Mamoru mengantar Sayuri di depan lobi depan apartemen di mana berada penthouse milik Junichi di tingkat paling atas. Dia memarkir mobil sedannya dan menatap Sayuri yang duduk tegak di kursi penumpang di sebelahnya.
Sayuri balas menatap Mamoru dan segera pula membuang tatapannya. "Terima kasih untuk hari ini," Sayuri meraih tasnya dan siap membuka pintu mobil ketika Mamoru menahan lengannya.
Sayuri terkejut dan menatap Mamoru dengan membulat. Mamoru tersenyum tipis. "Justru aku yang berterima kasih."
Mereka saling bertatapan sejenak dan Sayuri merasakan kembali debur jantungnya yang cepat. Dia berusaha menarik lepas tangannya tapi Mamoru cukup kuat menahan lengannya.
"Lepaskan!"ujar Sayuri tegas.
"Kau tahu di mana kau bisa menemukanku." Mamoru bersuara sangat halus sehingga nyaris Sayuri tidak percaya bahwa pria itu berbicara.
Ekor mata Sayuri melihat seorang pria yang muncul dari pintu putar lobi penthouse. Junichi! Dengan postur tubuhnya yang sempurna, Sayuri bisa langsung mengenali tunangannya. Begitu juga dengan Mamoru, dia sangat mengenal pria yang berjalan lambat mendekati mobilnya. Dengan enggan Mamoru melepas genggamannya.
Merasa bebas, Sayuri segera membuka pintu mobil dan langsung berhadapan dengan Junichi yang menjulang tegap dengan kedua tangan di dalam saku celananya. Dengan kaget Sayuri tergagap menyapa Junichi.
"Jun..."
Junichi melakukan gerakan mamandang arlojinya. Dia mengangkat matanya memandang Sayuri. "Kau telat, Sayuri?" Junichi tersenyum manis namun sepasang matanya berkilat marah.
Selagi Sayuri mencari akal menjawab Junichi, terdengar suara pintu mobil terbuka. Dengan tenang Mamoru mendekati Junichi dan membungkuk hormat.
"Aku menemani Sayuri-sama berbelanja di Harajuku," sambil berkata demikian Mamoru menunjukkan kantong-kantong belanjaan yang dilupakan oleh Sayuri. Merasa bahwa Junichi masih menuntut panjelasan, Mamoru kembali bersuara. "Kami tidak sengaja bertemu..."
"Aku bertemu Hozy....Mamoru di toko lampu di Shibuya! R.U.R.I Lamp Shop." Sayuri cepat memotong pembicaraan Mamoru sebelum pria itu mendapatkan tekanan dari Junichi.
Mamoru menatap Sayuri dengan terkejut. Kini perhatian Junichi sepenuhnya tertuju pada Sayuri. Matanya menyipit. "Jadi kau ke toko lampu tersebut? Dari mana kau mendapatkan alamatnya? Seharusnya kau pergi bersamaku."
Sayuri mencengkram erat tali tas bahunya. "Aku membuka situsnya yang seperti direkomendasikan temanku di Amerika." Sayuri berdusta. Dia mendapatkan alamat itu dari komputer milik Junichi pada saat malam dia menguping. Ketika Junichi pergi dan juga Mamoru sudah berlalu dari lorong itu. Dia kembali ke ruang kerja Junichi dengan membuka pintu rahasia yang sudah tidak dikuncinya lagi setelah ke luar sebelumnya.
Tampak Junichi menarik napas lega dan meraih bahu Sayuri dan memeluk wanita itu dengan posesif. Dia mengecup pelipis Sayuri dengan mesra lalu dia menatap Mamoru bersama tatapannya yang bersahabat.
"Untunglah kau bisa menemukannya, Mamoru-kun." Junichi menekan kata -kun yang diperuntukkannya pada Mamoru yang tersenyum tanpa berubah air muka. Dia kembali mengangguk hormat dan mundur selangkah.
"Kalau begitu aku permisi." Mamoru menatap Sayuri tanpa kentara dan wanita itu cepat mengalihkan wajahnya. Mamoru membuka pintu mobilnya dan mendengar pertanyaan tegas dari Junichi.
"Apa kau berhasil dengan apa yang kita bahas kemarin?"
Mamoru mengangguk sebelum masuk ke mobil. "Sudah. Kau bisa langsung akses ke komputermu."
Junichi tersenyum dan menjawab puas. "Aku selalu percaya bahwa kau selalu bisa kupercayai." Setelah berkata demikian Junichi mengajak Sayuri kembali ke penthouse.
Mamoru menatap kedua orang itu berlalu dan menghela napas. Sebelum dia menghidupkan mobilnya, dia mengeluarkan ponselnya dan mengaktifkan benda itu. Puluhan voice mail langsung diterimanya dan semuanya berasal dari Junichi. Mamoru menghembuskan napas ke udara dan mengetukkan ujung ponselnya di dahinya. "Kacau..." Seakan teringat sesuatu, Mamoru membuka sebuah aplikasi lain di ponselnya.
Sebuah peta yang terhubung pada titik kecil berwarna merah terlihat berkedip-kedip. Rekaman alat pelacak di dompet Ruri untuk beberapa jam sebelumnya sudah tersimpan secara otomatis di folder ponsel.
