Chapter 3 - BAB 3 (18+)

Shila hanya diam terpaku menatap gagang telepon genggam di meja Direkturnya itu dengan penuh tanda tanya. Sedangkan gadis bernama Septy masih membereskan berkas yang tercecer di lantai akibat Direktur mereka yang mengamuk.

Septy meletakan berkas malang itu diatas meja Abra, belum mau mengembalikannya ke almari berkas yang berbeda di sudut ruangan.

"Sadarlah Shila, sampai kapan kamu akan terus memandangi gagang telepon direktur ?" Tanya Septy.

"Oh eh.. em apa?" Jawab Shila. Barulah ia meletakan gagang telepon tadi.

"Aku tidak mengerti sebab dia marah besar seperti itu, aku yakin jika dia orang yang sangat tenang" ujar Septy.

"Iya kau pikir juga begitu, atau memang masalahnya tidak sesimpel itu?" Tanya Shila. "Yah walaupun kita tau pendapat perusahaan sedang menurun beberapa bulan belakangan, tapi responnya tadi membuat ku terkejut" lanjutnya.

"Dan kau tahu jeritan tak percayanya dengan segala jenis pajak 'apa pajak lebih besar dari pendapatan perusahaan?' hallo dia pikir pajak perusahaan sebesar ini akan sedikit? Bahkan keuntungan bulan ini bisa menggajih karyawan selama setahun lebih," ujar Septy.

Ya, seharusnya dia tau, seharusnya Abra tau. Jika pajak perusahaan sebesar itu pasti tidaklah sedikit dan Shila hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sedikit pusing dan mual jika dia ingat dialah yang menjadi korban kemarahan sang direktur mereka.

"Aku pikir saat kau bilang dia ecentric itu hanya candaan, Sep" ucap Shila.

"Tentu tidak aku mengatakannya sepenuh hati dan sekarang kau baru setuju hah?" Tanyanya. Gadis pirang itu tertawa "oh ya, tadi apa yang dia katakannya padamu?" Tanya Septy.

"oh hampir saja aku lupa tentang hal itu, emm boleh aku bertanya?" Tanya Shila. Gadis bermata hazel itu memberi jeda.

"ya memangnya ada apa?" Tanya Septy.

"apa kau tau dimana Direktur kita sekarang ini? Aku ingin memberikan laporan keuangan bulan ini kepadanya" ujar Shila.

"tentu tidak," jawab wanita itu logis "oh, ya ampun, dia sudah gila" ujar Shila saat sadar tentang maksud dari pertanyaan gadis manis itu.

"aku setuju denganmu dan kali ini aku sangat jujur" uajrnya. "Sampai jumpa Septy" pamitnya.

"kau mau kemana?" Tanya Septy.

"ruang CCTV, aku ingin mencari tahu kemana arah dia pergi," jawab Shila. Gadis itu sudah mebopong tumpukan berkas-berkas itu di tangannya.

"ya sampai jumpa nanti, semoga beruntung" seru Septy.

Shila sudah keluar dari ruangan dan melewati pintu serta segera menutupnya kembali.

"dan aku baru tahu, juniorku itu benar-benar polos, atau sedikit bodoh," desis Septy sambil menggeleng tidak habis pikir.

Gadis berdada besar itu segera kembali kemaja kerjanya. Mengambil handpone nya dan mengirimi pesan pada gadis yang baru saja keluar dari ruangan itu.

From : Septy

+11812345xxx

Itu nomornya, gunakan seperlunya, aku takut dia akan membetakmu lagi. Kalau kau tidak ingin dia membentakmua, cium saja dia.

Ya. Septy bisa membantu dan menggoda Shila sekaligus. Yang di lakukannya memang sangat membantu tapi juga membuatnya malu. Ia memilih mnegalihkan pembicaraan.

Reply : Shila

Aku yakin kau sangat bisa diandalkan, aku sangat berterimaksih telah memberikanku nomor Direktur tampan itu.

