Shila mengenakan dress formal berkancing hari ini. Dengan warna nevy dengan aksen putih yang manis, dan mengenakan ikat pinggang yang mempercantik tampilannya. Gadis itu menjepit rambutnya dengan sangat manis dan sederhana. Ia menggunakan heels tinggi dengan warna putih yang sangat pas di kaki mungilnya juga membawa tas kecil berwarna coklat yang ia gunakan minggu lalu.
Gadis itu melihat kejam tangan mungil miliknya, masih jam 07.30 ia tidak akan telat sampai di kantornya oleh sebab itu saat ini ia masih berjalan santai di trotoar menuju depan kantornya.
Pagi ini sama seperti pagi biasanya, saat tiba di lobby kantor ia beberapa kali bertanya pada Septy melihat beberapa teman sekantornya membicarakan sesuatu, "ada apa Sep?" tanyanya penasaran.
Septy tersenyum senang, "oh itu, Direktur kita akan mengadakan acara sabtu depan".
Gadis manis itu tersenyum tipis, "begitu ya?" tanyanya.
"kau akan datang kan?" Tanya Septy.
"Mungkin, tapi aku tidak begitu yakin," Jawab Shila.
"ayolah manis, beberapa bulan lalu kau tidak ikut dalam pesta penyambutannya dan sekarang kau akan melewati kebaikan hatinya?" Tanya Septy.
"dulu itu karena Bella sakit, mana mungkin aku meninggalkannya sendirian," uajt Shila meminta pengertian.
"ya, tapi semoga saja sabtu depan tidak terjadi sesuatu yang akan menghalangimu datang. Kadang aku berpikit dia terlalu galak padamu dengan sebab kau tidak datang di pesta penyambutannya" Ujar Septy.
"mana mungkin karena itu, kau mengada-ada. Baiklah akan aku uasahakan," jawab Shila kemudian.
Next Sabtu depan….
Shila khawatir jika terjadi sesuatu dengan Abra, sudah 9 hari setelah pengumuman itu di buat, Abra tidak lagi datang kantor. Tidak ada keterangan diaman dia . kehadirannya juga alfa. Tidak ada yang mengetahui keberadaannya, bahka Ceo sekalipun karena beberapa kali pria itu mendatangi ruangan mereka. Bahkan ia berkata Abra tak ada di flatnya. Ia juga bilang Abra tidak ada di rumah orang tuanya.
Seharian ini yang dilakukan gadis itu hanyalah melamun. Hari sabtu yang di janjikan Direkturnya itu sudah tiba, tapi sampai saat ini dia tidak menampakan diri.
Beberapa rekan mereka memang sudah membersihkan meja, merapikan penampilan mereka dan bersiap pulang, tetapi beberapa detik kemudian pintu ruangan itu di buka secara kasar. Pria itudengan penampilan sedikit tidak rapi tapi selain itu tidak ada yang aneh dengan tubuhnya.
Yang pertama kali ia ucapkan adalah, "ayo kita makan malam,". Ia tidak memasang wajah datar seoerti biasa. Ada senyum manis di wajahnya.
Shila menepuk dadanya lalu ia menghapus air matanya yang mengalir tanpa bisa di cegah, bahagia bisa melihat Abra. Septy, gadis itu menenangkan dengan mengelus bahu Shila.
^^^^^^
Shila masih berusaha menenangkan diri ketika ia berjalan ke restoran, masih di damping Septy.
"sudah Tenang Shila?" Tanya Septy.
Gadi itu hanya mengangguk. Rekan-rekannya sudah masuk kedalam restoran dan gadis itu menyuruh Septy agar menyusul mereka, sedangkan ia beralasan akan ke toilet yang ada di pojok restoran itu. Septy mengiya kan dan berjalan menuju rekan-rekan mereka. Dari arah pintu Abra menunggu Shila, memasukan tangannya kedalam saku celananya.
Sudah 9 hari ia tak melihat gadis itu dan perasaannya masih sama. Jantungnya masih berdetak kencang dan tubuhnya masih mendamba. Shils membasuh wajahnya di washtafel tetapi tiba-tiba dari arah samping ada seorang gadis yang tidak senganya bersenggolan dengannya. Abra berjalan mendekat tetapi tiba-tiba gadis itu berseru senang, bukan marah.
