Chapter 4 - BAB 4

Abra sudah mulai membenahi kemeja yang dikenakan Shila. Ia mengancingkannya mulai dari bawah dengan tetap menyunggingkan senyum khasnya. Tadi gadis itu sempat tersadar sebentar lalu kembali tertidur, mungkin ia terlalu lelah.

Pria itu berhenti beberapa saat sebelum tangannya lanjut memasang kacing yang berada di bawah payudara milik gadis itu. Ia menggerakkan tangannya menuju cup bra milik Shila lalu sedikit menariknya kebawah sehingga menampakan bagian kecoklatannya. Pria itu perlahan mendekatkan wajahnya lalu sedikit menjilatinya, mengakibatkan gadis itu mendesah dalam tidurnya. Hal terkhir yang ia lakukan sebelum melepasnya adalah ia menggigit dengan bibitnya yang sexy.

Abra melihat sebantar saliva miliknya begitu basah disana. Ia membenahi cup bra milik Shila lalu mendesah pelan sambil memegangi pelipisnya.

"kau membuatku menjadi penjahat, saying," ujarnya parau. Barulah ia melepaskan jas miliknya lalu menutup kaki Shila yang terekspose, ia mengelap peluh yang menetes di wajah cantic Shila dengan punggung tangannya. Saat memperhatikan wajah Shila, Abra mengingat ancaman yang di berikan oleh pamannya.

"segeralah mencintaiku," ujarnya dengan nada memohon lalu mengelus pipi Shila.

Flashback

"paman! Aku ingin bicara denganmu!," seru Abra dengan tak sabaran. Lalu wajahnya berubah terkejut saat itu juga.

Ia tidak sopan masuk begitu saja sedangkan pamannya sedang berbicara dengan beberapa orang di sofa yang terletak tidak jauh darinya. Pamannya hanya tersenyum melihat kearahnya dengan beberapa pasang mata lainnya yang mengikuti arah padang pamannya.

"ah anak tampan, kemarilah, nak" ujar pamanya. Ia masih menyunggingkan senyum manisnya.

"maaf, aku bisa bicar nanti saja, sepertinya aku menggangu" ujarnya. Ia berbalik berniat untuk keluar dari ruangan tersebut.

"tidak baik anak tampan, mereka ingin bertemu denganmu," jawab pamanya, ia masih menyunggingkan senyum yang terlihat sangat menyebalkan bagi Abra.

Sebenarnya Abra sangat malas jika harus bertemu dengan orang baru, apa lagi jika tidah ada hubungan apapun dengannya. Tapi akhirnya ia memutuskan untuk masuk juga, sebagai formalitas.

Abra menyunggingkan senyum sambil berjalan mendekat, dari aksen dan wajah mereka kelihatannya mereka adalah klien dari italia. Setelah Abra mendekat mereka berjabat tangan, hanya sebatas itu lalu mereka berpamitan.

Pamanya menyunggingkan senyumana kemudian berucap, "hanya ingin mengingatkan bahwa mereka adalah mitra penting"

"mitra mu buka mitraku, paman" tegasnya.

"sebentar lagi punyamu," balas pamannya santai.

"hentikan!" seru Abra marah, "jadi laporan keuangan juga masuk dalam rencanamu?" Tanya Abra sengit.

"begitulah, sangat rapih bukan?" Tanya pamannya dengan senyuman.

"paman!" bentak Abra, ia memukul meja di depannya. Wajahnya memerah karena marah , ia begitu kesal dengan pamannya.

"kenapa? Perusahaan ini milik mu, jabatan ini milikmu juga".

"beri aku waktu" ujar Abra terlihat frustasi dalam diamnya.

"waktu?, sekatang, besok, atau kapanpun, itu sama saja," ujar pamannya yang mulai terlihat tidak sabar.

"tapi tidak dengan cara seperti ini! Dipecat karena korupsi, itu menjadi pilihanmu, paman?" ujar Abra dengan nada yang semakin meninggi.

"karena aku tidak bisa memikirkan cara yang lebih halus dari itu,".

"kau hanya ingin memojokanku," seru Abra cepat.

"tentu! Keras kepalamu itu sangat menyulitkanku," jawabnya dengan nada candaan.

Abra semakin geram dengan tingkah pamannya, ia makin tidak sabar menjengar jawaban-jawaban yang keluar dari mulut sang paman." Akan sangat menggelikan jika aku tiba-tiba menjadi Ceo di perusahaan ini, sedangkan aku tidak memiliki pengalaman apapun,".

