Chereads / RUNAWAY BRIDE (JAPAN VERSION) / Chapter 12 - Bab 11

Chapter 12 - Bab 11

"Saya akan membuka kembali kasus pembunuhan Akemi Kondoo 19 tahun lalu," Kepala Divisi Kriminal Ichiro Nakano berada di ruangan Kepala Kepolisian Tokyo yang didampingi dua orang Komisaris Polisi. Ichiro membawa berkas kasus Toshima atas pembunuhan Akemi Kondoo 19 tahun lalu bersamaan dengan kasus pembunuhan Direktur Bank Asing Saitama sebulan yang lalu. Dia meletakkan dua berkas itu d iatas meja Soji Hasegawa, Kepala Kepolisian Tokyo.

Soji menatap kedua berkas itu dengan wajah datar. Tangannya hanya membuka lembar pertama dari berkas Toshima itu dan kembali menatap Ichiro.

"Kurasa kasus itu sudah ditutup setelah kedua detektif senior, Detektif Watanabe dan Detektif Katoo tidak mendapatkan pembunuhnya. Lagipula tidak ada saksi. Suami Akemi Kondoo kabur dan tak pernah ditemukan."

"Anda tahu bahwa ada saksi seorang anak kecil yang ditemukan di dalam lemari pakaian ketika penusakan Akemi terjadi!" bantah Ichiro.

Rahang Soji tampak mengeras. Salah satu Komisaris Polisi yang duduk di sebelah Soji meraih berkas Akemi Kondoo atau dikenal sebagai kasus Nyonya Fujita dan melembarinya. Wajahnya tampak berubah warna ketika kini perhatiannya jatuh pada berkas Bank Asing Saitama.

Ichiro melihat reaksi itu dan dia mengambil kesempatan untuk memberi penjelasan pada Soji yang terlihat begitu angkuh.

"Tersangka pembunuhan Akemi Kondoo atau Kasus Nyonya Fujita sama seperti dengan pembunuhan Direktur Bank Asing Saitama. Sidik jari Jiro Miura terdapat di pisau yang digunakannya menusuk Akemi Kondoo 19 tahun lalu. Sidik jari yang sama juga terdapat pada pentungan yang membunuh direktur itu."

Soji mengepalkan tinjunya di bawah meja. "Lalu...? Bukankah Jiro Miura sendiri terbunuh..."

"Untuk menutup jejak! Karena sidik jari yang sama itu akhirnya kasus 19 tahun lalu terkuak di media! Lagipula Jiro Miura terbunuh di kepolisian kita! Ada pihak yang merasa terancam akan keberadaan Jiro Miura yang kini dikaitkan dengan pembunuhan Akemi Kondoo!" Ichiro berhenti sejenak, menentang pandang mata Soji. "Jiro bekerja di bawah seseorang atau kelompok. Kami sedang menyelidiki motif kedua pembuhan itu, mencari benang merah keduanya."

Soji mengurut batang hidungnya. Matanya yang sipit itu memandang Ichiro dengan jengkel. "Kau mulai seperti dua detektif bodoh itu! Mempercayai bahwa kedua pembunuhan itu saling berkaitan!"

Ichiro berdiri dari duduknya. Dia menatap atasannya itu dengan emosi tertahan. "Karena saya sudah bertemu dengan anak dari Akemi Kondoo! Dia mengatakan bahwa pembunuh ibunya adalah Jiro Miura." Setelah berkata seperti itu, Ichiro memberi hormat dengan gagah dan berlalu dari ruangan itu dengan tegap.

Hening sejenak di dalam ruangan itu. Berkas kasus Toshima masih di atas meja itu. Komisaris Takeda menatap Soji.

"Apa dia sudah tahu?" Komisaris Takeda bertanya lambat di ruangan sunyi itu.

Soji yang melembari berkas Toshima itu menghempaskannya di atas meja. Di berkas itu tercetak jelas polisi mana saja yang mengusut kasus itu di bawah pimpinan Ichiro Nakano.

"Dua detektif itu persis kedua ayah mereka!" Tukas Soji tajam. Tangannya menjangkau telepon yang berada di dekatnya.

****

"Ah...Sudah lama aku tidak berjumpa denganmu. Aku girang sekali kau dapat bersamaku lagi, Mamoru."

Junichi memeluk sejenak Mamoru dengan hangat. Memang sudah cukup lama keduanya tidak berjumpa sejak Mamoru lulus kuliah di Washington DC. Selama ini mereka hanya berkomunikasi melalui email.