From : Septy

Kau bilang dia tampan? Ayolah dia adalah bujangan tua yang berhenti tumbuh

Reply : Shila

Dia masih yang terbaik untukku, hatiku sudah terpaut padanya.TaT

Aku harus menghubunginya sekarang.

Melihat balasan dari Shila gadis itu hanya tersenyum. Sementara Shila yang berada didalam lift itu juga tersenyum. Ketika pintu lift terbuka dengan segera ia keluar dan segera menghubungi sang Direktur dengan nomor yang telah di berikan Septy.

"siapa?" serunya dingin.

"maaf sir, aku tidak tau dimana anda sekarang, jadi aku.."

"Lantai 40, ruangan Ceo idiot perusahaan ini, mengerti?" ujar Abra datar. Lalu mematikan sambungan.

Shila memandang ponselnya sengit dan menggeram pelan lalu menggigit handponya gemas.

"sehari ini kau membuatku ingin menerkammu," ujar Shila gemas.

"kenapa tidak kau lakukan?" Tanya sebuah suara yang ada di belakangnya.

Gadis itu tersentak kaget, sampai berjengit. Dengan ragu ia menghadap kebelakang. Gadis itu menepuk keningnya.

"sial, ini seperti dejavu" serunya takterima.

Sedang seseorang yang tadi berbicara itu sedang asyik berbicara di telpon dan melewatinya begitu saja tanpa menujukan muka bersalah, bahkan tidak memandangnya.

"aku jadi mengerti kenapa pengusir setan di perlukan," desinsya penuh dengan nada menyindir.

^^^^^^^

Baru kali ini Shila menginjakan kakinya di lantai 30, lantai paling atas di perusahaan ini selama setengah tahun ia bekerja. Ada sedikit rasa gerogi yang tiba-tiba melandanya. Padahal dia tahu, dirinya hanya akan mengantarkan tumpukan berkas ini pada sang Direktur.

Hal pertama yang Shila lakukan adalah melapor di bagian resepsionis sekaligus sekertaris Ceo dikantornya itu. Menanti-nanti diruang tunggu yanga da dilantai itu sambil menikmati teh yang sudah di suguhkan.

Gadis itu mendengar pertengkaran yang terjadi dari luar ruangan. Sepertinya salah satunya adalah suara Direkturnya. Ia masuk lebih kedalam dari ruang Ceo nya, dan hal pertama yang ia lihat adalah Direkturnya itu sedang meremas kerah kemeja yang dikenakan oleh seorang yang berasa di hadapannya.

"tidak bisakah kau sabar 2 atau 3 tahun lagi?" desis lelaki itu dengan geram. Sedangkan lelaki yang ada di depan Abra bergeming.

Shila mendekat kearah mereka dengan setengah berlari, ia bingung apa yang harus dilakukannya sekarang melerai? tentu ia tidak berani, salah salah ia akan di pecat langsung. Diam ? ya itu terdengar ide yang paling baik untuk saat ini, lalu apa? Beberapa hari lagi ia harus mendengar pemecatan Direkturnya, bisa gila jika itu terjadi.

"tunggu dulu!" ujar Shila nyaris menjerit.

Direkturnya menatap kearah Shila lalu melepaskan tangannya dari kerah kemeja sang Ceo. Mata hitam kelamnya perlahan melembut, walau hanya sedikit.

"kau sangat terlambat Miss. Hill" ujar Abra marah. Lalu tatapan mata itu menghangat. Sepertinya mata dan ucapanya berbeda jalur "mana berkasnya" Tanya Abra.

"aku tidak tau apa yang terjadi tapi bukankah anda bisa membicarakannya dengan cara yang lebih baik? Beliau Ceo kita, sir" ujar Shila. Ia membelokan pembicaraan mereka, dengan takut-takut ia berkata seperti itu.

"aku mengerti maksudmu, tapi saat ini aku sangat ingin menghajarnya" geram Abra penuh emosi. Arah matanya saat ini menuju Ceo mereka.

"tapi itu bukan pilihan yang baik, oh ya ampun" ucap gadis itu merasa semakin bingung dan terkejut.