"tidak aka nada yang menertawakanmu, sudah cukup baik reputasimu di Prancis 8 bulan lalu. Itu sudah cukup. Kau tau menjadi Ceo dua perusahaan itu sangat melelahkan, tampan," mendengar penuturan pamannya perlahan matanya melembut. Ia terlihat gelisah.

"apa yang menghalangimu sebenarnya? Kenapa kau tak Ingin menjadi Ceo?" Tanya pamannya.

"tidak ada," jawab nya singkat, ia menatap datar kearah luar hendela besar di ruangan itu.

Terdengar helaan napas kasar dari pamannya. "apa alasanmu ada hubunganya dengan wanita?".

Abra menatap datar pada pamannya namun terlihat membantah, malas mengikuti arah pembahasan ini.

"oke.. aku anggap diamu sebagai ya, Abra. Lalu apa masalahnya?" Tanya sang paman.

"dia memiliki kekasih dan aku baru berniat untuk merebutnya," jawab Abra dengan tatapan mematikan yang di layangkan kepada pamannya.

"wow, baiklah," ujar pamannya. Ia mulai bangkit dari duduknya lalu berjalan kearah pintu, " aku tidak peduli bagai mana kau mendapatkannya, yang akum au dia menjadi milikmu kurang dari dua bulan," lanjutnya dengan senyum khasnya.

^^^^^^^^

Terdengar alarm di kamar Shila, si empunya hanya bisa menutup telinganya dengan bantal dan kaki mungilnya ia pulkan ke Kasur. Gadis itu masih enggan banging dari tidur nyenyaknya.

Dengan cepat ia raih jam beker di meja dekat tempat tidurnya. Jarinya dengan decakatan menekan-of benda mati itu.

Gadis itu gila. Ya! mana mungki tidak? Terlalu banyak hal terjadi. Dia membuang bantalnya kesembarang arah. Ia bangkit dan duduk di tempat tidurnya dengan resah lalu menggigit jari telunjuknya. Berpikir bagai mana cara ia berhadapan dengan Direktur mereka nanti.

Gadis itu mengacak rambutnya tapi kemudian iangatannya tentang kemarin kembali muncul secara konstan. Kenyataan bahwa tadi malam ia membiarkan tubuh bagian atasnya terekspose, Direkturnya yang menciumi nya sangat intens.

Dirinya bahkan masih bisa merasakan betapa hangat napas Abra yang menerpa wajahnya, merasa betapa lembut bibir Direkturnya menyapu bibir miliknya secara lembut dan berkebutuhan. Dari mengecup hingga memangut. Dari menjilat hingggamenggunanakan lidah mereka untuk beradu dan bagian paling mengesankan adalah dirinya yang membalas pangutang sang Direktur.

Dan hal selanjutnya ia tak tau lagi karena seketika pandangannya kabur dan ia tidak ingat. Sepertinya ia pingsan. Sangat memalukan! Dan saat sadar dia sudah ada di dalam kamarnya pukul satu dini hari.

Shila segera bangkit dari tempat tidurnya lalu berkari kekuar dari kamarnya turun ke lantai satu, hal pertama yang ia lakukan adalah mencari Bella kaknya, ia akan mencari tau bagai mana ia bisa ada di dalam kamarnya, karena seingatnya ia sedang lembur di kantornya.

^^^^^^

Abra terbangun dari tidurnya ketika dirinya mendengar suara bel flatnya berbunyi. Sedikit malas ia merangkak keluar dari selimutnya kemudian ia keluar dari kamar besarnya. Sebelum membuka pintu, ia menatap layar peepholenya, melihat siapa yang datang sepagi ini dan dia mengenal orang itu. Dengan cepat Abra membuka pintu.

"halo, Bro," sapa orang itu.

"ya stev, masuk lah" tawarnya dengan nada datar.

"tidak perlu, aku hanya mengantarkan dokumen pesananmu," jawab stev. Ia memberikan tumpukan dokumen yang sudah berada di dalam tas folder. "aku hanya tidak ingin saat aku tiba disini kau sudah tidak ada," lanjutnya.

Abra menerima bag folder itu, "oh, begitu. Terimasihuntuk ini," jawabnya sambil mengacungkan bag foldernya.

"kurasa itu saja, maaf sudah mengganggu pagimu," ujar stev.

"tidak masalah," jawab Abra ia tersenyum samar dan sangat singkat.

"baiklah, sampai jumpa," ucap Stev sebelum pergi dari hadapan Abra.

"yaa" jawabnya santai.

Abra segera masuk kembali. Meletakkan dokumen itu diatas meja tamu, kemudian pria itu berjalan kembali kedalam kamar, menuju kamar mandi.

