Hal yang biasa digunakan dalam pembukaan suatu cerita kehidupan sehari-hari adalah cuaca yang cerah dan aktivitas seperti biasa. Oleh karena itu, cerita kali ini akan dimulai dengan seorang gadis yang tengah duduk di pelabuhan kecil saat langit gelap.
Rambut hitam panjangnya terbang tidak beraturan karena tiupan angin kencang dari arah laut. Cuaca saat itu memang sedang tidak bersahabat. Namun sang gadis tidak mengindahkan hal itu. Suasana hatinya jauh lebih buruk dibandingkan cuaca di sana.
Dia duduk dengan tenang, menggantungkan kaki yang tidak memakai alas apapun. Rok sailornya sengaja dijepit di antara paha agar tidak terbang. Sesekali ombak datang menghantam pelabuhan, butiran airnya mengenai kaki putih si gadis.
Di lihat dari manapun, orang pasti tahu badai besar akan datang sebentar lagi, tapi si gadis tetap bertahan, dalam udara dingin yang menusuk kulit.
Cring
Suara bel sepeda memecah keheningan. Dari ujung pelabuhan, seorang pemuda memakai seragam yang sama dengan si gadis tengah mengayuh sepeda dengan wajah panik.
Sepeda berhenti tepat di samping si gadis dan si pemuda turun menghampirinya.
"Kamu kenapa ngilang Bella? Aku keliling sekolah nyari kamu, biar bisa pulang bareng. Apalagi cuaca di luar mendung, bentar lagi bakal ada badai. Om Josua bisa marah kalau kita tidak pulang sekarang." Layaknya ibu yang sedang menceramahi anaknya, pemuda itu menarik pelan tangan gadis yang dia panggil Bella.
Hening, Bella tidak memberi respon, dia menatap laut yang mulai mengamuk.
"Bella, kamu kenapa? Ayo kita pulang, atau pergi kemanapun kau suka, asal tidak di sini." Tidak menyerah, si pemuda membereskan tas Bella dengan cepat, lalu mengambil sepatu yang dia buang tidak jauh dari mereka.
"Aku ingin pergi ke manapun, asal tidak pulang. Bawa aku kemana saja." Bella akhirnya menunjukkan respon, dia bangun lalu memeluk tubuh si pemuda dari belakang. Membuat pemuda itu terpaku, tidak tahu harus berbuat apa.
"Bella..."
"Sebentar saja Johan, aku ingin kita seperti ini."
Johan mengangguk sebagai jawaban. Mereka selalu bersama selama ini dan baru kali ini dia melihat sisi Bella yang rapuh. Gadis sopan itu, akhirnya memeluk dan bersembunyi di punggungnya.
"Hn."
Angin berhembus, hujan akhirnya turun. Kedua muda-mudi itu masih di sana, terdiam bersama hujan.
* * *
Mari kembali ke beberapa tahun lalu, saat pertama mereka masuk SMA.
Bella menatap penampilannya di cermin. Dia memakai seragam lengkap dengan rambut yang dikuncir rapi. Puas melihat penampilan di cermin, gadis itu mengangkat tas ranselnya lalu berlari keluar kamar.
"Bella lama sekali, Johan sudah menunggu dari tadi." Ayah menunggu di bawah dengan koran dan secangkir kopi di meja makan.
"Maaf papa, aku harus memastikan semuanya siap karena ini hari pertama masuk SMA." Bella mengambil sebuah roti lalu memakannya. "Aku berangkat ya, papa mama."
"Tapi kan kamu belum sarapan." Ibunda Bella muncul dengan sepiring telur dadar.
"Tidak apa-apa ma, kasihan Johan udah nunggu dari tadi."
Bella menutup pintu dengan semangat, lalu berlari menuju Johan yang sudah menunggu di depan gerbang dengan sepeda gunungnya.
"Apa yang kau lakukan? Kok lama sekali." Johan memasang wajah bosan, menunggu di pagi hari sungguh bukan pekerjaan yang menyenangkan.
"Hihi, ada sesuatu yang harus kusiapkan. Ayo berangkat." Bella naik ke belakang sepeda, lalu meramas bahu Johan.
"Ugh baiklah." Johan pura-pura kesal, lalu mulai mengayuh sepeda.
Jarak sekolah dan rumah mereka hanya beberapa meter, jika memakai sepeda, mereka bisa menghemat waktu sampai lima belas menit. Perjalanan pagi itu diisi dengan cerita mereka selama liburan. Libur panjang kali ini diisi dengan berbagai kegiatan menyenangkan. Membuat Bella enggan untuk kembali bersekolah.
"Ahh anginnya sejuk, sudah lama aku ingin lewat sini saat pergi ke sekolah. Yeay akhirnya kita masuk SMA."
Mereka melewati pantai dengan dermaga kecil, dari sana matahari terbit terlihat jelas. Juga dengan beberapa kapal nelayan yang sengaja ditaruh di sana.
"Haha jangan berlebihan, tidak akan ada yang berubah karena semua yang masuk ke sana adalah teman SMP kita. Kau akan jadi tuan putri lagi dan aku akan diabaikan mereka. Oh ya itu lebih baik daripada jadi tempat bullyan."
"Tuan putri apanya? Aku tidak pernah merasa diperlakukan secara special." Bella memukul bahu Johan pelan.
"Aku ingin sekali pergi ke pantai itu, apa boleh saat pulang nanti kita main ke sana?"
"Tentu saja bisa, aku sudah sering main di sana."
"Curang, kamu nggak ajak aku."
"Tuan putri, kan tidak boleh main di tempat berbahaya seperti itu."
"Ih apaan sih, Johan aku bukan tuan putri." Bella memukul bahu Johan, kali ini lebih keras dari yang tadi.
"Kau tidak merasa seperti itu, tapi semua rang merasakan hal yang sama. Kau terlalu jauh untuk rakyat jelata seperti kami." Johan membelokkan sepeda, bangunan sekolah sudah terlihat.
"Ayo, kita harus mengikuti acara penerimaan murid baru." Johan memarkir sepeda di halaman sekolah. Dia mengulurkan tangan dan Bella menyambutnya.
Dia merasa beruntung punya teman seperti Johan, dan itulah awal mula dari kisah ini. Kisah yang sangat panjang dan melelahkan.
* * *