Johan dan Bella menunduk, sesekali mereka mencuri pandang satu sama lain. Bella menatap kakinya yang penuh pasir, senyuman tipis terukir di bibir. Johan menggeser kakinya yang juga penuh pasir, mereka kembali mencuri pandang dan tersenyum.
"Kalian ini sudah bukan anak kecil lagi, besok masih sekolah, kenapa pakaiannya dibuat basah?"
Gebrakan di meja terdengar dan dua remaja itu langsung mengarahkan pandangan ke depan. Mereka baru pulang jam enam sore dengan keadaan basah kuyub. Joshua _ayah Bella_ tidak membiarkan Johan pulang dan memarahi keduanya di teras rumah.
"Pa, sudah dong. Kalau dimarahin terus kapan mereka ganti baju, bisa masuk angin nanti." Melinda _Ibu Bella_ menengahi.
"Lain kali, kalau mau main air, ganti baju dulu, ingat."
Joshua menyudahi wejangan panjangnya. Johan dan Bella mengangguk bersamaan.
"Bella masuk kamar."
Bella mengangguk dan langsung berjalan ke kamar, ditemani Melinda.
"Saya pulang dulu om." Tanpa menunggu lama Johan ikut pamit.
"Hn."
Rumah Johan ada di sebelah rumah Bella. Orang tua mereka sudah lama saling kenal, itulah kenapa Joshua tenang membiarkan anak gadisnya bersama Johan. Bahkan balkon kamar keduanya pun bersebelahan.
Tuk
Pintu balkon Johan berbunyi dan pemuda itu langsung membukanya. Bella yang sudah rapi dengan pakaian rumah dan rambut basah, bersandar di balkon kamarnya.
"Kenapa? Dimarahin lagi?"
"Nggak Johan, aku cuma mau bilang tadi itu keren banget." Bella berteriak girang. "Papa juga nggak ngelarang kita untuk main di sana. Kalau tahu begitu aku akan ke sana lebih sering." Bella menyandarkan kepala di pagar pembatas.
"Ku rasa ayahmu tidak mengekangmu, dia hanya khawatir karena kau anak satu-satunya. Mereka tidak ingin terjadi hal buruk padamu. Sejauh yang kulihat, mereka memberimu banyak kebebasan." Johan ikut menyandarkan kepala di pagar pembatasnya. Dari sana dia bisa memegang tangan Bella jika menjulurkan tangan.
"Nanti kalau ada pelajaran renang, pulangnya kita main di sana lagi yah. Aku mau berenang," ucap Bella antusias.
"Katakan saja kau mau ke mana, aku akan mengantarkan kalau tidak sibuk. Bagaimana teman-teman barumu?" Johan mengalihkan topik pembicaran.
"Aku suka mereka, ku lihat kamu juga langsung punya teman. Memang beda ya kita." Bella menatap langit. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, udara semakin dingin karena masih musim panas. Angin berhembus pelan memainkan rambut Bella yang sudah setengah kering.
Johan menatapnya lama tanpa menjawab. Bella seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Alasan Johan memanjakan Bella adalah karena dia tahu gadis itu selalu merasa terkekang sejak dulu. Dia tidak bisa meninggalkan Bella yang seperti itu. Nalurinya selalu berusaha untuk melindungi gadis itu apapun yang terjadi.
"Yah aku menemukan teman baru dengan cepat." Johan menjawab ketika Bella kembali melihatnya.
"Tadi waktu istirahat, teman-temanku membicarakanmu."
"Benarkah? Yes aku populer, mereka bilang apa saja?" Johan melompat kegirangan. Dia mulai tertarik dengan pembicaraan ini.
"Mereka bilang kamu itu ganteng, terus banyak cewe suka sama kamu sejak SMP. Mereka tanya apa kita pacaran karena kita keliatan dekat banget."
"Terus kamu jawab apa?"
"Tentu saja aku bilang tidak, kita tidak punya hubungan seperti itu kan. Makanya seharian ini aku banyak berpikir sambil melihatmu. Kau ternyata sudah banyak berubah, dari awal kita bertemu."
"Aku rasa tidak ada yang berubah." Johan mengalihkan pandangan ke arah lain, tapi terhenti ketika dia merasakan sentuhan di tangan.
"Tanganmu sudah semakin besar, sama kayak tangan papa." Bella menautkan tangan mereka.
"Suaramu sudah mulai berbeda, aku baru menyadarinya. Dan terakhir ..."
Plek
Johan memejamkan mata ketika Bella menangkupkan telapak tangan di kedua pipinya. Sakit memang karena gadis itu cukup keras saat menaruh tangannya.
"Kau semakin tampan, hah apalagi saat tersenyum." Bella menyipitkan mata, seolah tidak suka dengan pemandangan di hadapannya.
"Eh? Wajahmu memerah, panas lagi. Kamu demam?" Bella kaget karena wajah Johan perlahan memerah. Pemuda itu menatapnya tanpa berkedip. "Aduh mau dikompres?" Bella panik tanpa tahu bahwa itu akibat perbuatannya. Pemuda mana yang tidak malu jika diperhatikan seperti itu.
"Aku tidak sakit Bella." Johan melepaskan tangan Bella dari wajahnya.
"Lalu kenapa merah begitu?"
"Aku hanya terkejut karena kau melakukan hal tadi. Jangan pernah lakukan hal seperti itu pada laki-laki lain yang tidak dekat denganmu ya. Itu sangat berbahaya." Johan menepuk pipinya, berusaha menghilangkan rona merah di sana.
"Baiklah aku tidak akan melakukannya, kau tahu kan aku tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun." Bella tersenyum.
"Iya tapi cepat atau lambat itu akan terjadi, kita sudah besar Bella. Kau harus berhati-hati karena aku tidak mungkin bisa ada di sampingmu terus."
"Kok bisa, memangnya kau mau pergi ke mana?" Seketika senyuman berubah menjadi wajah suram.
"Aku memutuskan untuk ikut klub, mungkin kau harus pulang sediri kalau aku telat pulang."
"Aku akan menunggumu."
"Hah dasar."
Johan menggeleng pelan, Bella memang masih belum bisa lepas darinya.
* * *