Mamoru merasa sangat senang bertemu lagi dengan Junichi. Meski pun mereka bukan saudara sekandung, tapi bagi Mamoru, Junichi bagai seorang saudara. Sejak Junichi berperan besar dalam hidupnya saat dia berusia remaja, Mamoru bersumpah akan melakukan segalanya bagi pria itu. Apalagi sejak Junichi mengakuinya sebagai saudara angkat, Mamoru semakin bertambah setia pada Junichi.

Mamoru menatap pandang mata Sayuri yang tertuju padanya. Dia segera membungkuk dengan hormat. "Selamat datang di Jepang, Sayuri-sama. Sebaiknya segera masuk ke mobil. Di dalam sana lebih hangat," ujar Mamoru.

Sayuri membetulkan letak tali tas bahunya. Dia hanya tersenyum tipis dan berjalan mendahului kedua pria itu menuju mobil. Sayuri tidak begitu suka dengan Mamoru. Pria muda itu persis seperti anjing peliharaan tunangannya. Mamoru berlaku seperti anjing penjaga yang tak kenal benar atau salah yang diperintahkan oleh Junichi. Hal itulah yang membuat Sayuri tidak ramah pada Mamoru.

Mamoru melihat bagaimana Sayuri begitu tidak menyukainya. Tapi dengan santai Junichi merangkul bahu Mamoru dan tertawa sambil berjalan ke arah mobil.

"Kau tahu bagaimana sifat tunanganku yang cantik itu." Lalu dia menatap Mamoru dengan tampang heran. "Kau masih saja memanggilnya Nona? Sudah kubilang kau boleh memanggilnya Onee-san," senyum Junichi.

Mamoru tersenyum samar. Dia menahan pintu penumpang agar Junichi bisa masuk. Sebelum dia menutup pintu, dijawabnya dengan nada ringan. "Nona adalah tunanganmu, Junichi-sama." dia menutup pintu mobil dengan tenang setelah mendengar tawa Junichi.

Mamoru memilih duduk di kursi depan samping supir. Sementara pria satunya lagi berada di kursi belakang. Pria berbadan besar itu adalah bodyguard.

Mamoru mendengar suara lembut Junichi mengajak Sayuri bicara kontras dengan suara datar wanita itu.

"Bagaimana kalau kita mencari makan?" tawar Junichi.

Sayuri mengelus rambut panjangnya. Dia melirik Junichi dan menjawab tanpa emosi. "Aku ingin mandi baru makan. Bagaimana?" senyum Sayuri.

Mamoru tidak mendengar jawaban Junichi. Dia tidak perlu tahu apapun yang diucapkan Junichi pada tunangannya karena pria itu selalu meluluskan apa pun permintaan Sayuri.

Mamoru menatap jalanan menuju pusat kota Tokyo. Langit malam musim semi mulai beranjak naik. Lampu-lampu neon di seluruh kota itu luar biasa indahnya. Tokyo tak pernah tidur. Andai dia tidak pernah berjumpa dengan Junichi, akankan dia merasakan semua kenikmatan itu? Hidup di dalam lingkungan sosial yang serba menyenangkan, pendidikan yang tinggi serta rekening yang terus membuncit tiap waktu.

Ya. Semua itu dapat dinikmatinya sejak Junichi menariknya keluar dari lumpur kenistaan yang dinamakan narkoba. Mamoru masih mengingat dengan jelas hidup yang penuh ketengangan jika suatu hari tertangkap polisi. Apartemen kumuh di daerah Bronx, sudut kota New York yang gemerlap. Bau asap rokok dan semua alat-alat untuk melayang ke dunia lain.

Mamoru merupakan anak dari pasangan Jepang yang hidup di New York. Ketika kanak-kanak hidupnya dilengkapi dengan kasih sayang kedua orangtuanya. Namun ketika dia beranjak remaja, orangtuanya bercerai. Keduanya meminta Mamoru memilih salah satu namun Mamoru memilih untuk keluar dari rumah. Dia tidak mau ikut salah satu dari mereka dan dia bergabung dengan teman-teman nakalnya.

Mamoru tidak hanya menjadi anak nakal di usianya, dia justru terjerumus ke dalam dunia kelam yang disebut free sex dan drugs. Mamoru putus sekolah dan ikut bersama teman-temannya bergabung dalam sebuah kelompok pengedar di daerah Bronx. Dia rusak dan pecandu.

Tapi Mamoru berotak encer. Meski dia putus sekolah, dia begitu ahli di bidang iptek. Dia mampu memecahkan sandi apa pun yang ada di dunia maya. Dia masuk ke dalam jaringan-jaringan penting negara. Menyerap segala informasi rahasia sekali pun.