Belum sampai masuk kedalam kamar mandi, bel flatnya sudah berbunyi lagi, di tekan berkali-kali dengan cepat.

'berisik sekali! Siapa lagi sebenarnya yang mengganggunya sepagi ini?'

Ia kembali melangkah keluar, mengambil ponselnya yang sejak tadi taka da hentinya berbunyi. Ia melihat kearah layarnya, menyebalkan.

Abra menekan tombol Deal up. Dan langsung mendahului si penelpon.

"pulanglah, aku tidak akan membukakan pintu untukmu!" hanya seperti itu dan pria itu menutup telponnya.

Beruntung baginya karena gadis yang menggangunya itu tidak lagi terdengar menkan bel flatnya lagi. Abra dengan segera bersiap diri, mengambil suit yang akan di gunakan hari ini.

Di tempat lain,

Shila terhenti di tangga ketika ia mendengar nada panggilan masuk di ponselnya. Ia membuka ponselnya dan menjawab.

"selamat pagi Sept," seru Shila, seperti biasa. Gadis berdada besar itu menghubunginya di pagi hari walau sebenarnya mereka bisa saja membicarakannya setelah Shila sampai di kantor.

"tadi malam ada apa," pekik gadis itu kegirangan.

"emmm.." Shila bertanya.

"ayolah Shila, aku tahu terjadi sesuatu. Tadi malam Direktu kita menghubungiku, dia menanyakan rumahmu," ujar Septy masih dengan nada mengodanya.

Oh, ya ampun kenapa pria itu malah menghubungi Septy bukan temannya yang lain. Bukan masalah sebenarnya, hanya saja ia pasti di tanyai seharian.

"oh, " ucap Shila berlagak tenang.

"ayolah Shila, jujur saja padaku dan aku akan mencari cara agar ia lebihdekat denganmu,"

'oh betapa baik dan manisnya dia , terimakasih sudah memberi teman seperti dia,' ujar Shila dalam hati. Shila membuka mulutnya "sebenarnya hamper tidak terjadi apa-apa,".

Hah. Mana mungkin ia akan jujur pada Septy jika dirinya sudah 100 langkah lebih maju walau tanpa sengaja. Shila menghembuskan napas dalam, ia mengingat jilatan Abra lagi pada tubuhnya dan perutnya terasa geli seperti dihinggapi ratusan kupu-kupu. Jika ia jujur maka, gadis pirang itu akan menyuruh Shila untuk lebih menggoda Direkturnya itu, atau ia akan disuruh setriptise di depan Abra.

"kau sedang tidak bohong padaku kan ?" tanyanya.

"ayolah untuk apa aku berbohong padamu? Dia hanya mengatarku itu saja," jawan Shila masih berusaha tetap tenang.

"lalu, kenapa dia harus bertanya alamat rumahmu padaku?" tanyanya penuh dengan rasa ingin tahu.

"aku tidak sadarkan diri," jawabnya.

'karena aku meminum racun cinta Direktur tampanmu itu' imbuhnya dalam hati.

"kau pingsan? Apa kau selelahan? Apa aku perlu bilang pada Direktur jika kau sakit?"

Lihat? Dia bahkan lebih perhatian dari pada kakak perempuannya , lebih cerewet dari pada neneknya.

"satu-satu . aku memang pingsan dan itu karena kelelahan. Bella sudah memberiku vitamin dan hari ini aku masuk kerja. Dia menelponmu karena tak ingin mengganggu tidurku kemarin aku tidur di mobilnya dan aku hanya di antar pulang. Jikau tidak percaya kau bisa bertanya pada Bella" jawab Shila menjelaskan.

"syukurlah, emm apa dia di tengah jalan melakukan sesuatu padamu?, tidak mungkin tidak karena aku tau dia menyukaimu".

'ya dia melakukan sesuatu, dia menelanjangi tubuh bagian atasku hingga aku di bawa melayang kea lam mimpi' ujarnya dalam hati. Seketika wajahnya berubah menjadi merah. Ya tuhan, jangan sampai ia bermimpi hal seperti itu lagi. Bisa-bisanya ia menjadi gadis mesum.

"tidak" jawabnya cepat, "kau terlalu banyak menonton drama picisan. Aku akan menutup telponnya sekarang," ujar Shila.

"baiklah, kita lanjutkan percakapan kita di kantor," ujar Septy dan langsung menutup panggilan terlebih dahulu.

Jangan. Jangan membahas percakapan tentang tadi malam, sudah cukup buruk untuknya karena semua logikanya akan kalah dengan napsunya. Shila menghembuskan napas lelah, lelah karena pikiran mesum nya .

