Chapter 10 - Puisi

Bumi melangkah perlahan semakin mendekati Langit, melihat gadis itu terus semakin dekat dengannya Langitpun tersadar

" aah.. maaf aku.. " Langit tergagap membalas tatapan heran Bumi

" a, aku, aku sedang.. " Langit tiba tiba kehilangan kata kata, dia bahkan tak berani mengangkat wajah membalas tatapan heran Bumi

" kau orang yang kemarin ? " tanya Bumi ragu, Langit mengangkat wajah, apa gadis ini mengingatnya ? hanya dengan bertanya seperti itu membuat perasaan Langit ingin berontak, dia seketika merasa sangat senang

" ah I, iyaa.. namaku Langit ! " ujar Langit walau terbata dengan cepat dia mengulurkan tangan, Bumi terbengong sesaat hingga dia membalas uluran hangat telapak tangan Langit

" nama ku Bumi ! " balas Bumi menerima uluran tangan Langit

Kertas yang terselip diantara buku di pelukan Bumi terbang tertiup angin, membuat keduanya segera menoleh mengikuti terpaan angin pada kertas yang seperti menari nari di udara, kertas itu berakhir di ujung sepatu Langit, mereka masih saja menautkan telapak tangan tanpa sadar waktu menyita genggaman hangat itu

Karena cinta memilih waktu dan orang yang tepat..

Begitulah kalimat yang tertulis di kertas itu, Langit berjongkok dan mengambil kertas berwarna pink itu, matanya membaca lagi kalimat yang ditulis dengan tangan

Langit mengulurkan kertas itu ke arah Bumi tanpa merubah posisinya, gadis itu sedikit aneh dengan posisi mereka saat ini, seorang pemuda yang berlutut dengan kertas di ujung jarinya, dan seorang gadis dengan wajah ragu mencoba menerima uluran dari tangan pemuda di hadapannya

" Bumi.. ayo kita latihan ! " seorang wanita paruh baya mengejutkan mereka, Langit segera bangkit dari posisinya, dia melangkah di belakang punggung Bumi yang meninggalkannya

Bumi memasuki sebuah ruangan dimana sudah ada beberapa orang yang sudah siap di sana, Langit masih mengikuti langkah Bumi, beberapa gadis mulai berdiri tak percaya dengan kehadiran pemuda tampan di kelas tambahan mereka, seorang pemuda asing, beberapa mulai berbisik dan meraut wajah kagum

Bumi menyadari ada yang aneh dengan teman temannya, gadis itu menoleh dan mendapati Langit tepat di belakang kursinya, pria itu menopang dagu dengan telapak tangannya, wajahnya terlihat senang dengan senyuman terus terukir, Langit hanya memperhatikan Bumi seorang

" hey, kenapa kau ada di sini ? " dengan berbisik Bumi menyadarkan lamunan Langit, pria itu seketika bingung kenapa tanpa sadar dia ikut bergabung di kelas Bumi, wajahnya terlihat bingung tapi mau bagaimana lagi, Langit menenangkan diri dan mencoba tersenyum seperti biasa

" hey, apa kau siswa baru yang lulus seleksi ? " tanya guru di depan sana pada Langit, pria itu mengangguk percaya diri membuat wajah Bumi mengerut bingung

" kalau begitu selamat bergabung, siapa nama mu ? " tanya guru lagi

" Langit bu.. " jawab Langit mencoba berdiri agar semua bisa melihat ke arahnya, pemuda itu seperti biasa memamerkan senyuman maut nya, senyuman itu seperti panah panas tajam yang siap menikam jantung gadis gadis di ruangan ini

" sepertinya kita punya pangeran di sini " gumam guru membuat beberapa gadis yang menyimak tertawa cekikikan

" Bumi.. " bisik Langit di belakang punggung gadis yang konsen mencatat materi tambahan dari guru di papan tulis sana

" kita sedang belajar apa sih ? " tanya Langit blank, dia tak mengerti dengan tulisan di depan sana, Bumi menoleh dan meraut wajah heran, walau sesaat cukup mengejutkan mata Langit, gadis itu kembali tak acuh, dia melanjutkan menyalin materi

" sstt.. Bumi, aku tak paham dengan materi di depan " bisik Langit lagi mengganggu konsentrasi Bumi

Bumi menarik bibirnya kesal, pemuda di belakangnya terus saja berbisik di belakang punggung Bumi, membuat konsentrasi tingkat tingginya terganggu

" kita sedang belajar sastra asing, kenapa kau tidak mengerti karena di papan tulis itu adalah bahasa Korea, Prancis dan Indonesia ejaan lama ! " seru Bumi menahan kesal

" hah ! " Langit mengerjapkan mata tak percaya, jangankan mengerti, membaca tulisan di depan saja dia kesulitan

" kenapa kita belajar hal memusingkan seperti itu ? " tanya Langit tak percaya dengan isi papan tulis