Awalnya dia melakukan hanya sekedar iseng. Tapi salah satu temannya mendapati kelebihan Mamoru dan mulai mempengaruhi Mamoru agar menjadi hacker profesional untuk memperdagangkan narkoba melalui dunia maya. Mereka bisa masuk ke dalam perusahan-perusahan besar bahkan ke dalam jaringan internasional. Tentu saja Mamoru tertarik dan memulai aksinya meretas ke sebuah situs mahasiswa universitas terkemuka di New York. Dia berhasil menjaring separuh mahasiswa untuk menjadi pecandu narkoba.

Mamoru menjadi penjahat dunia maya yang ditakutkan. Dia bisa menyusup ke situs mana saja yang diinginkannya. Polisi mulai memburu kelompoknya.

Suatu hari dia mencoba bermain-main dengan sebuah jaringan situs kalangan mafia. Dia masuk ke dalam sebuah situs sangat rahasia milik Junichi Kimura. Dan dia terkejut ketika meretas situs itu dan menemukan sebuah kelompok penjahat yang bersembunyi di balik jas elegan mereka. Kelompok itu merampok sebagian besar perusahaan-perusahan besar dan mengambil semua saham. Kelompok itu juga tidak segan-segan membunuh untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Terlambat bagi Mamoru untuk melarikan diri, dia tertangkap ketika meretas situs tersebut. Keberadaannya diketahui sangat cepat dan sialnya saat itu dia sedang berada di bawah pengaruh obat-obatan dan nyaris mati karena overdosis.

Kelompok mereka dihancurkan dalam sekejab oleh para mafia itu. Sebagian dari mereka mati sia-sia di tangan manusia-manusia tak berhati itu. Bandarnya tidak dibunuh namun terluka parah dan ternyata kelompok mafia itu juga bekerja sama dengan polisi setempat.

Sang ketua mafia turun langsung ke tempat itu dan melihat Mamoru yang meringkuk ketakutan di bawah meja komputernya. Wajahnya nyaris tak berbentuk dan seluruh tubuhnya luka-luka.

Ketua mafia itu menyeretnya keluar dari tempat persembunyiaannya. Pria tegap itu mencengkram lehernya. Suaranya menggeram di telinga Mamoru. "Kau mau cepat mati heh?!" Suara desisan itu membuat Mamoru merinding.

Dengan mata yang bengkak sehabis dihajar dan tubuh lemah, Mamoru memegang lengan kuat itu. "Mati pun aku, tidak ada yang menangisiku," setelah itu Mamoru merasa pandangannya gelap. Dia pingsan.

Itulah pertemuan pertamanya dengan Junichi. Dia berpikir dia sudah mati saat itu. Tapi ketika dia terbangun besoknya, dia berada di ranjang rumah sakit. Dia menoleh dan mendapati pria tampan yang nyaris mencekiknya itu duduk di sofa besar di kamar itu dengan tegak. Sorot matanya tajam menusuk. Ketika dia bersuara, nadanya sangat dingin.

"Kau kubiarkan hidup! Sayang sekali membuang manusia pintar sepertimu! Kau ikut aku! Tapi sekali kau berkhianat, hidupmu berakhir!"

Dan sejak itu Mamoru menjadi salah satu dari kelompok mafia itu. Tapi ternyata dia cukup spesial bagi Junichi. Pria itu mengobati ketergantungannya pada obat-obatan. Junichi khusus membayar sebuah rumah sakit bagi penderita narkoba untuk mengobatinya hingga bersih dari barang itu.

Junichi juga menyekolahkannya sesuai jenjang seharusnya. Karena Mamoru memang pintar, dia dapat mengejar ketinggalannya. Tubuhnya kembali sehat bebas dari obat-obatan, sekolahnya berjalan mulus hingga akhirnya bisa menjadi mahasiswa Universitas Washington DC.

Kemudian perlahan Junichi memperkenalkannya pada dunia pria itu. Mamoru belajar bela diri dan cara menggunakan segala jenis senjata tajam dan segala jenis pistol. Mamoru menjadi salah satu penembak ulung yang dimiliki Junichi. Dan yang terpenting, Mamoru menjadi hacker untuk Junichi. Dari Mamoru, Junichi mendapatkan akses seluruh jaringan perusahaan atau pun kelompok mafia lainnya. Karena Mamoru juga, kelompok Junichi bisa menyusup ke jaringan sebuah kepolisian. Bahkan dari Mamoru jugalah akhirnya Junichi menemukan musuh yang selama ini dicarinya. Dimulai dengan hancurnya Bank Asing Saitama yang diambil alih oleh Junichi segala aset dan kepemilikan. Begitu juga keberadaan seorang wanita cantik, anak dari musuh besar Junichi. Mamoru tahu bahwa Junichi bertekad mendapatkan Kenji Fujita yang kini berada di London. Junichi berniat menghancurkan pria itu perlahan-lahan.