Sedangkan sang Ceo justru sedang menyunggingkan senyumnya.

"terimakasih sudah datang, nona. Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika saja kau tak segera kemari," ujarnya. Ia menyunggingkan senyumnya lagi.

Gadis itu terpesona pada lelaki lain selain Abra. Wajah Ceo nya mirip dengan Direkturnya, walau ia terlihat lebih tua 10 tahun dari Abra. Rambutnya berwarna hitam seperti Abra.walau usianya sudah paruh baya ia masih terlihat sangat bugar dan begitu keren.

Shila tersadar, ia telah terpesona dengan hal yang tidak seharusnya dan ditempat yang tidak tepat. Ia dengan segera memberikan berkas yang ia bawa pada Abra.

"yang tadi anda pinta, sir" ujar Shila .

Abra menerima berkas itu da segera ia meletakannya di meja sang Ceo dengan sedikit kasar.

"ayolah tampan, apa kau pikir diruanganku tidak ada berkas seperti ini?, dua kali lipat malah. Laptopku juga menyimpan soft copynya," ucapnya dengan nada datar penuh candaan.

Terlalu marah hingga Abra tidak memikirkan hal itu, namun rahang Abra masih mengeras walau terlihat guratan malu disana.

Shila sedikit tersenyum melihat wajah Abra lalu

dirinya lah yang maju untuk mengambil lagi berkas yang masih ada di meja Ceo, hanya tergeser sedikit.

"lagi pula kau pasti membutuhkannya untuk jika ingin tau apa saja yang aku lakukan dengan uang itu" ujarnya sambil tersenyum.

"paman! Hentikan! Ayo kita kembali" ujarnya segera. Ia merasa tak ingin melanjutkan perdebatan di ruang terbuka seperti itu.

Sedangkan gadis itu hanya menatap keduanya bingung dan memberi hormat kemudian pergi menyusul Abra yang keluar dari ruangan terlebih dahulu.

^^^^^^

Sekarang keduanya sudah menaiki lift menuju lantai ruangan mereka. Dari pengamatan Shila, Direkturnya ini seperti sedang kebingungan. Lift kembali berhenti dan masuklah beberapa karyawan yang segera menunduk hormat saat melihat Direktur mereka. Mau tidak mau Shila dan sang Direktur mereka mundur, hingga bersandar pada dinding lift.

Abra menatap kea rah Shila di saat gadis itu menatap kea rah depan. Ia mengambil tumpukan berkas yang ada di tangan Shilatanpa sepatah katapun. Gadis itu memandangnya dan saat pandangan mereka bertemu, Abra begitu datar menatapnya. Lift berhenti di lantai17 beberapa kayrawantadi menunduk hormat kea rah Abra dankeluar secara bersamaan. Meninggalkan gadis itu dan Direkturnya dalam jarak yang sangat dekat. Degupjantung gadis itu berdetak lebih cepat dari biasanya. Di tambah dengan gesekan lengan mereka yangtidak sengaja terjadi.

"Sir,?" ujar Shila lirih. Gadis itu menatap pada Abra, sedang Abra masih mentap kedepan.

"emm" jawabnya dengan gumaman.

"soal Ceo kita apa dia.. benar-benar mengkorupsinya?" Tanya Shila dengan sedikit ragu.

Helaan napas kasar terdengar, "tidak sesederhana itu, Miss. Hill. Tapi maaf aku rasa kau tidak akan mengerti dengan hal ini, aku juga. Jalan pikiran orang itu sulit untuk ditebak".

"agghh, dia benar-benar idiot" desis Abra dengan geram.

"apa ini akan membawa dampak buruk untuknya di kemudian hari?" Tanya Shila .

"ya sebentar lagi . RUPS" jawab Abra singkat.

Shila mengerti jika Ceo mereka kethuan korupsi maka Ia kan di gantikan. Lalu lelaki yang sangat disukainya ini akan di ganti, sepertinya Direktur tampannya ini tidak rela jika pamannya itu di gantikan oleh oranglain.