^^^^^^

Dan benar saja, Septy masih menunjukan ekspresi penasaran saat Septy sudah duduk di bangkunya. Tapi Shila selalu menjawabnya dengan 'aku sudah menjelaskan semuanya' dan Septy memilih mengalah lalu berhenti menanyainya.

Kedua gadis itu masih sibuk seperti biasa menjalani tugas harian mereka. Abra baru datang kekantor sedikit lebih siang. Sedangkan wajahnya dingin seperti biasanya, datar tanpa ekspresi.

Belum genap satu jam setelah Abra duduk di bangkunya, Shila memunculkan diri, membawa jadwalnya hari ini dan beberapa berkas. Abra menerimanya dan Shilka membacakan jadwal Direkturnya dengan manis. Setelahnya suasana hening hingga membuat situasi agak canggung.

"sir, soal tadi malam.."

"Miss. Hill " sela Abra.

"ya, sir?" jawab Shila cepat.

"kau berdiri disini dan menghadapku untuk apa?" tanyannya datar. Ia menatap Shila lurus.

"jadwal anda hari ini, sir" jawab Shila dengan senyum manisnya.

"lalu apa hubungannya tadi malam dengan jadwalku hari ini?" tanyanya, sedikit menaikan nada suaranya. Septy menatap direkturnya, bukan karena mendengar apa yang dikatakan sang Direktur tetapi karena raut wajah Dirwkturnya yang terlihat sedikit berkabut.

"tentu tidak, sir. Hanya saja ak.."

"kau membuatku kecewa dan menurunkan penilaianku terhadapmu. Kau seharusnya lebih professional nona, jangan capur adukan masalah pribadi dengan pekerjaan" ujarnya masih dengan nada yang mengintimintasi.

Raut wajah Shila terlihat kecewa, ia merasa tersakiti.

"aku bukan ingin membahasnya, hanya saja aku ingin berterimaksih padamu, Direktur. Secepatnya aku tidak mau menjadi orang yang tidak tahu terimaksih" ujarnya. Matanya terlihat memerah.

Abra masih menatapnya dengan wajah datar. " tidak perlu berterimaksih, perbaiki ini, kau terlalu padat mengatur jadwalku" ujarnya.

Sila hanya tertunduk lalu mengambil jurnalnya,. Seharian itu dirinya seperti orang bodoh yang mengharapkan cintanya di balas oleh sang Direktur. Kejadian malam lalu bukan hal spesial bagi Abra, dan Shila sadar akan itu. Seharian pula ia mencoba menghapus gambar-gambar erotis tentang dirinya dan sang Direkturnya itu dari kepala munginya. Mencoba melupakan hasrat liarnya yang sudah terbunuh tanpa ia berusaha mengikuti instinnya.

^^^^^^^

Langit sudah terlihat gelap, Shila masih berkutat denga ponsel yang ada di genggamanya, membalas beberapa pesan yang masuk. Ia menunggu Mike di lobby perusahaan. Malam ini, mala mini lelaki itu bermaksud mengajanya ke mancion mewahnya, mempertemukannya dengan sang kakek. Sebenarnya lelaki itu juga ingin memperkenalkan Shila dengan orang tuanya, hanya saja kedua orang tua Mike sedang liburan, honeymoon entah yang keberapa.

Hanya selang sepuluh menit setelah lelaki itu mengiriminya pesan dan saat ini dia sudah ada di ahadapan Shila. Gadis itu bersorak gembira, menumpahkannya dengan cara memeluk pria itu dengan erat.

"Mike, aku menyayangimu" ujarnya sedikit agak keras.

Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, sedikit ada tontonan adegan drama romantis. Mike hanya tersenyum sambil melepas pelukan mereka. Dan dengan segera pria itu mencium pipi Shila dan berkata, " aku juga menyayangimu anak manis,"

"maaf, jadwalku tidak terduga jadi aku tidak kesana secepatnya padahal sudah seminggu ini sejak kau pulang dari inggris" ujar Shila dengan menyesal.

"tidak masalah anak manis, akupun sedang sibuk, jadi?"

"baiklah kita berangkat," jawab Shila sumringah. Ia melingkarkan tangannya pada lelaki itu. Sedang lelaki itu mengecak rambut Shila pelan dan mereka pergi meninggalkan lobby perusahaan.

Di kejauhan pria dengan setelan jas hitam itu membuka handponenya uantuk menghubungi seseorang.

"selamat malam, sir" jawab seorang lelaki di sebrang denga sumringah.

"buatkan pengumuman untuk hal ini besok pagi," ujarnya datar.

"baik, dengan senang hati," jawab lelaki itu dan sambungan ditutup.