Chereads / JANGAN PERGI CINTA / Chapter 21 - KAMU HARUS BAHAGIA

Chapter 21 - KAMU HARUS BAHAGIA

Bima sampai di rumah setelah maghrib. Dia pulang ke rumah Arman. Moodnya sedang tidak baik hari ini, setelah perkelahiannya dengan Devano di Cafe tadi siang membuatnya tidak fokus bekerja. Apalagi dengan sikap Zivana yang membuatnya bertambah sedih.

"Assalamualaikum.." Bima mengucap salam lalu melepas sepatu dan kaoskakinya.

"Waalaikumsalam.." koq baru pulang Bim?" Aliya mencium punggung tangan Bima lalu mengambil tasnya. Mamanya yang mengajarinya seperti itu. Biarpun cinta belum hadir di antara mereka, namun status Aliya yang kini sudah menjadi istri menuntutnya harus hormat pada Bima.

"Kamu nunggu aku Al?"

"Iya.. aku khawatir sama kamu."

"Maaf ya. Aku tadi banyak kerjaan."

"Iya gapapa. Sudah shalat?"

"Alhamdulillah sudah."

"Makan yuk. Mama udah masak banyak buat kamu."

"Mamamu tidak perlu memanjakan aku seperti ini, Al."

"Mama dan Papaku terlalu senang punya menantu seperti kamu. Tapi aku tidak."

"Kenapa?"

"Karena aku tidak pantas untukmu."

"Sudah tidak usah dipikirkan. Ayo masuk. Aku mandi dulu ya."

"Iya Bim." Bima melangkah lebih dulu meninggalkan Aliya. Aliya hanya bisa menatap sendu pada suaminya. Tak seharusnya Bima berkorban terlalu besar untuknya. Dia berjanji suatu hari nanti akan memberi Bima kebahagiaan. Sahabatnya itu terlalu baik untuknya. Aliyapun melangkah mengikuti Bima. Masuk ke dalam kamar menaruh tas, lalu keluar lagi untuk menemani Bima makan.

"Bima makan dulu, Nak. Mama sudah masak banyak buat kamu." Eva tampak bersemangat saat melihat Bima yang kini duduk di kursi makan.

"Mama tidak perlu masak sebanyak ini. Bima kan makanya cuma sedikit."

"Tidak apa-apa. Kamu pasti capek seharian kuliah dan kerja. Sekarang kamu harus makan banyak biar sehat."

"Iya, Ma." Bima merasa seperti di rumah sendiri. Dia tetap merasa bahagia meski harus menutupi kesedihannya.

"Aliya, tolong ambilkan makan buat suamimu."

"Iya, ma." Aliya mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi, lauk dan sayur sesuai permintaan Bima. Lalu meletakkan piring itu di depan Bima.

"Wah, Bima sudah pulang ya?" Arman yang baru saja keluar dari kamar menyapa menantunya itu.

"Makan Pah."

"Iya, tadi Papa sudah koq. Habis shalat maghrib langsung makan. Aliya kayaknya yang belum."

"Al, kamu belum makan?" Bima sampai lupa bertanya pada Aliya.

"Iya, tapi aku lagi malas makan Bim."

"Aku ambilin makan ya. Atau kamu mau aku belikan sesuatu?" tanya Bima kemudian. Yang justru membuat Aliya bertambah sedih. Aliya berdiri lalu masuk ke dalam kamar. Dia benar-benar merasa telah jahat pada Bima.

"Aliya kenapa?"

"Aku susul dulu, ya Ma."

"Selesaikan makanmu dulu, Bim."

"Nanti Bima lanjutin lagi ya Ma. Takutnya Aliya kenapa-napa." Bima berdiri lalu menyusul istrinya ke kamar. Eva dan Arman membiarkan anak dan menantunya. Entah apa yang membuat Aliya pergi.

"Al, kamu kenapa?" Bima membuka pintu kamar yang sudah setengah terbuka. Berjalan pelan mendekati istrinya.

"Bim, aku merasa jadi orang yang sangat jahat. Aku pasti sudah membuatmu menderita. Sahabat macam apa aku ini, Bim? tak seharusnya aku melibatkan kamu dalam masalahku.

"Hei sudah jangan menangis. Aku tidak mau kamu sedih. Aku menikahimu karena aku tidak mau kamu sedih lagi. Kalau kamu masih seperti ini, berarti sia-sia usahaku selama ini, Al."

"Maafkan aku, Bim. Aku harap suatu hari nanti kamu bisa bahagia. Aku tidak apa-apa koq diceraikan olehmu setelah anak ini lahir. Aku tahu kamu mencintai Zivana. Kamu harus mendapatkan cintamu, Bim."