"Sir, bisakah anda menunduk sebentar?" Tanya Shila.

"emm?" gumamnya bingung namun tak ayal tetap menunduk.

Tanpa disangka Shila dengan berani mengecup pipi Abra cepat. Saat Abra mengamati wajah gadis itu, wajahnya sudah memerah.

"kata Septy sebuah ciuman bisa membantu memecahkan masalah, dan sepertinya aku juga telah menyebabkan masalah pada anda hari ini.. jadi" gadis itu kehilangan kata-katanya.

Karena setelahnya Abra menanyainya,"ciuman?" di pipi?" tanyanya sedikit terselip nada tidak terima.

Gadis itu mengngguk ragu dengan tatapan tidak mengerti,"iya. Dipipi" ujarnya ragu.

"ciuman itu di sini," ujar Abra sambil menempelkan tekunjuknya pada bibirnya sendiri, "jika dipipi itu namanya kecupan" lanjutnya.

"sepertinya kau di kerjai," ujar Abra lagi dengan senyum geli.

Shila yang merasa malu kembali bersemu di beberapa tempat di wajahnya.

^^^^^^^

Shila menatap meja Direkturnya lagi. Dua kali dia dalam sehari ini, tapi ia juga mendapat hal yang mebuat nya merasa bersenang hati. Gadis it uterus tersenyum geli jika mengingat obrolannya dengan si Direktur di dalam lift.

"hey,, Shila kau terlihat sedikit menakutkan, ada apa?" Tanya Septy.

"aku tadi memperaktikan saranmu tadi dia bilang kau mengerjaiku," jawab Shila polos.

"apa!?" pekik Septy cukup keras. Untung Direktur mereka sedang tidak ada di mejanya, jika iya mereka berdua tidak akan selamat dari tatapan mematikan milik Abra.

"k_kau memperaktikannya?" Tanya Septy penasaran.

Gadis itu menyunggingkan senyum menyesal, antara percaya dan tidak saat Shila mengatakan hal yang telah ia lakukan,

Gadis itu benar-benar sangat polos, oh tuhan.

"maaf" ucap Septy tercekat. "Kau menciumnya dimana?" Tanya Septy.

"pipi" jawab Shila polos. Gadis itu tersipu saat mengingat perbuatannya tadi.

"kupikir kau cukup gila untuk mencium bibirnya," ujar Septy menahan tawanya.

Sedang Shila kembali menatap meja Direkturnya, kotak bekal yang ia berikan masih di sana dan isinya terlihat belum berkurang sedikit pun. Ada sedikit terselip rasa kecewa.

^^^^^^

Ketika jam menunjukan puku 16.54 Abra baru kembali keruangannya. Dengan terburu-buru, ia sesekali mejawab telpon yang sedang berlangsung di telinganya.

"pouvez-vous m'aider" ucapnya.

Shila begitu bersemangat memperhatikan Direkturnya itu, sedangkan saat Abra mengambil tas kerjanya dan hamper keluar dari ruangan, pria iru kembali lagi dan mengambil kotak bekal yang di berikan olehnya.

"peut attendre une minute" ucapnya sambil mengapit handpone nya diantar bahu dan telinganya lalu memasukan kotak makan itu kedalam tas kerjanya. Barulah ia benar-benar keluar dari ruangan dan Shila yang melihat itu mengembangkan senyum di bibirnya.

Dua hari setelahnya Abra hanya bisa menyibukan diri di luar kantor, tentu saja bersama denga Septy. Ingat dia hanya asisten sekertaris. Ia hanya muncul di saat jam makan dan mengembalikan kotak bekal milik Shila beberapa hari yang lalu. Ia berkata sangat menyukai Chocolate lava cake buatanya, dan Shila sangat senang mengetahuinya.

Shila masih berkutat dengan pekerjaannya. Yang sebenarnya masih bisa dilakukannya besok pagi, tetapi ia memilih lanjut lembur agar besok senin ia bisa lebih santai. Lagi pula tidak masalah lembur di malam minggu.