Keberadaan Ruri sebelumnya tidak berada di tempat saat ini dalam beberapa jam tadi. Dengan cepat Mamoru mengambil laptop yang selalu berada di mobilnya. Setelah benda itu menyala, Mamoru mengaktifkan jaringan internet pada ponselnya dan menghubungkan benda itu pada laptopnya.
Muncul sebuah peta Tokyo dengan skala diperkecil, Mamoru melacak keberadaan Ruri beberapa jam lalu. Ruri berada di Sangenjaya distrik Setagaya-ku yang merupakan distrik terpadat di Tokyo. Mamoru mempersempit kawasan dan mendapati bahwa wanita itu berada di sebuah apartemen dibagian barat Setagaya-ku.
Mamoru men-copypaste alamat apartemen, masuk pada jaringan tata kota Tokyo dan dalam hitungan menit dia sudah mendapatkan data pemilik gedung apartemen. Dengan kepandaianny,a dia masuk pada sistem komputer operasional gedung apartemen dan meretas data setiap pemilik nomor apartemen.
Mamoru memperkecil lagi keberadaan Ruri dan titik pelacak itu berada tepat di apartmen bernomor 135, lantai 10 dari gedung. Mamoru men-klik tanda searching pada data pemilik nomor apartemen dan dia langsung menggigit ujung kukunya saat data itu terpampang di layar laptopnya. Nomor apartemen itu milik seorang pria tampan yang ditemuinya di toko Ruri. Pria detektif yang mengusut kasus pembunuhan Bank Asing Saitama dan Kasus Toshima atau Kasus Nyonya Fujita 19 tahun silam. Detektif Daiki Watanabe. Putra tunggal dari Detektif Takao Watanabe.
Sementara itu Junichi dan Sayuri saling berdiam diri di dalam lift menuju penthouse mereka. Sayuri hanya memegang erat tasnya sambil menatap sepasang sepatunya ketika Junichi bersuara dengan tajam.
"Jika lain kali kau ingin bepergian harus bersamaku! Aku siap menemanimu 24 jam sekali pun jika kau ingin berkeliling Tokyo."
Sayuri mengangkat mukanya dan menentang sepasang mata Junichi yang berkilat. "Di New York kau tidak melarangku ke mana saja," tukas Sayuri datar.
"Tokyo berbeda dengan New York!"
"Apa bedanya? Justru ini adalah tanah leluhurku. Kemana pun aku berada mereka berbicara sama dengan bahasaku!"
"Jangan membantahku!" Junichi meninju dinding lift yang berada tepat di belakang Sayuri.
Sayuri terbelalak ngeri melihat emosi Junichi yang meledak. Wajah pria itu berjarak beberapa centi saja dari wajahnya. Sinar mata Junichi seakan siap membunuh siapa saja.
Napas kemarahan Junichi tersembur menerpa wajah Sayuri yang pucat. Dengan nada rendah, Junichi berkata dingin. "Terutama jangan pernah lagi mendatangi toko lampu itu!"
Sayuri berusaha menelan rasa takutnya. "Mengapa?"
Junichi terdengar menggeram. "Karena aku tidak suka kau berada di sana! Karena aku tidak suka milikku bersama pria lain! Mengerti?!" desis Junichi di muka Sayuri.
Dengan perlahan tangan Junichi bergerak memegang dagu Sayuri dan berbisik tajam di atas bibir wanita itu. "Aku tidak mau wanita milikku bersama orang yang paling aku percayai. Kau. Milikku. Sayuri Fukuda! Kau diserahkan orangtuamu 10 tahun lalu untuk menjadi M.I.L.I.K. KU!"
Dengan kasar Junichi melepas cengkramannya pada dagu Sayuri tepat pintu lift terbuka. Sambil merapikan polonya dia berjalan menuju ke luar lift. Tanpa menoleh dia berkata pada Sayuri.
"Hozy Mori sudah lama mati! Sekarang yang ada hanyalah Mamoru!" Kemudian Junichi berjalan meninggalkan Sayuri yang terpaku.
Sayuri melangkah lambat menuju kamarnya. Junichi sudah menutup pintu ruang kerjanya dan Sayuri sama sekali tidak peduli. Dia mengunci pintu kamarnya dan melempar semua kantong belanjaan manipulasi itu. Dengan pelan sayuri menghampiri cermin riasnya dan menyibak rambut panjangnya yang tadi selalu menutupi lehernya.
Sebuah tanda merah kecil tertinggal di sana. Di sisi lehernya tepat di dekat urat nadinya. Di tempat paling sensitif di bagian leher. Sayuri menyentuh tanda yang ditinggalkan oleh Mamoru di bagian sisi tubuhnya dan itu terasa sangat berdenyut nyeri.
Sayuri terduduk di kursi meja toiletnya dan menutup wajahnya. Seakan semua kenangan beberapa jam lalu di apartemen Mamoru terekam ulang di matanya.
Ciuman penuh kerinduan yang diberikan Mamoru padanya seakan kembali membakar seluruh tubuh Sayuri . Sentuhan jemari pria itu di atas kulit tubuhnya membuat hatinya yang selama ini dingin kembali menghangat. Meski pun dia dan Mamoru tidak lupa daratan di apartemen pria itu, namun berada di dalam pelukan Mamoru membuat dia teringat akan kenangan 4 tahun lalu.