Chapter 14 - Pandangan

" Bro thankyou donatnya ! " teriak Edo sambil menyeruput minuman dinginnya di meja kantin, remaja plontos yang dikenal konyol itu menarik diri dari rombongan nya, dia melangkah ke meja lainnya dimana organisasi yang dia ikuti sedang membicarakan topik penting

" bagaimana ? " tanya rekan Edo yang lain menunggu pendapat anggotanya yang baru saja bergbung, Edo mengangkat bahu dengan wajah konyolnya dia berbisik

" aku sih ikut aja ! " yang lain tertawa mendengar pendapat Edo, dasar dia hanya tim hore di organisasi ini

" kau ini, sesekali kemukakan pendapat mu dong ! " protes Dini dengan suara pelannya, dia tak mau yang lain mendengar obrolannya dengan Edo

" hahaha.. aku kan ikut apa kata mu " alasan Edo sebisa bisa nya, dia menatap Max dan Langit yang masih obrolan di meja depan sana

" hey, kau tak fokus pada rapat kita " tegur Dini dengan suara berbisik, Edo nyengir saja

" sorry sorry.. aku masih penasaran dengan pembicaraan kedua pemuda tampan di depan sana " tunjuk Edo ke arah Max dan Langit, mata Dini mengikuti arah jari Edo

" Langit.. dan Max.. " gumam Dini tak mengerti, ada ala dengan mereka berdua ?

" kau lihat wajah merona Max, dan wajah tegang Langit " Edo seperti memberikan teka teki pada Dini, gadis jtu mengeryit tak paham

" maksud mu ? "

" Max sedang mengincar seorang gadis yang membuat wajahnya terus tersipu malu, dan Langit memasang wajah tegang ketika Max meminta bantuan untuk mendekati gadis nya.. " clue dari Edo sepertinya bisa segera Dini cerna

" jangan bilang mereka menyukai gadis yang sama ? " tebak Dini tak mau percaya, tapi senyum sumringah Edo malah memaksanya untuk percaya

" what ! " wajah terkejut Dini djsambung senyuman kecil, kenapa dia merasa senang ?

" apa mereka menyukai gadis di sekolah kita ? " pertanyaan Dini membuat tawa lucu Edo seketika berhenti, wajah konyol itu mendadak tersetel serius, dia menoleh dan menatap wajah Dini yang menyembunyikan senyum kecilnya

" mereka mengincar siswi SMA reguler ! " seru Edo bukan hanya membuat Dini melongo, beberapa rekannya yang lain ikut terkejut mendengar suara Edo kini tak lagi berbisik ?

" siapaa ?? " tanya yang lainnya kepo, Edo seketika sadar dengan mulut lemes nya, dia menepuk nepuk pelan bibirnya

" aduuuh.. " sesalnya tak dapat di tarik lagi

*****

" apa ini ? " tanya Edo dengan kertas berthema hitam putih dintangannya

" undangan ! " ketus Max membalas raut meledek Edo

" kau gila ya, hahaa.. " Edo tertawa geli sembari membaca tulisan di undangan yang baru saja dari Max

" ish.. itu my sweet seventeen party ! " ketus Max kesal

" ko merinding sih ! ku pikir cuma anak perempuan saja yang sweet seventeen, ternyata si baby boy ini juga melakukannya " Edo masih saja tertawa geli, dia tak peduli dengan wajah merona Max

Langit mengambil satu undangan di meja, dia membacanya dengan wajah serius, wajahnya mulai terangkat sedikit, sudut matanya melirik ke arah Edo yang tak henti tertawa, dia mencibir sinis

" ulang tahun di rumah mu ? " tanya Langit pada Max, pemuda bule itu merebahkan diri di kursi dengan wajah memelas, dia mengangguk lemah

" mama ku yang merencanakannya, sebenarnya aku tak mau tapi setiap tahun selalu saja dia yang heboh " gerutu Max pelan sambil membenamkan kepala di meja, diantara dekapan tangannya

" tiuup lilinya.. tiup lilinyaa.. tiuup lilinyaa sekarang jugaaa.. sekaraaang jugaaa… wuaaahahahhahahaa… " Edo masih saja belum puas meledek Max, Langit menepuk punggung Edo meminta dia berhenti tapi kalau mau jujur Langit pun sedang menahan tawa nya saat ini

" aaahhh… " gerutu Max sekali lagi tanpa merubah posisinya

" apa kita akan memakai kostum jagoan ? aku sudh lama ingin mengenakan kostum supermen ku hahaaa.. " Edo memegangi perutnya, dia sudah tak bisa menghentikan tawa gelinya

" isssh kau itu ya ! " Max bangun dengan kesal, giginya mengeram, wajah malunya bercampur gusar

" hahaaaa… sorry sorryy… " elak Edo dari tatapan kesal Max

" aaahhh… ini memang memalukan ! " gusar Max kembali terduduk malas

" Hey, ayo dibuat menyenangkan " ide Edo mendapat tolehan wajah bingung antara Max dan Langit

" yaaa.. mama mu sudah merencanakannya, daripada sweet party bagaimana kita buat seseru mungkin ! " ujar Edo dengan wajah excited