Ruangan kerjanya sudah mulai meremang, hanya lampu di atas mejanya yang masih manyala. Gadis itu berjalan menuju mesin pembuat kopi di ruangan itu, meracik segelas kopi untuk menemani pekerjaannya.terlalu serius menunggu mesin kopi selesai membuat kopi, ia menghitung di dalam hatinya sampai kopi benar-benar tersaji dicangkirnya.

"kau belum pulang?" Tanya sebuah suara.

Dan ketika itu juga ia berbalik dan mengeluarkan jeritan kecil, gelas kopi yang ia baru buat menabrak seseorang yang berbicara di belakangnya dan mengenai bagian depan tubuh orang itu. Gadis itu terkejut dan segera menaruh gelas kopinya di meja pentry. Terdengar suara geraman menahan sakit.

"maaf. Ya ampun maafkan aku" ujarnya terus sambil mencoba membersihkan bagian yang terkena kopi dengan telapak tangan nya yang lentik.

"aku mengagetkanmu?" Tanya Abra saat dirinya menatap kearah Shila yang masih terlihat panic.

Gadis itu hanya diam saja sudut matanya sudah basah.

"ya tuhan, maafkan aku, itu pasti sangat panas" ucap Shila. Ia terus menunduk. Saat ini mereka berdiri berhadapan.

"Shila kau mau apa?" Tanya Abra, tanganya sudah memegangi lengan Shila yang bergetar.

"Membuka bajumu dan melihat apakah anda baik-baik saja, aku benar-benar tidak akan memaafkan diriku jika itu benar-benar tejadi" ucapnya. Ada guratan penyesalan saat ia mengucapkan itu. Gadis itu sepertinya benar-benar serius tidak akan memaafkan dirinya.

"kumohon" ucapnya lagi. Matanya menatap polos pada Abra.

Mereka begitu terbawa suasana akan tatapan masing-masing. Wajah gadis itu memerah, walau keadaan ruangan sudah meremang tetapi mala mini purnama seperti mendukung keadaan membuat semburat merah di wajah Shila sangat terlihat.

Gadis itu mulai membuka kancing baju Abra denga tempo cepat dengan jarinya yang terlihat bergetar. Pria itu memperhatikan wajah serus gadis itu, wajahnya masih memerah. Abra menyungikan senyumnya.

"Gadis manis" ucap Abra sambil menatap Shila.

Shila balas menatap Abra tak mengeti.

"kau yang manis" jelas Abra seakan tau apa yang sedang dipikirkan gadis manis di depannya ini.

Tubuh Abra bergerak mendekat kea rah Shila, sedangkan gadis itu justru memundurkan tubuhnya. Abra mengangkat tubuh Shila menuju sebuah sofa, memberikan sebuah ruang agar gadis itu mengangkat kakinya. Dengan tidak terduga Abra melepaskan heels yang dipakai Shila dengan lembut.

"Kau memakai leopard underwear? Siapa yang ingin kau rayu?" Tanya Abra saat tak sengaja melihat dalam rok yang dikenalan Shila, ia menyunggingkan senyum kahasnya.

Ia dengan cepat menatap kearah Abra dan menggeleng cepat, "Septy memaksaku membelinya".

"dan kau mengikuti sarannya" ujar Abra terdengar sebagai pernyataan.

Gadis itu hanya bisa mengenggukan kepalanya cepat.

"benar-benar gadis manis" ucap Abra lagi.

Tidak berhenti disitu Abra menyusul Shila di sofa. Mengisi sela-sela kaki Shila denga dirinya sendiri.

"sir," ujar Shila nyaris tercekat.

"kau bilang tidak akan memaaf kandirimu jika sesuatu terjadi padaku tadi," uacap Abra mengulang. Tubuhnya sudah mendekat pada Shila, dan mau tak mau gadis itu memundurkan tubuhnya, menyandarkan tubuhnya di lengan sofa. Sedangkan lengan Abra sudah bertumpu pada kedua lengannya. Pria itu menatap gadis itu dengan intens.

