" Trima kasih Ust. Zakir!" kata Harun pada Zakir dengan tersenyum.
" Sama-sama, Ust!" jawab Zakir.
" Silahkan, pak! Ini Ustadz Harun!" kata Zakir pada Danis.
" Iya! Trima kasih!" jawab danis.
" Saya pamit dulu, Ust! Assalamu'alaikum Wr. Wb!" ucap Zakir.
" Silahkan, Ust! Wa'alaikumsalam Wr. Wb!" jawab Harun. Zakir melangkah pergi meninggalkan mereka berdua.
" Mari silahkan masuk!" ajak Harun datar.
" Trima kasih!" jawab Danis. Mereka berdua duduk saling berhadapan di meja kerja Harun.
" Ada yang bisa saya bantu?" tanya Harun dengan ramah walau ada sedikit ganjalan dihatinya.
" Bos saya ingin Ustadz membantunya belajar tentang Islam dalam waktu sebulan!" kata Danis langsung pada permasalahannya.
" Maaf! Ilmu saya belum banyak! Belum pantas untuk mengajar orang besar seperti Bos anda!" kata Harun merendah.
" Apapun yang anda inginkan akan dia kabulkan!" kata Danis memberikan penawaran. Harun menatap Danis dengan tatapan tidak suka.
" Saya bukan orang yang serakah! Rejeki semua dari Allah SWT! Saya tidak menginginkan apa-apa dari Bos anda!" kata Harun panjang.
" Apakah anda marah karena perbuatan Bos saya waktu itu?" tanya Danis.
" Saya bukan orang yang pendendam! Apapun yang terjadi pada saya adalah takdir yang Allah beri! Dan dengan ikhlas saya menerimanya!" jawab Harun.
" Jadi anda tidak mau mengajari Bos saya?" tanya Danis.
" Maaf! Saya merasa belum layak mengajar beliau!" kata Harun sekali lagi merendahkan diri.
" Baiklah! Permisi! Selamat Pagi!" kata Danis dengan wajah kecut, dia takut akan kemarahan Bosnya karena tidak berhasil meminta Harun untuk mengajarinya.
" Silahkan! Selamat Pagi!" jawab Harun. Danis melangkah keluar ruangan Harun dan menghubungi Brian.
" Halo, Bos!"
- " Bagaimana?" -
" Maaf, Bos! Dia tidak bersedia!"
- " Dasar Bodoh! Tunggu aku disana!" -
" Baik Bos!"
Brian menutup panggilan dari Danis dan menghubungi Ganda, sopir kantornya. Beberapa saat kemudian Brian telah sampai di Yayasan Ilman Nafi'a milik Keluarga Harun. Danis membawa Bosnya ke ruangan Harun. Tok! Tok!
Danis mengetuk Pintu ruangan Harun.
" Ya!" jawab Harun. Harun membuka pintu ruangannya dan melihat Brian berdiri di hadapannya. Pria arogan yang telah membuat kehidupannya penuh dengan masalah.
" Assalamu'alaikum!" ucap Brian.
" Wa'alaikumsalam Wr. Wb!" jawab Harun terkejut mendengar salam dari Brian,begitu juga dengan Danis.
" Apa kabar Ustadz?" tanya Brian melepas kacamata hitamnya.
" Alhamdulillah baik!" jawab Harun datar.
" Boleh saya masuk?" tanya Brian datar.
" Silahkan!" jawab Harun. Brian masuk ke dalam ruangan Brian dan duduk di sofa yang ada disitu dengan kaki kanan ditumpangkan diatas betis kaki kirinya sementara tangannya direntangkan diatas sandaran sofa. Harun duduk di single sofa di samping Brian.
" Jika anda kesini hanya untuk hal itu, saya sepertinya sudah bilang sama asisten anda!" kata Harun.
" Saya tahu ustadz tersinggung karena saya tidak datang kesini sendiri! Karena itu saya datang kesini untuk meminta tolong agar ustadz mau mengajarkan saya tentang islam!" kata Brian.
" Tapi saya bukan orang yang tepat! Ilmu saya belum seberapa!" jawab Harun.
" Saya dengar anda sedang mencari lahan untuk sebuah panti asuhan di derah barat? Saya akan memberikan lahan dan juga membangunkan panti asuhan itu untuk Yayasan Ustadz!" kata Brian. Harun kaget mendengar ucapan Brian, karena semua itu adalah mimpinya dan memang benar adanya. Harun bisa saja mengedepankan rasa egoisnya dan juga harga dirinya, tapi anak-anak asuhnya butuh tempat yang lebih besar dan lebih baik.
" Kenapa anda ingin belajar?" tanya Harun.
" Karena saya janji dengan istri saya untuk mempelajarinya dalam satu bulan!" jawab Brian.