"Bella?" ujar Shila senang, jelas adri suaranya, Abra berhenti dan mengamati interaksi kedua gadis itu.
"Shila," ujar gadi berambut pendek itu, dengan senang ia memeluk Shila begitu saja, "maaf, aku mengagetkanmu, ah,.. kau butuh tisu?" lanjut gadis itu. Ia mengambil tisu di dalam tasnya dan memberikannya pada Shila.
Shila tersenyum menerimanya dan mengeringkan wajahnya, barulah mereka berdua melanjutkan obrolan mereka lagi.
"kau sendirian, Bella?" Tanya Shila.
Tentu tidak, aku bersama keinan, " jawab gadis itu dengan pipi merona merah.
"kencan?" tebak Shila senang.
"Bella," seru seseorang dari kejauhan dan orang itu tak lain si mata empat Keinan. Ia tersenyum menatap kedua gadis itu.
Lelaki itu langsung melingkarkan lenganya pada pinggang Bella. Sedang tangan kirinya mengacak rambut Shila pelan, membuat Shila tersenyum dan memeluknya.
"aku merindukanmu," ujar Shila senang.
Pemuda berkacamata itu melepaskan pelukanya, "aku rasa, aku tidak," jawab Keinan.
"sombong sekali, setiap kali aku kerumahmu hanya ada bibi Rose sedang kau dan paman selalu sibuk di rumah sakit. Apa itu jadi salahku?" tanyanya, ia memajukan bibirnya. Kalau begitu malam ini bagai mana? Aku dan ayah ada dirumah," ujarnya menawari.
"tidak bisa, aku dan teman-teman sedang makan malam bersama," jawab Shila, ia tersenyum manis. "jika kalian ingin pergi aku tidak menghalangi," ujar Shila cepat.
"Miss. Hill," ujar Abra dengan nada pelan dan dalam. Ia sudah berada di belakang Shila.
"halo Abra, lama tidak berjumpa," sapa Keinan . ia tersenyum simpul, sedikit dipaksakan.
"jika kau tidak ingin menyapaku, kau tidak perlu memaksakan dirimu, Keinan jhonson," uajar Abra datar, hamper dingin.
Gadi bernama Sofia itu segera menengahi, tahu ada yang tidak beres dengan lelaki yang ada di belakang Shila dengan kekasihnya. "sampai jumpa Shila, datanglah kerumah Bibi dua hari lagi, makan malam oke. Aku yang memasak," ucapnya cepat.
"sampai jumpa anak manis," ucap Keinan. Ia mengelus kepala Shila lagi, baru kemudian pergi.
Mereka bedua pergi meninggalkan tempat itu, masih tersenyum pada Shila lalu kemudian berbalik dan berjalan lurus. Gadis bernama Sofia ituterlihat bergelayut manja di lengan Keinan dan meletakan kepalanya di bahu lebar lelaki itu.
Abra menarik Shila kearahnya, pria itu memeluk Shila dengan erat dengan tiba-tiba, tak ingin melepasnya, meletakan satu tangan di sela rambut Shila denga yang satunya di pinggang kecil Shila. "berapa lama kau harus memperhatikan mereka?" haruskah aku menggunakan bibirku beserta lidahku agar kau sadar dan segera masuk" bisik Abra di telinganya.
Gadis itu lemas seketika mencoba tetap berdiri tegak tegak diatas heels tingginya, gadis itu seperti kehilangan setengah nyawanya, setenga dari jiwanya dengan napas tertahan dan wajah merona.
Abra menatap wajah Shila dengan intens lalu memindahkan tangannya ke dagu gadis itu, "tutup bibirmu saying, atau aku akan melumatnya sekarang," bisiknya pelan tepat di depan daun telinga Shila dan menjilatnya. Ia menatapnya sebentar dan menjauh kan wajah mereka. Membawa Shila masuk ke dalam restoran , Shila hanya mengikutinya dengan suka rela.
^^^^^^
Shila berpamitan untunk pergi ke toilet yang ada di dalam restoran itu, gadis itu merapatkan coat gadis itu yang sedikit terbuka. Berjalan agak terhuyung, rambut lurusnya sudah sedikit berantakan walau jepitan manisnya masih di tempat semula, gadis itu mengencangkan ikat pinggangnya yang senada dengan coatnya.
