit membuka mulutnya, "sir, itu.."
"itu apa? Diamlah" perintahnya. Dari suaranya peria itu tak mau di bantah. Ia masih memandang lekat gadis di depannya itu.
Tak berhenti disitu saja, Abra memasukan kedua jari Shila kedalam mulutnya. Membuat gadis itu terdiam bagai terhipnotis. Hembusan napas Abra di jadinya membuat ia merasa ada di atas awan. Hamper saja gadis itu mengeluarkan desahan, tapi ia tahan denganmembekap mulutnya dengan punggung tangan sebelahnya membuat belakang kepalanya pening.
Dengan perlahan peria itu meletakan tangan Shila di atas paha Gadis itu. Kemudian membungkuk lagi dan berbisik lembut di telinga gadis itu. "terimakasih. Itu tadi terasa Nikmat,"
Tubuh gadis itu bergetar karenanya, bahkan bagian tubuh bawahnya terasa panas, mati rasa. Yang bisa gadis itu lakukan hanya memandang punggung sang Durektur yang sudah berjalan menuju meja kerjanya.
^^^^^^
Setengah jam sudah berlalu dari waktu yang begitun membuat gadis itu nagai di dalam mimpi. Melihat sisi dari Direkturnya yang begitu menggoda di depannya. Gadis itu mesih berkutat dengan computer di depannya berusaha mengalihka Direkturnya dari rasa malu pada Direkturnya.
"Shila. Hey, Direktur memanggilmu, apa kau melamun?" Tanya Septy. Ia menyenggol lengan Shila dengan lengan panjangnya.
"hahh..em.. apa?" ujarnya dengan bingung.
"dia meminta laporannya dari devisi keuangan" ucap Septy.
Tak butu dari dua menit prit out sudah selesai di rapihkan dandi jepit oleh gadis itu, ia berjalan menuju ruangan Direkturnya.
Gadis itu berdiridi kana meja Direkturnya yang sibuk mebolak balik sebuah berkas dengan alis mengerut, terasa aura mencekam dari sekeliling sang DIrektur. Apa dia membuat kesalahn?.
"siapa yang memberikan ini pada mu!? Pajak lebih besar dari keuntungan perusahaan bulan ini? DAMN!!!" Tanya Abra. Ia masih mencermati laporan itu, kemudian barulah ia menatap Shila.
"maaf sir, anda jelas tau saya hanya menerima berkas itu dari devisi keuangan" ujarnya menjelaskan.
"tentu aku tahu. Saat itu juga aku berpindah dari devisi keuangan menjadi Direktur saat ini. Haruskan itu kau beritahu padaku, hah?" serunya.
"maaf sir, bukan maksudku seperti itu, aku hanya tidak ingin anda terlalu marah,"
"sudahlah"
Gadis itu terlihat bingung, tentu saja ia buka dari divisi keuangan yang paham soal perpajakan dan sebaginya.
"oke ini sudah terlanjur, aku tahu" ucap Abra.ia menghela napas sebentar walau masih meunjukan wjah datarnya.
Septy yang melihat kemarahan sang Direktur menjadi bertanya-tanya, apakah ada yang salah?. Raut wajah pria itu sedikit tagang, bahkan Shila tidak pernah melihat ekspresi seperti itu sebelumnya.
"katakana padaku, kapan rapat direksi terakhir kali dilaksanakan" Tanya Abra pada Shila.
"beberapa hari setelah aku masuk keperusahaan ini." Jawb Shila "itu setengah tahun lalu, sir" lanjutnya.
"lalu rapat gabungan?" tanynya lagi
"direksi dan divisip, sir?" Tanya Shila memastikan
"ya" jawab Abra singkat.
"itu dilakukan 2 bulan setelahnya, sir" jawab Shila pasti.
"lalu RUPS? Bulan depan?" Tanya Abra dengan tidak sabaran.
Pria itu masih mengepalkan jarinya. Lalu ia bangkit dari mejanyadan mengasak laporan ke uangan hingga tercecer.
"BRENGSEK!!!" bentaknya.
Septy dibuat sangat terkejut begitu pula Shila yang ada di hadapannya. Dengan cepat ia mengambil handponenya. Mencoba menghubungi menghubungi seseorang.
"dimana kau?" desisnya kesal.
Suara dari sebrang sepertinya sedang berbicara sesuatu
"tetap disitu! Jika aku tidak menukanmu di sana aku akan menghajarmu! Pegang kata-kata ku".
Pria itu jelas marah. Bahkan begitu marah sampai ia harus menarik dasi yang melekat di kerah kemejanya dengan kasar. Lalu pria itu berjalan cepat kea rah pintu dan keluar dari ruangan.
Masih hening suasana ruangan itu jika saja telepon di meja sang Direktur. Shila yang masih bergetar panic itu dengan cepat mengangkatnya.
"halo,.." suara bergetar itu begitu kentara.
"bawakan laporan sialan itu padaku, sekarang juga" ucap Abra. Masih ada nada marang yang begitu kental terasa.
Gadis itu hanya bisa mengangguk dan tak bis amengeluarkan suaranya dans etelah beberapa detik berlalu terdengar sambungan telah terputus.