Malam harinya, berjalan seperti biasa. Sang adik dan ibunya tengah menunggu Yoongi pulang bekerja. Ini sudah pukul sepuluh malam. Mereka tahu, pasti pria itu lagi-lagi ambil lembur. Adiknya baru saja selesai belajar. Mempersiapkan diri untuk ujian tengah semester minggu depan. Kelewat rajin, memang. Dari ujung hari sudah sibuk belajar, mencerdaskan otaknya yang bodoh itu.
"Bu, ibu tidur duluan saja. Biar Yoongi hyung aku yang menunggunya. Ibu baru saja pulang dan langsung membuat adonan kue untuk jualan besok. Dan itu sungguh melelahkan." ujar sang adik pada ibunya.
Wanita paruh baya itu tersenyum, seraya mengusak kepala sang anak. "Ibu tidak apa, Kook."
"Kenapa ibu sama seperti Yoongi hyung kalau dinasehati? Keras kepala sekali. Selalu menolak jika dibilang untuk kebaikan ibu sendiri." Jeda, "Sudah bu, istirahat duluan saja. Aku juga masih harus mengerjakan tugasku ini. Dan mungkin masih lama." sahut Jungkook.
Ibunya menghela nafas, "Kau yakin tidak apa, nak?"
Sang anak tersenyum, seraya mengangguk pelan menatap ibunya. Pupil mata itu mengecil. Memperlihatkan gigi kelinci disana.
"Ya sudah, ibu tinggal istirahat tidak apa ya? Tunggu hyung mu pulang. Jangan sampai kau yang tertidur duluan." ujar sang ibu.
"Iya, bu."
Sekarang, ibunya sudah masuk ke dalam kamar. Hanya ada sang adik disitu yang masih menunggu kakaknya. Sesekali Jungkook menguap, namun rasa kantuk itu harus ia lawan. Ingin rasanya merebahkan tubuhnya di sofa. Memejamkan matanya sejenak. Dia bahkan hampir tertidur. Namun, terkejut dan sontak terbangun karena tiba-tiba ada yang membuka pintu rumahnya. Ya, itu Min Yoongi. Kakaknya baru saja pulang. Selarut ini.
"Kenapa belum tidur?" tanya sang kakak.
Jungkook menghela nafasnya kasar, "Apa lagi? Tentu saja menunggu hyung."
"Oh, ya sudah. Aku sudah pulang, tidur sana." perintah kakaknya.
Lagi-lagi Jungkook menguap, "Aku masih ada tugas, hyung. Dan juga ada sesuatu yang ingin ku bicarakan pada hyung."
"Masalah uang lagi?"
Jungkook mengangguk pelan. Menghela nafasnya kasar, seraya membanting kepalanya di sofa. "Yah----begitulah, hyung. Apa lagi masalah di sekolahku selain uang?"
Yoongi menyusul. Dirinya membanting kepalanya di sofa, tepat disamping sang adik. Menghela nafasnya kasar, seraya mengusak rambutnya frustasi. Pusing, sungguh. Yoongi benar-benar tidak kuat sekarang. Harus bagaimana sekarang? Mau bekerja sekeras apa lagi dirinya? Yoongi putus asa. Tidak tahan menghadapi semuanya. Tidak sanggup menggantikan posisi sang ayah, seperti yang ia janjikan.
Hidupnya selalu susah seperti ini. Tidak ada yang istimewa sama sekali. Yoongi bosan. Bosan hidup, bosan bertahan, bosan menjalani semuanya. Hidupnya selalu penuh dengan penekanan dan penderitaan sedari dulu. Bahkan, ketika beranjak dewasa hingga sekarang, yang Yoongi tahu hanyalah kerja keras. Miris, bukan?
"Akkhh! Kenapa sekolahmu itu selalu uang, uang, dan uang? Tidak tahu, sekarang aku sudah frustasi begini?" lirih Yoongi.
Jungkook bangkit. Menatap lekat sang kakak sekarang, "Mau bagaimana lagi, hyung? Siapa yang keras menyuruhku masuk di sekolah itu? Hyung kan? Padahal, aku inginnya masuk di sekolah biasa saja! Tapi, hyung selalu memaksaku masuk sana! Sudah tahu keadaan kita begini. Kalau susah, ya jangan memaksa keada------"
"Jeon, hentikan!" Yoongi kini lirih. Meninggikan suaranya di depan sang adik.
Adiknya hanya terdiam. Jika kakaknya sudah marah, dia sama sekali tidak berani menatap wajah sang kakak. Menyeramkan, sungguh. Jungkook takut melawan kakaknya jika sudah meninggikan suara seperti tadi. Yang bisa ia lakukan, hanya menunduk seraya menelan salivanya.