Ia berhenti berjalan lalu berjongkok sebentar, meletakan tasnya yang berukuran agak besar. Ia mengepalkan tanganya dan memukul kepalanya yang sedikit terasa pusing.
Ia melihat kea rah jam tangan warna putuh miliknya. Jam menunjukan pukul. 9 malam. Ia lupa jika kereta yang ia tumpangi untuk pulang pasti sudah habis. Tak menunda waktu lagi ia segera keluar dari dalam toilet itu. Jalannya semakin terganggu sepertinya minuman yang tadi ia minum mengandung sedikit alcohol, itu terbukti ketika seseorang di belakangnya memanggil namanya.
"Shila bisakah kau membantuku,?" Tanya orang itu yang adalah Roy, karyawan divisi marketing di kantornya.
Shila belum peduli karena ia tak sadar jika lelaki itu kini sudah menghadang jalannya, gadis itu memegang kepalanya yang sedikit terasa pusing, namun masih sadar walau pengelihatannya sedikit kabur.
"Shila bisa kamu membantuku mencari kunci mobilku yang hilang,?" Tanya pria itu lagi.
Shilka menatap orang di depannya dan tersenyum, ia mengedipkan matanya beberapa kali. Pria itu membalas dengan senyum lebarnya.
Gadis itu sedikit berpikit lalu mengangguk dan berjalan berbalik sambi membantu mencari, "kau yakin hilangnya disekitar sini, Roy?" tannya Shila.
"sebenarnya aku tidak peduli dengan kunci mobil itu, manis" ujar Roy sarkas. "yang aku cari adalah malam panjang bersamamu, saying," lanjutnya.
Hazel gadis itu membesar. Membulat terkejut. Shila mulai memberontak mencoba mendorong lelaki itu. Menampakan betapa lemah ia sebagai seorang gadis, apa lagi dirinya dalam keadaan setengah mabuk. Ia mencoba menjerit tetapi yang keluar hanya iar mata dari kelopak matanya.
Lelaki itu mendorong Shila masuk kedalam toilet pria yang terlihat sepi. "sebentar saja sayang, mari kita bersenang-senang untuk mala mini," ujarnya sambil menarik rambut Shila.
Gadis itu semakin sesak dalam tangisnya, ia sesekali meminta tolong dengan suara lirih, "mala mini aku akan merasakan milikmu yang basah dan hangat," Roy berucap, ia mulai membuka coat milik Shila dan melebarkan kaki gadis itu dengan dirinya yang ada diantaranya.
Shila makin terisak menangis dalam diam, tenaganya sudah habis akibar perlawanannya, kepalanya semakin pusing, ia begitu berharap agar ada seseorang yang menyelamatkannya.
Di bangkunya Abra menatap ke arah dimana Shila pergi. Acara makan mala mini memang masih sangat panjang, namun gadis itu sudah terlalu lama menghilang jika hanya ke toilet.
"brengsek!"umpat Abra pelan.
Ia merasa sangat tidak nyaman di tempat duduknya, ingin menyususl Shila dan memastikan keadaan gadis itu. Pada akhirnya ia kalah dan berdiri pamit memberi alasan telpon masuk. Abra berjalan kearah kamar mandi namun ia tidak menemuka gadis itu. Ia masuk dan mencari ke dalam bilik yang kosong seluruhnya. Merutuki diri sendiri karena kebodohannya. Sedang di tempat lain Shila masih menangis sesenggukan ketika Roy menelusuri tubuhnya dengan tangan lelaki itu. Terasa jijik walau mereka belum membuka satu helai benangpun baju yang mereka kenakan.
Roy menatap dengan senyum cabulnya lalu menjilati leher putih Shila. Ia menjambak rambut Shila dan mulai membuka kancing coat milik Shila. Rok yang ia kenakan sudah terangkat karena memberontak . keadaan gadis itu begitu mengenaskan dengan mulut yang sudah tersumpal dasi.
Abra keluar dari toilet wanita itu dengan wajah frustasi, ia berjalan ke arah pintu keluar namum pandangannya terhenti ke arah toilet pria yang terlihat redup.