" karena kau ada di kelas sastra asing ! " jelas Langit kembali memperhatikan ke depan

" sepertinya materi seperti ini tidak ada di sekolah ku " gerutu Langit bingung bercampur heran, jangankan mengerti sastra, bahasa saja nilai Langit masih pas pasan, sekarang belajar sastra dan bahasa asing pula, Langit hanya bisa mengerutkan dahi tak percaya

" Bumii.. " sekali lagi Langit mengacau konsentrasi Bumi, jari telunjuk Langit mencoba menyentuh pundak Bumi dengan ragu ragu, tapi gadis itu segera menoleh cepat

Mata Bumi sedikit membesar melihat telunjuk Langit yang hampir saja menyentuh ujung hidungnya, lama dia menatap ujung jari pemuda tampan itu, Langit pun demikian, dia tak percaya jika Bumi menoleh secepat ini membuat syaraf jarinya seperti membeku, hingga mata keduanya bertemu dan perasaan aneh itu datang lagi

Deg.. deg.. deg..

Bumi memutar kepala dan tertunduk beberapa saat sebelum kembali ke pelajarannya

Langit segera menarik badannya dan bersender di kursi, dia menyentuh dadanya yang berdegub kencang, bibirnya menggaris senyuman kecil

" Bumi, kau bantu Langit mengerjakan karya pertamanya " perintah bu guru mendapat anggukan ragu dari kepala Bumi

" aaahhh… " beberapa bibir siswa sepertinya kecewa mendengar perintah terakhir bu guru sebelum meninggalkan kelas, Bumi selalu saja yang paling utama di sini, bahkan saat mengurus pemuda tampan yang baru saja bergabung di kelas tambahan mereka, juga menjadi tugas Bumi

aah.. Bumi membuat beberapa siswa melirik iri, Langit hanya bisa tersenyum kecil membalas lirikan lirikan penuh dengki itu, satu persatu mulai meninggalkan ruang kelas menyusul bu guru

Langit beranjak dari kursinya dan mghampiri meja Bumi

" karya apa maksud bu guru ? " tanya Langit bingung

" sudahlah tak usah kau pikirkan " balas Bumi cuek, dia membereskan barangnya dan bersiap beranjak dari kursi

" tunggu dulu, kau kan harus membantu ku " ujar Langit mencegah Bumi bangkit dari kursinya, wajah Bumi terlihat malas

" kau kan bukan siswa di sini, bu guru hanya salah paham saja, lagian kau tak usah pikirkan itu, minggu depan pun kau sudah tidak di sini ! " ketus Bumi dengan pikirannya yang sangat tepat membuat wajah Langit melongo

" tapi.. " gumaman kecil Langit membuat Bumi meraut heran

" kenapa ? " selidik Bumi, Langit mulai berpikir, aku harus jawab apa ya..

" mm.. aku kan juga ingin bisa sedikit sastra, kau masa tak mau mengajari ku " ujar Langit membuat alasan, dia hanya ingin sedikit lebih lama dengan Bumi, jadi apapun caranya di coba saja dulu

" baiklah.. " akhirnya, senyuman Langit seketika mengembang saat Bumi meraih buku nya, gadis itu serius mengajari dikit demi sedikit materi yang dia pahami

" kau harus memahami dulu beberapa kata dan istilah dalam bahasa, karena sastra tidak memakai bahasa yang langsung, itu bagian dari seni nya.. " ujar Bumi serius

wajahnya yang semakin fokus dan serius membuat mata Langit tak mampu berpaling, gadis itu terus berceloteh panjang kali lebar dan Langit menikmati tiap perubahan mimik wajah Bumi, dia hanya memperhatikan wajah gadis itu dan tersenyum senang, dia tak begitu peduli dengan materi yang di terangkan Bumi

" dia cantik sekali.. " batin Langit terpesona pada gadis di hadapannya, perlahan Langit berjongkok dan menyandarkan kepala di meja Bumi, matanya sesekali berkedip tapi tak sedetikpun berpaling dari wajah Bumi yang fokus pada buku di tangannya

Deg.. deg..

Jantung Langit berpacu cepat, darahnya seperti menghangat, pemuda itu menikmati waktu mereka di ruang kelas yang kian sepi, Langit yakin jika dia sudah jatuh cinta pada gadis ini, benar sekali seperti dugaan Gaza !

" kau mengerti ! " suara Bumi yang meninggi membuat wajah terpesona Langit spontan berubah, gadis itu menoleh ke arah nya dan dia tak mau Bumi menyadari pandangan jatuh cinta ini

" ah, iya, se, sedikit.. " jawab Langit tergagap

" cobalah kau buat sebait puisi " ucap Bumi menyodorkan sebuah kertas kosong

" pu, puisi ? " tanya Langit tak mengerti, gadis itu mengangguk cepat

" iya, dengan rima yang indah.. " tunjuk Bumi kepada kertas kosong yang dipegang Langit, pemuda itu menggaruk kepala nya bingung