"Tidak usah mengungkit masa lalu dan menyalahkan keadaan sekarang! Jika aku membiarkanmu masuk di sekolah abal-abal itu, kau pasti akan ikut bersama teman-temanmu yang tidak jelas. Tidak punya masa depan! Dan sekarang, kau menyesal ku masukkan di sekolah ini?" ujar Yoongi. Menatap tajam mata sang adik.
"Lihat aku, Jeon! Tatap aku. Hyung mu ini sedang bicara!"
Jungkook memberanikan dirinya menatap wajah sang kakak. Ragu-ragu. Menyeramkan, sungguh. Tapi dia masih tidak berani menyahut. Tahu, kakaknya sedang marah besar sekarang. Wajah itu sudah memerah. Jungkook bisa melihatnya jelas.
"Siapa yang mengajarimu jadi pria penakut sekarang? Orang yang lebih tua darimu sedang bicara, tapi kau malah menunduk. Dasar tidak sopan!"
"M----Maaf, hyung." ujar Jungkook yang wajahnya kini sama memerah. Takut.
Yoongi masih menatap tajam wajah adiknya, "Lihat aku!"
Jungkook menatap sang kakak penuh ketakutan. Amarah kakaknya sudah bergejolak sekarang. Jarang sekali sang kakak marah begini. Itu artinya, sang adik sudah kelewatan. Membuat kakaknya menyesal memiliki adik sepertinya.
"Kau menyesal ku masukkan di sekolah ini, hah?"
Jungkook menggeleng pelan. Namun, dirinya masih belum berani menjawab.
"Kalau ku tanya, jawab!" Jeda, "Kau bisu?"
Lagi-lagi Jungkook menggeleng, "Tidak, hyung."
"Kalau tidak, kenapa selalu mengungkit masa lalu itu setiap kali ada masalah?" pekik sang kakak.
"Maaf hyung, A----Aku tidak menyesal. Hanya saja, aku kasihan pada hyung harus bekerja sekeras itu." lirih Jungkook. Sekarang, air matanya hampir saja keluar. Membendung di bola matanya.
Yoongi menghela nafasnya kasar. Bosan, sungguh. Sang adik selalu saja mengucap alasan itu tiap kali berdebat. Dan Yoongi, sudah tak ingin mendengar alasan konyol itu lagi di telinganya. "Ck, lagi-lagi alasan konyol itu kan? Harus berapa kali hyungmu ini bilang, jangan pernah pedulikan hyungmu, Jeon! Tugasmu hanyalah belajar. Tidak usah khawatir memikirkan-----"
Jungkook menyela, "Tapi tugasku juga adalah membantu hyungku! Aku tidak akan membiarkan hyungku lelah bekerja dan memikirkan itu semua. Sendirian. Apa itu salah?"
Yoongi bungkam.
Sekarang, adiknya benar-benar berani mengeluarkan apa yang ada di dalam hatinya. Ini bukan seperti Jeon Jungkook biasanya. Yoongi sampai kaget jika Jungkook akan melawan begini. Mungkinkah dia sudah kelewatan memarahi sang adik? Sungguh, Yoongi takut. Dia hanya bisa terdiam menatap lirih sang adik. Sekarang, posisinya berganti. Yoongi yang bungkam, adiknya yang membuka suara.
"Aku hanya tidak ingin merepotkan hyung. Sudah lelah bekerja, lalu aku seorang adik untuk apa?" Jeda, "Sungguh, kalau hyung masih saja melarangku membantu hyung, aku merasa gagal menjadi adik yang berguna untuk hyung." ujar sang adik kembali.
"Ah----maafkan aku, Jeon. Apa aku sudah keterlaluan padamu?" Yoongi lirih. Pandangannya menunduk, merasa bersalah pada sang adik.
"Tidak hyung, aku tahu hyung sedang mengalami masa sulit. Jadi, biarkan aku temani hyung disini. Aku akan mendengar apapun keluh kesah hyung padaku." Jeda, "Ceritakan semuanya padaku, hyung." ucap sang adik bijak.
_____***_____
Adiknya tahu, sang kakak akan luluh jika dia sudah bicara seperti itu. Tidak tega, sungguh. Emosinya perlahan mencair. Sial! Tidak bisa jadi marah kalau begini. Yoongi frustasi sekarang. Adiknya selalu berhasil membuat hatinya dingin. Amarah yang bergejolak itu akhirnya mencair perlahan.
"Sialan! Kau selalu saja berhasil membuat hyung mu gagal marah." pekik Yoongi.
Jungkook terkekeh. Kembali memperlihatkan gigi kelincinya disana.
"Senang kau ya, tidak jadi dimarahi? Dasar kelinci!" ujar Yoongi. Perlahan mengusak kepala sang adik.
"Hehe-----Oh ya hyung, ada yang ku ingin bicarakan."
Memutar bola matanya malas, "Ck, jangan suka mengalihkan topik, Jeon." pekik Yoongi.
