Chereads / Terang Dalam Gelapku / Chapter 23 - Bukan Pendendam

Chapter 23 - Bukan Pendendam

Setelah menunaikan shalat subuh, seperti biasa keluarga Fayyad membaca Al Qur'an dan Abi akan memberikan sedikit siraman rohani dan ada rapat keluarga. Brian mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan Abi. Fatma masih tidak berani menatap wajah suaminya, karena mereka belum sah secara hukum negara. Sebenarnya dia ingin sekali bertanya tentang shalat subuh di masjid tadi, tapi dia hanya terdiam saja.

" Nak Brian! Apa kamu betah tinggal disini?" tanya Abi saat mulai rapat keluarga.

" Iya, Bi! Dimana istri saya tinggal saya akan selalu betah, Abi!" jawab Brian tegas. Abi tahu jika Brian terpaksa tinggal disini, karena dia biasa tinggal di tempat mewah.

" Kalau kamu ingin pindah, Abi tidak akan menghalangi, tapi nanti jika kalian sudah menikah secara sah di catatan sipil!" tutur Abi lagi. Fatma hanya diam saja mendengar percakapan Abi dan suaminya, hatinya sedikit sedih saat Abinya mengijinkan Brian membawanya pergi dari sini.

" Iya, Abi! Saya paham!" jawab Brian.

" Arkan, bulan depan istrimu akan melahirkan, dimana kalian akan tinggal?" tanya Abi.

" Sementara dirumah Rania dulu, Bi!" jawab Arkan.

" Boleh! Daffa! Kamu jadi ikutan turnamen?" tanya Abi.

" Jadi, Bi! Besok Daffa akan berangkat!" jawab Daffa.

" Hati-hati! Kami semua mendo'akan yang terbaik buat kamu!" kata Abi.

" Trima kasih, Bi! Daffa mohon do'a dan dukungannya!" kata Daffa.

" Iya, Daf! Do'a Ummi menyertaimu!" kata Ummi tersenyum pada putra bungsunya. Beberapa saat kemudian mereka pergi ke kamarnya masing-masing untuk bersiap-siap pergi bekerja. Para wanita berjalan belakangan, semua masuk ke dalam kamarnya masing-masing dan saat Daffa akan masuk ke dalam kamarnya, Fatma menarik pakaiannya. Daffa memutar tubuhnya.

" Kak Fatma?" ucap Daffa.

" Kakak mau tanya, bagaimana dia saat shalat tadi?" tanya Fatma.

" Bagaimana apanya?" tanya Daffa.

" Apa dia bisa?" tanya Fatma ragu.

" Astaghfirullah, kak! Kirain apa'an! Orang tinggal ngikutin aja, ya pasti bisa, kak!" jawab Daffa.

" Nggak salah?" tanya Fatma lagi.

" Nggak, kak! Dia shalat seperti yang lainnya!" jawab Daffa. Fatma bernafas lega.

" Trima kasih! Kakak ke kamar dulu!" ucap Fatma lalu pergi ke kamarnya. Daffa hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kakaknya. Fatma masuk ke dalam kamarnya dan melihat suaminya duduk di pinggir ranjang.

" Say...Za! Apa kamu akan pergi bekerja?" tanya Brian yang sedang memainkan ponselnya. Dia menatap istrinya itu.

" Aku diberikan cuti 3 hari oleh Kepala Sekolah!" kata Fatma tanpa melihat suaminya, jantungnya berdetak sedikit kencang jika berduaan saja dengan Brian. Fatma sedang merapikan sarung dan baju taqwa Brian.

" Apakah aku tidak layak menjadi suamimu sehingga kamu tidak pernah melihatku jika aku berbicara padamu?" tanya Brian dengan sedih.

" Astaghfirullah! Aku tidak pernah bermaksud seperti itu, aku hanya tidak biasa memandang pria selain keluargaku!" jawab Fatma sedih mendengar ucapan Brian. Brian melihat raut wajah Fatma yang berubah menjadai sedih.

" Maaf! Aku hanya ingin kamu melihatku jika kita berbicara!" ucap Brian lembut. Fatma hanya diam saja, lalu dia keluar dari kamarnya untuk membantu Ummi menyiapkan sarapan. Brian merasa bersalah telah menuduh Fatma, dia sedang berdiri di depan jendela kamar Fatma saat Fatma masuk membawa goodybag.

" Ini baju kerja dari pegawaimu!" kata Fatma, lalu meletakkan goodybag tersebut di atas ranjang.

" Trima kasih!" ucap Brian.

" Jika sudah selesai, keluarlah untuk sarapan!" kata Fatma.

" Za!" panggil Brian.

" Ya?" jawab Fatma dengan langkah yang terhenti di pintu

" Maaf atas ucapanku tadi!" kata Brian.

" Lupakan saja! Jangan berburuk sangka padaku lagi, tapi bertanyalah langsung!" tutur Fatma.