Shila bergidik ngeri ketika tangan Roy mengelus paha dalamnya nyaris menyentuh pangkalnya lidahnya masih menciumi tulang lehernya yang berusaha ia tutupi.
Shila hanya menutup mata, sekarang ia hanya bisa pasrah. Berdoa agar seseorang datang menyelamatkannya.
Hanya selang beberapa deti setelah ia menyelasaikan permohonannya , dengan cepat seseorang menarik dan membanting Roy . gadis itu terkejut sekaligus lega sampai tergugu tanpa suara . pria berambut hitam itu melayangkan beberapa pukulan tanpa henti ke wajah Roy yang tak bisa melawan.
Tubuh gadis itu bergetar ketakutan dengan tangis saat Abra mendekat. Ya orang itu adalah Abra. Abra dengan cepat melepas Jas nya dan memakaikannya ke tubuh Shila yang nyaris terekspose. "terimakasih, tuan," dan mencoba berdiri.
"Shila" uajr Abra, tetapi gadis itu menjauhkan tubuhnya reflex dan berlari menuju wastafel untuk memuntahkan isi perutnya. Dengan sigap Abra membantu memegangi rambut Shila.
^^^^^^
"Sir,.. emm .. itu. Aku baik-baik saja, jadi aku rasa anda bisa menurunkanku saja," ujar Shila. Ia melepas tangan kananya dari dada Abra.
Abra hanya menatapnya datar. Lelaki itu sudah membawa Shila tanpa meminta persetujuan setelah insiden pemerkosaan itu. Saat ini mereka sedang berada di lift bangunan apartemen yang Abra tinggali.
"Sir.." ujar Shila lagi, mencoba menarik perhatian Abra.
"emm.." Abra menjawab dengan gumaman.
"bukannya aku tidah sopan atau tidak tahu terimakasih, tapi kenapa anda tidak mengantarku ke rumah?"
Abra menunduk dan menatap gadis itu tajam, "tidak! Demi tuhan! Apa aku akan meninggalkanmu sendirian setelah kejadian ini, kau yang mabuk dan tanpa perlindungan?"
"tap_pi ini…"
"diamlah. Aku sedang tidak ingin dibantah! Atau kau ingin aku membungkam bibir mu itu dengan mulutku?" seru Abra, dia menggunakan sifat diktatornya yang terlihat sexy dan suara yang tersengar serak.
Reflex Shila menutup bibirnya dengan sebelah tangannya, sedang Abra tersenyum tipis melihat itu. Sesaat setelah itu mereka keluar dari lift.
Ia dan Shila sudah masuk kedalam Flat milik Abra. Abra mendudukan Shila di atas sebuah kursi kayu di depan tempat tidur berukuran king size lalu ia membuka jas dan kemejanya hingga menampakan dada polosnya, sedangkan Shila mengamati kegiatan itu, sedikt tergiur.
Abra mengambil sebuah kemeja dari dalam almari dan mendekati Shila. Dari sudutnya Abra masih bisa melihat payudara Shila yang terekspose.
"mandilah dankenakan ini, di dalam ada sikat gigi dan handuk baru, kau bisa menggunakannya" Ujar Abra meletakan kemeja itu di pangkuan Shila lalu pergi keluar dari kamar itu.
Shila tersenyum melihat kebaikan Direkturnya, ia berjalan menuju kamar mandi yang ada di sudut ruangan, tiba-tiba saja ia hamper terjatu jika saja Abra tidak menangkapnya. Entah bagai mana lelaki itu sudah ada di belakangnya.
Berbeda dengan Abra, pria itu merasakan sesuatu dengantangan kirinya, ia menangkupnya dan meremasnya pelan
'tanpa perlindungan , kenyal, dan lembut. Oh shit man!' ujarnya dalam hati sambil terpejam.
"kau tidak memakainya Shila?" Tanya Abra tepat di telinga Shila, pria itu berbisik saat membantunya berdiri.
Gadis itu menggeleng hingga pipinya bersentuhan dengan bibir Abra, ia tersentak dan berucap, "Septy yang menyuruhku, sir" ujarnya , " untuk mendapatkan napasku" lanjutnya.
"akan aku ambilkan alas kaki ubtuk mu," rahang Abra mengeras, mencoba menemukan kontrolnya.