"Sudah tidak usah berfikir aneh-aneh, Al. Kita jalani saja yang ada sekarang. Pernikahan itu tidak boleh untuk main-main."

"Tapi Bim.."

"Sudah tidak usah dipikirkan lagi. Kamu mau jalan-jalan keluar? Mungkin mau membeli sesuatu?"

"Tapi kamu belum selesai makan."

"Aku selesaikan makanya dulu, nanti kita jalan-jalan ya."

"Baiklah."

"Sudah jangan menangis lagi. Nanti hilang cantiknya."

"Bima bisa saja." Aliya akhirnya bisa tersenyum. Mereka berdua keluar kamar, kembali menyantap makan malam mereka. Aliya juga ikut makan meski cuma sedikit dilanjut minum vitamin untuk kandungannya.

"Sudah selesai?"

"Sudah."

"Shalat isya' dulu aja ya." Bima mengajak Aliya shalat berjamaah di rumah. Eva dan Arman bahagia melihatnya. Bima memang menantu yang mereka harapkan dari dulu. Tapi sebenarnya yang mereka inginkan bukan keadaan seperti ini.

Setelah selesai shalat isya', Bima mengambil motornya. Walau sebenarnya lelah tapi dia ingin mempunyai sedikit waktu untuk menyenangkan Aliya. Mereka berdua berboncengan. Jika dulu mereka menjaga jarak ketika berboncengan, sekarang Aliya bisa leluasa berpegangan pada suaminya.

"Kamu mau kemana?"

"Terserah kamu saja. Aku sudah lama tidak jalan-jalan malam seperti ini. Iya terakhir kamu jalan malam waktu kamu kabur dan pingsan di depan warung masakan padang."

"Hehehee.. maaf Bim. Aku ngrepotin kamu ya."

"Ya untung saja aku nemuin kamu. Mau kemana nih?"

"Kita ke taman aja yuk. Mau lihat pemandangan kota di malan hari "

"Ya sudah ayo." Bima mengendarai motornya menuju ke taman yang tak begitu jauh. Aliya bahagia karena bisa melepas penat dengan berjalan-jalan seperti ini.

"Bim, aku ingin beli itu." Aliya menunjuk penjual bakso mini yang biasa mangkal di dekat taman."

"Sebentar aku belikan dulu ya." Aliya duduk menunggu Bima di kursi taman berukuran panjang sambil melihat kerlip lampu di sekitarnya. Bunga-bunga yang bermekaran menambah cantiknya suasana taman malam ini.

"Ini Al buat kamu." Bima menyerahkan sebungkus bakso mini tanpa kuah kesukaan Aliya. Hanya diberi kecap tanpa sambal.

"Terimakasih, Bim. Kamu ga beli?"

"Aku sudah kenyang. Tadi kan habis makan."

"Ya sudah aku makan dulu ya, Bim. Emm aromanya menggoda. Dulu waktu kecil kita sering makan kayak gini ya."

"Iya, pernah aku ngerjain kamu tak kasih sambal banyak banget. Sampai kamu nangis. Hahaha.."

"Iya kamu jahat, sering jahilin aku."

"Aku jahilin kamu biar kamu tuh berani. Jangan cengeng. Tapi ternyata sampai besarpun kamu masih cengeng."

"Masa sih?"

"Nah tadi aja kamu habis nangis kan?"

"Hehehe... iya."

"Al, tadi aku ketemu Devano." Mendengar ucapan Bima menyebut Devano, Aliya jadi hilang selera makannya.

"Aku tidak mau mendengar namanya lagi, Bim. Biar saja dia tidak akan bahagia."

"Aku memukulinya tadi. Dan aku sudah bilang kalau aku sudah nikahin kamu. Dan dia tidak boleh ganggu kamu lagi."

"Dia pasti senang."

"Iya dia senang. Karena dia bilang bisa bebas sekarang. Aku tidak menyangka ada laki-laki sebejat dia."

"Sudah tidak usah cerita lagi tentang dia. Lalu bagaimana dengan Zivana, Bim? Aku tahu sejak dulu kamu mencintainya."

"Aku sudah menjadi suamimu, apa pantas aku memikirkan perempuan lain? meski aku mencintainya. Tapi sekarang aku berusaha untuk menguburnya dalam-dalam." Aliya merasa kasihan pada Bima.

'Tenang, Bim. Aku janji suatu saat aku akan mempersatukanmu dengan Zivana. Kamu harus bahagia. Kamu sudah berkorban untukku. Dan suatu saat nanti gantian aku yang akan berkorban untukmu,' ucap Aliya dalam hati.

*******