" Iya!" jawab Brian. Fatmapun meninggalkan kamar, sedangkan Brian memakai pakaiannya dan menyimpan kembali pakaian kotornyanya ke dalam goodybag untuk dibawa pulang. Dia menatap dirinya di cermin yang ada di samping ranjang Fatma. Apakah tidak sia-sia aku melakukan semua ini? Apakah dia bisa membalas cintaku yang besar padanya? Arghhhh! Kenapa kamu membuatku frustasi Zaira? batin Brian kecewa. Brian keluar dari kamarnya dan menuju meja makan untuk sarapan bersama keluarga Fatma. Sebelumnya dia pergi keluar untuk memberikan goodybag pada Danis. Kemudian mereka membaca do'a sebelum makan dan memakan sarapan tanpa mengeluarkan kata-kata.

" Abi! Ummi! Saya mau pergi ke kantor dulu!" kata Brian.

" Iya! Hati-hati!" jawab Abi. Brian menatap istrinya yang berdiri dari duduknya, Brian melangkahkan kakinya ke luar rumah diikuti oleh Fatma. Sebelum menuju ke mobilnya, Fatma mengambil tangan kanan Brian dan mencium punggung tangannya. Brian cukup terkejut dengan perlakuan Fatma. Dada Fatma berdetak kencang saat melakukan itu, tangannya sedikit bergetar namun ditahannya agar tidak terasa oleh Brian.

" Hati-hati!" kata Fatma.

" Trima kasih!" jawab Brian dengan tatapan penuh cinta kepada Fatma..

" Assalamu'alaikum!" salam Fatma karena Brian tidak kunjung mengucap salam..

" Wa'alaikumsalam!" jawab Brian kaget, dia masih terpesona oleh sikap Fatma tadi. Brian pergi dengan hati berbunga-bunga, dia mengelus tangan yang dicium Fatma tadi. Aku tidak akan mencucinya sampai besok pagi! batin Brian senang. Danis yang melihat Bosnya senyum-senyum sendiri hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum, cinta memang bisa membuat batu yang keras menjadi hancur karena tetesan air.

" Apa kamu mau mati?" ucap Brian yang ternyata melihat sikap Danis.

" Ehem! Maaf, Bos!" jawab Danis.

" Bagaimana dengan pesananku?" tanya Brian.

" Saya tidak yakin Bos akan setuju!" kata danis.

" Siapa?" tanya Brian penasaran.

" Ustadz Harun!" jawab Danis.

" Apa tidak ada yang lain? Apa hanya dia ustadz disini?" kata Brian emosi.

" Dia yang terbaik, Bos!" jawab Danis. Brian terdiam, dia telah membuat karir ustadz itu hancur apa dia akan bersedia membantunya? Tapi jika dia tidak belajar, dia tidak akan bisa menikah dengan Fatma.

" Baik! Hubungi dia! Berikan yang dia minta!" ucap Brian akhirnya.

" Jika dia minta karirnya, Bos?" tanya Danis.

" Aku bilang berikan yang dia mau! Aku sendiri yang akan bicara di media!" jawab Brian kesal.

" Siap, Bos!" jawab Danis pelan. Danis hampir tidak mempercayai apa yang di dengarnya. Seorang Brian mau menurunkan harga dirinya sebegitu rendah demi seorang wanita? Benar-benar wanita yang hebat! batin Danis. Brian menatap layar ponselnya, lalu membuka galeri foto, dilihatnya foto Fatma yang tadi diambilnya saat Dia berada didalam mobil dan Fatma berdiri menunggu dia pergi kerja..

Dikirimnya foto tersebut kepada mamanya.

@ Selamat Pagi, ma! Ini foto menantu mama yang baru saja mengantarku pergi kerja dan mama tahu,, dia mencium tanganku

tulis Brian sambil tersenyum.

@ Astaga, Cantik dan santun, mama rasanya pengen cepet ketemu dengan dia

balas mamanya

@ Mama harus cepat sembuh dulu

tulis Brian

@ Iya, mama janji, mama nggak mau lama-lama disini

balas mamanya

@ Ok,,aku kerja dulu

tulis Brian

@ Iya, hati-hati sayang

balas mamanya

@ Iya, ma,, daaaa

Brian menutup ponselnya dan memasukkan kebalik jasnya." Selamat Pagi!" sapa Danis. Setelah mengantar Brian ke kantor, Danis langsung pergi menemui Ustadz Harun di Yayasannya.

" Selamat Pagi!" jawab seorang pria yang di mejanya bertuliskan penerima tamu.

" Apa Ustadz Harun ada?" tanya Danis.

" Ada! Mari silahkan! Saya antar keruangan beliau!" kata orang itu.

" Ustadz Sodiq, saya mengantar tamu dulu!" kata pria itu.

" Silahkan Ustadz Zakir!" jawab Sodiq. Kemudian Zakir berjalan dahulu diikuti oleh Danis menuju ruangan Harun. Tok! Tok!

" Assalamu'alaikum Wr. Wb!" sapa Zakir.

" Wa'alaikumsalam Wr. Wb!" jawab yang di dalam. Pintu yang diketuk Zakir terbuka dan nampaklah wajah Ustadz Harun dari balik pintu.

" Permisi, Ustadz! Ada yang mencari!" kata Zakir.

" Siapa?" tanya Harun.

" Selamat Pagi, Ustadz!" sapa Danis. Wajah Harun mendadak sedikit kecewa melihat Danis dan Danis tahu alasannya.