"Ini masalah Lee Chaeryeong. Sahabat ku yang tadi bertemu hyung di sekolah." jelas sang adik.
Yoongi terdiam. Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak. Pria Min itu heran, ada apa dengan gadis itu? Astaga----masalah dengan Yewon saja belum selesai, sekarang apa dia harus memikirkan gadis dibawah umur itu juga? Merepotkan! Peka dengan satu gadis saja, Yoongi frustasi. Bagaimana dengan dua gadis sekaligus?
Yoongi juga bingung. Pria dengan tampang pas-pasan begitu, mana mungkin direbut oleh dua gadis? Tunggu, apa ini artinya-----Yoongi terlibat dalam cinta segitiga?
"Akkhh-----cukup, Jeon!" pekik Yoongi. Dia mengacak-acak rambutnya frustasi. Pusing, sungguh.
Jungkook Mengerenyitkan dahinya heran, "Ada apa, hyung?" sahut sang adik bersama dengan wajah polosnya.
Menarik nafasnya dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan. Sial! Yoongi disuruh berlatih sabar kali ini. "Haaaah-----Baiklah, kenapa lagi dengan gadis itu?" sahut Yoongi malas.
"Dia menyuruhku izin ke Yoongi hyung."
Yoongi mengerenyitkan dahinya, "Untuk?"
"Dia ingin tahu nama hyung. Ku bilang, aku harus izin ke hyung dulu. Apakah dia boleh mengetahui nama hyung."
Sekarang, kakak beradik itu saling menatap. Tatapan yang penuh akan rahasia di dalam mata mereka. Ah, bukan-----maksudnya tatapan yang mengherankan. Yoongi bingung. Kenapa sang adik bisa bodoh seperti ini? Maksud Yoongi, kalau gadis itu ingin tahu namanya, kenapa tidak diberi tahu saja? Mengapa juga harus izin dengan sang kakak? Aneh.
Lagi pun, kalau Jungkook yang sudah memberitahunya duluan, pasti Yoongi tidak perlu lagi memberitahu namanya secara langsung. Itu sungguh merepotkan sekaligus menyebalkan. Yoongi malas bertemu gadis itu lagi.
"Kenapa kau tidak memberitahunya langsung? Kenapa harus izin padaku dulu?" ujar Yoongi heran.
"Aku takut hyung tak suka, dan akhirnya marah padaku. Aku tidak mau!" pekik adiknya.
Yoongi menghela nafasnya kasar, "Ck, merepotkan! Ya sudah, terserah lah kau ingin beritahu namaku atau tidak. Yang jelas, jangan aku yang memberitahunya. Paham?"
"Baik, hyung. Dan----Oh ya, satu lagi!"
"Apa lagi?"
Jungkook menatap sang kakak seraya terkekeh, "Chaeryeong juga meminta nomor ponsel Yoongi hyung dan id line juga."
Memutar bola matanya malas. Sepertinya pria Min itu sudah tidak tertarik lagi membahasnya. Dia lebih memilih bangkit dari sofa. Meninggalkan sang adik yang masih duduk disana.
"Hyung, mau kemana?"
Yoongi berhenti. Memutar balik tubuhnya menghadap sang adik, "Mandi. Kenapa? Mau ikut mandi bersamaku?"
"Ck, itu menjijikan, hyung!"
Yoongi terkekeh. Kemudian, pria itu membuka bajunya. Memperlihatkan otot-otot perutnya di hadapan sang adik.
"Jadi, bagaimana? Hyung ingin memberitahunya?" tanya Jungkook kembali. Merasa sang kakak mengabaikan pertanyaaan tadi.
"Beritahu apa?"
"Nomor ponsel dan id line."
Yoongi kembali memutar balik badannya menuju kamar mandi, "Ck, kasih saja nomor telepon rumah. Kalau id line, kasih punya Hoseok saja!" jawabnya kelewat santai. Sama sekali tidak merasa bersalah disana.
Yoongi sekarang sudah menutup pintu kamar mandinya. Sedangkan, sang adik masih terdiam dan berfikir sejenak. Dia masih bingung jawaban kakaknya. Tidak paham, sungguh. Kakaknya sering kali mengucap jawaban konyol pada sang adik. Kan, dia harus berfikir dua kali. Memang otaknya saja yang lamban. Dasar!
"Haruskah aku memberikan nomor telepon rumah dan memberi id line Hoseok hyung pada Chaeryeong?" ujar Jungkook dengan wajah polosnya.
"Tapi-----beneran tidak apa, ya? Nanti jika Chaeryeong tiba-tiba menelepon, dan yang angkat ternyata ibu bagaimana?"
Plakk!
"Dasar Jungkookie bodoh!, Pabo!, Stupid!"
.
.
.
.
.
.
.
~ to be continued ~