" Islam tidak bisa dipelajari hanya dalm waktu satu bulan! Butuh bertahun-tahun lamanya untuk mendalaminya!" kata Harun.
" Saya hanya butuh ustadz mengajari saya dasar-dasar Islam, terutama tentang shalat dan mengaji!" kata Brian.
" Itu juga butuh waktu lama!" jawab Harun.
" Saya orang yang cepat mengerti!" jawab Brian.
" Apa anda tidak ingin mempelajari semua karena Allah?" tanya Harun. Brian mengernyitkan dahinya.
" Karena itu ajari saya! Dan ustadz akan mendapatkan apa yang ustadz impikan!" kata Brian.
" Baik! Datang kesini setiap jam 4 sore sampai jam 8 malam!" kata Harun.
" Tidak! Saya akan datang jam 9 pagi hingga jam 1 siang!" bantah Brian.
" Tapi saya jam segitu mengajar di kampus!" jawab Harun.
" Jam berapa ustadz selesai?" tanya Brian.
" Jam 12 siang!" jawab Harun.
" Saya akan datang ke kampus ustadz jam 1 siang sampai jam 5 sore!" ucap Brian.
" Baik!" jawab Harun. Brian mengulurkan tangannya dan diterima oleh Harun.
" Jangan sampai ada orang tahu tentang ini!" kata Brian.
" Tentu saja! Anda bisa percaya!" jawab harun.
" Kita mulai nanti?" tanya Brian.
" Boleh!" jawab Harun.
" Nanti Asisten saya akan memberikan surat perjanjian kita!" kata Brian. Harun menganggukkan kepalanya.
" Permisi! Assalamu'alaikum!" pamit Brian.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Harun sedikit puas. Brian melenggang keluar dari ruangan Harun dan menuju ke mobilnya.
" Segera siapkan dokumen perjanjiannya dan berikan padanya untuk ditanda tanganinya!" kata Brian pada Danis.
" Siap, Bos!" jawab Danis.
" Hubungi Nabil, jika dia main-main dengan pekerjaannya, bilang padanya aku nggak akan segan-segan mengambil kembali milikku!" kata Brian.
" Iya, Bos!" kata Brian. Hmm! Dia kembali menjadi Bos yang dingin dan angkuh. Brian kembali ke kantornya dan melanjutkan meeting disana.
Sementara di kediaman Fatma, Ummi sedang memasak untuk makan siang dengan dibantu Fatma dan Rania.
" Apa Arkan akan makan dirumah, Nia?" tanya Ummi.
" Tidak, Ummi! Mas Arkan ada meeting di restoran sekalian makan siang!" jawab Rania.
" Hmmm, anak itu! Sudah berkali-kali aku beritahu, tapi masih saja begitu!" kata Ummi kecewa.
" Maafkan Mas Arkan, Ummi! Dia sebenarnya nggak mau, tapi kliennya yang memaksa karena istrinya sedang tidak enak badan dan dia tidak mau jauh-jauh darinya!" kata Rania.
" Syukurlah jika memang alasannya tepat!" jawab Ummi.
" Suamimu bagaimana, Fatma?" tanya Ummi.
" Heh?" sahut Fatma, dia dari tadi melamun memikirkan tentang Brian.
" Apa suamimu akan makan siang di rumah?" tanya Ummi.
" Eh..anu..nanti Fatma telpon Ummi!" jawab Fatma gugup.
" Kamu mikir apa , nak?" tanya Ummi.
" Nggak ada Ummi!" ucap Fatma.
" Jika kamu memang yakin padanya dan mau dia menjadi suamimu seutuhnya, bantulah dia dengan do'amu!" kata Umminya tegas. Fatma tidak menyangka Umminya akan bicara seperti itu, karena dia berpikir jika Umminya sedih karena apa yang dilakukannya dengan Brian.
" Trima kasih, Ummi!" kata Fatma dengan mata berkaca-kaca lalu memeluk Umminya.
" Sudah! Kamu telpon dulu sana!" kata Ummi. Fatma bergegas pergi ke kamarnya, Ummi dan Rania hanya tersenyum melihat tingkah Fatma.
" Semoga pemuda itu serius dengan niatnya!" kata Ummi.
" Aamiin!" jawab Rania. Fatma masuk ke dalam kamarnya dan meraih ponselnya, dia ragu untuk menelpon atau mengirim pesan pada Brian. Apa yang harus aku katakan? batin Fatma. Jam telah menunjukkan angka 11 lewat, sebentar lagi dzuhur dan waktunya makan siang. Saat dia bingung dengan memandangi ponselnya, tiba-tiba ponsel itu berdering dan nama DIA tertera di layar. Fatma terkejut melihat nama di ponselnya dan hampir saja ponsel tersebut terjatuh. Fatma hanya diam saja dan melamun melihat ponselnya, hingga deringan beberapa kali, baru dia tersadar lalu mengangkatnya.