" maksud mu ? " kompak Max dan Langit bingung

" pertama, minta mama mu merubah konsep indoornya menjadi pool party " senyum lebar Edo mengembang, Max bangun dari duduknya kini dengan semangat, dia menyambut ide Edo, Langit menyimak serius

" kedua, undang dj dan mc yang seru, ketiga, jangan lupa rapper ternama saat ini bro.. bagaimana ? " walau perlahan wajah Edo jelas membuat dua pemuda lainnya menyambut dengan senyum sumringah

" ah satu lagi, jangan ada menara cake ! " pinta Edo mengingat di setiap perayaan ulang tahun Max selalu saja ada acara potong kue tinggi dengan pedang, dimana Max akan di pandu oleh tangan mama nya, hahaha.. membayangkan si pangeran remaja tapi masih dianggap anak di bawah sepuluh tahun itu sangat menggelitik

" katakan pada mama mu, sedikit minuman penghangat, dan santapan ala Eropa " usul Edo menutup idenya, Max membuat wajah datar lagi, dia tak yakin untuk yang terakhir mama nya akan mengizinkan

" ck, ibu ku itu konservatif sekali walau gaya nya sosialita, aku akan coba bicara " jawab Max kemudian

" oiya.. paling penting, wanita nya !! " lanjut Edo membuat wajah datar Max kembali tersiram air dan seketika merekah

" Bumi ! " seru Max, membuat mata Edo melirik ke arah Langit, benar saja persis seperti dugaannya, dahi Langit berkerut jelas wajah itu tak menyukai seruan Max barusan, Edo hanya angkat bahu, dia mengangkat kedua tangannya

" oke. Tugas ku selesai " ucap Edo merebahkan diri di kursi, dia sudah tak ingin ikut campur lagi sekarang ini

***

" ini tugas mu sudah ku kerjakan " ucap Gaza menyerahkan buku pada Langit, pemuda itu tersenyum kecil membalas kebaikan sobat setia nya itu

" kenapa kau melakukannya, aku kan tak meminta mu " balas Langit basa basi basii..

" itu untuk donat yang kau berikan pada ku " jawab Gaza cepat dengan wajahnya yang datar

" aaahhh.. kau memang teman terbaikku !! " ucapan Langit membuat Gaza menjauhkan diri, dia tak ingin Langit memeluknya seperti adegan adegan sweet di drama korea ketika sahabatnya berbuat baik

" ih kau ge er " sinis Langit sambil tertawa kecil

mereka duduk di kursinya, Langit membuka tas nya dan mengambil sebuah buku tebal, pria itu serius memperhatikan lembar demi lembar yang tertulis di sana, Gaza menatap Langit bingung, matanya memperhatikan Langit lalu sampul buku, wajah Langit lalu sampul buku, wajah Langit dan ke sampul buku, dia memasang wajah takjub tak percaya

" kau membaca apa ? " tanya Gaza bingung dan tak percaya

" sastra " jawab Langit singkat

" kau salah makan ya ? "

" maksud mu ? "

" tingkah mu aneh "

" enak saja "

" serius, kau kenapa ?

" tidak apa apa "

" tidak mungkin, Langit teman ku tak pernah membaca buku "

Langit menutup bukunya, wajahnya sinis menatap tampang melongo Gaza

" maksud mu aku bodoh ? " tanya Langit sinis

" iyaa " jawab Gaza polos

" kau cari mati ya ! " kesal Langit bersiap memiting leher Gaza, temannya itu berusaha menghindar tapi terlambat, Langit lebih dulu meraih pundaknya

" cepat tarik ucapan mu ! " ancam Langit dengan wajah serius, dia bersiap sedia memasang siku di leher Gaza

" ampuun.. kau tidak bodoh " ujar Gaza menurut, Langit melepaskan tangannya, raut wajahnya berubah senyuman

" kau tidak bodoh hanya kurang pintar " bisik Gaza masih enggan tulus menatik kalimat jujurnya

" kau ini ! " walau wajah Langit kesal dia tetap tersenyum karena ucapan Gaza memang tidak salah, dia kembali duduk dan meraih bukunya

" kau bisa membuat puisi ? " tanya Langit pada Gaza yang kini sudah kembali tenang duduk berdampingan

" kau baca saja dulu buku itu, baru belajar membuat puisi " sergah Gaza tak mau ikut campur lagi

" aku tanya kau bisa buat puisi tidak ? " ulang Langit sedikit ketus, kini giliran Gaza yang meraut sinis

" sekarang bukan zamannya puisi, sekarang itu zamannya membuat caption di medsos bro.. " Langit mengacak acak rambut Gaza kesal, dia kembali tenggelam dengan wajah seriusnya membaca buku di tangannya, dia tak peduli lagi dengan wajah apapun milik Gaza

Dini diam diam menatap tingkah teman sebangku di belakang sana, gadis itu serius menyimak sambil memutar mutar ballpoint di jarinya, dia berusaha mencerna kalimat antara pemuda berdua itu, bukan Gaza, dia tak tertarik dengan rekan kelasnya yang berbadan subur itu, jelas dia sedang memperhatikan yang satu lagi, Dini melirik sekitar, beberapa teman nya yang lain juga ikut mencuri lirik dan ada yang bkan menatap ke arah si tampan, dan semua itu membuat Dini kesal, dia saat ini semakin cepat terbawa emosi, entahlah !