^^^^^^
30 menit kemudian gadis itu telah keluar dari kamar mandi. Baguslah jika tidak, mungkin Abra akan mendobrak pintu itu. Rambut gadis itu terurai tanpa jepit seperti biasanya, ia hanya mengenakan kemeja yangdiberikan Abra kepadanya yang terlihat sedikit kebesaran hingga menutupi setengah pahanya. Mengamati dan Abra tahu jika gadis itu tidak mengenakannya lagi, menyembul dan tercekat jelas menantang.
'sialan!' umpatnya dalam hati.
Sedikit gusah Abra menggeser sedikit duduknya yang mulai terasa tidak nyaman dirinya saat ini tidak mengenakan apapun selain boxer pendek dengan rambut setengah basahnya.
Abra meletakan buku yang di bacanya di nakas dekat tempat tidur, menatap Shila yang terlihat malu dan bingung.
"kemarilah" ujarnya sambil menepuk ranjang di sampingnya. Ekspresinya tak terbaca.
Tatapan itu sanganmengintimidasi abagi Shila. Akhirnya Shila menurut tapi bukan duduk di sampingnya tetapi ia duduk di ujung tempat tidur itu.
"tidak. Bukan disitu, kemari,"ujar Abra mengulurkan tanga.
Shila bergerak, dan berada di smping Abra dan menerima tangannya tapi lagi-lagi, "Di pangkuanku Shila," ucapnya lagi.
Gadis itu terdiam, duduk di pangkuan Abra? Apa dia sedang bercanda!
Gadis itu mengeratkan genggaman tanganyameminta Shila segera menurutinya.
"tapi, sir," ujarnya.
"Abra, bukan Sir atau apapun. Duduk si pangkuanku, sekarang!"
Gadis itu melepas alas kakinya dan menaiki ranjang, menuruti keinginan Abra. Duduk di pangkuan Abra dan berhadapan. Abra segera melingkarkan lengannya pada pinggang ramping Shiala, menarinya mendekat hingga mereka bisa meraskan hembusan napas masing-masing.
Shila yang memegangi bahu Abra sedikit menegang, "Sir,.. aku tidak mengerti," ujarnya sedikit takut.
"apa yang aku lakukan aku juga tidak mengerti" jawab Abra .
Wajah Shila perlahan memerah, di bawah sana ada sesuatu yang mengganjal, dia memang polos tapi ia tahu apa itu.
"tolong jangan tersinggung, bisa kah kita lupakan juniorku sekarang? Sudah pasti itu reaksi jasmani," ujarnya dengan rahang yang semakin mengatup.
"katakan dimana Dia menyentuhmu" ujar Abra serius.
Shila menggelengkan kepa " aku baik-baik saja,Sir" ujarnya mencoba meyakinkan.
"kau tipe pemikir saying, jangan ragu katakana saja , jangan menutupinya dariku," buju Abra.
Hati Shila bersorak mendengar sebutan yang di berikan Abra untuknya. Apakah itu sebuah pertanda?
"kau bisa mengganti wajah ku dengan wajah kekasihmu jika kau begitu membenciku," ujar Abra , mepropokasi. Hatnya mencelos namun tetap ia tahan.
Shila menggeleng "tidak, mungki aku membencimu, sir"
"jika tidak maka, katakana padaku di mana bajingan itu menyentuhmu?"
Shila menunduk , sedikit berpikir
"kau bisa menggunakan tanganku untuk menunjukannya" ujar Abra lembu.
'lain kali aku tidak akan membohongimu, maafkan aku ,sir. Setidaknya aku ingin membuat kenangan dengammu' bati Shila.
"sudut bibirku dan lsepanjang leherku di jilatinya.." Shila menghentikan ucapannya. Sedang susdutmatanya mengeluarkan butiran bening, ia menangis karena membohongi Abra.
"cukup saying, serahkan semua padaku, "ujar Abra meminta persetujuan dari Shila. Ia menagkup wajah Shila dengan saying.
'kau Brengsek Abra, memanfaatkan keadaan demi mendapatkan Shila dengan alasanmenghapus memori yang terjadi dua jam lalu? Absurt!' umpat Abra untuk dirinya sediri.
Bersambung !