"periksalah" uajarnya dengan membimbing sebelah tangan Shila untuk memegang otot dada milik nya.

Gadis itu hanya bisa menelan ludahnya dengan sangat sulit, lalu melakukan perintah Abra dengan lugu.

"aku memang seperti itu sayang, Dominan" uajrnya seakan ia bisa membaca pikiran gadis itu.

Pria itu sudah merendahkan tubuhnya, lalu dengan segera meletakan wajah nya di bahu Shila tidak tertutupi kemeja. Pria itu menjilatnya, memberikan rangsangan dengan lidah, bibir dan mulutnya. Tanganya dengan lihai membuka dua kancing teratas milik gadis itu, kemudian turun ke bawah kebagian istimewa dari gadis itu. Sedikit terganggu dengan bra yang Shila pakai, pria itu menariknya kebawah. Seketika itu juga tubuh gadis dibawah nya itu menggeliat resah.

"hhhhhnngg.. Shir, tang..ngan" ujar nya dengan desahan tertahan. Bibirnya ia tutupi dengan punggung tanganya.

Abra menghentikan aksinya, lalu menatap wajah gadis itu, wajah gadis itu masih memerah. Kemudian Abra menggoda. Menggerakan dua jarinya yang tidak sengaja berada di dekat aerola Shila. Gadis itu menggeliat semakin resah. Bahkan pahanya sesekali bergesekan dengan kakinya. Membuat rok yang ia kenakan bergerak naik, mengekspose pahanya.

'sangat ekspresif' pikit Abra. Lelaki itu menyunggingkan senyumnya.

"maaf" ujarnya dengan nada sungkan. Berekting.

Lalu pria itu memulai lagi, sekarang tangannya berada di kedua sisi tubuh Shila, menyentuhnya. Meletakan ibu jarinya tepat dibawah payudara. Ia memulia di bagian perut gadis itu hingga pusat. Lalu berhenti. Benar-benar berhenti dengan peluh yang sekarang berganti menetes dari wajahnya.

Gadis itu masih membekap mulutnya dengan punggung tanganya. Ia takut mengeluarkan suara. Matanya berubah sayu, benar-benar sayu.

Pria itu memegang tangan Shila, lalu menciumnya dan menjilat punggung tangan gadis itu. Memperhatikan perut gadis itu yang masih kembang kempis tak beraturan. Gadis itu terangsang.

"jangan membuat wajah yang mengatakan kau ingin bercinta dengan ku, sayang" bisik Abra parau.

Gadis itu masih menatapnya dengan pandangan sayu, begitu kosong hingga dia tak dapat berkata-kata.

Sekali lagi pria itu mendekatkan wajahnya, sekarang pada wajah Shila, lalu mengecup bibirnya. Manis.

Pria itu tidak dapat menahan lagi untuk tidak mencium bibir gadis itu. Tak ada perlawanan, bahkan gadis itu membiarkan Abra melumat bibir tipis miliknya dan tangan mungilnya menelusuri kepala Abra, meremas rambut hitam gelap milik Abra dan membalas ciumannya. Bergulat dengan lidah masing-masing.

Sekitar lima menit Abra menciumi gadis itu, selama itu juga hanya dua kali pria itu membiarkan gadis itu dan dirinya sendiri menghirup napas. Lalu setelah itu. Gadis itu terdiam. Pingsan.

"jangan tertidur tanpa perlindungan sayang, lain kali jika kau tak berpakaian lengkap seprti ini aku akan bercinta dengan mu walau itu artinya aku memperkosamu". Bisiknya pelan di depan wajah Shila, lalu mengecup bibir gadis itu lagi.

"dan jangan membuat ku menunggu lama, penuhi hati dan pikiranmu dengan namaku, aku tidak akan membiarkan ruang kecilpun walau disudut hatimu ada laki-laki lain," desisnya, ia mulai memberi kiss mark di bahu dan beberapa tempat lainya. Pria itu telah jatuh cinta pada gadis polo situ bukan hanya delusi semata.