Yoongi sudah sampai di sebuah halte yang tak jauh dari rumahnya. Suasana malam ini, sangat membuat dirinya kedinginan. Mengingat, musim dingin sebentar lagi akan tiba. Angin bertiup kencang, menyapu dingin seluruh tubuhnya. Sepi, gelap, itulah yang dia rasa. Ini sudah pukul setengah dua belas malam. Artinya, tidak ada lagi manusia yang melakukan aktifitasnya.
Waktu untuk istirahat bagi mereka. Oh, tentu saja tidak bagi Yoongi. Entah mengapa pikirannya menjadi kacau dengan gadis yang baru dikenal-----Ah, ralat. Maksudnya baru ditemuinya itu. Yoongi selalu mengingat senyumannya. Senyuman yang manis, sangat membuat hati pria itu kembali tenang. Senyuman yang entah mengapa membuat Yoongi merasakan sebuah kenyamanan. Sentuhan lembut itu tentu terekam jelas di otaknya.
Baiklah, Yoongi tidak mau lagi mengingat hal itu. Tahu namanya saja belum. Bagaimana dirinya bisa dengan mudah luluh hanya sebuah senyuman sederhana itu? Mungkin saja hanya sebuah senyuman seorang pelayan untuk pelanggannya, kan? Ah, tapi kenapa rasanya Yoongi ingin sekali tahu namanya? Astaga, Yoongi mulai frustasi disini. Ada apa ini?
Yoongi masih berjalan pelan menelusuri jalan yang sunyi. Benar-benar hancur pikirannya. Yoongi merasa jadi pria yang tempramental sekarang. Ingin rasanya jika sampai rumah, ia menceritakan semua perasaannya kepada sang adik. Yoongi betul-betul tidak mengerti apa yang ia rasakan. Ingin meminta saran dengan adiknya. Karena, hanya adiknya yang selama ini paling mengerti hatinya. Ada, ibunya. Hanya saja, Yoongi merasa risih jika menceritakan soal ini padanya.
Mungkin, karena Yoongi adalah lelaki, dan ibunya adalah seorang perempuan. Jika masih ada Jungkook yang sesama laki-laki, kenapa tidak cerita saja ke adiknya? Oh, itu tentu sedikit membuat Yoongi merasa tenang dibanding bercerita kepada ibunya. Bukankah begitu?
.
.
.
.
.
.
.
Sampai.
Yoongi sudah sampai di depan pintu rumah. Dilihatnya, lampu ruang tamu masih menyala. Mungkin, Jungkook atau ibunya masih terjaga dan menunggu pria itu pulang? Tapi, buat apa? Bahkan, sering kali Yoongi menasehati sang adik dan juga ibunya untuk tidak perlu menunggu sampai dirinya pulang. Adiknya harus sekolah esok hari, kan? Begitu pun dengan ibunya yang harus bangun dan memasak pagi-pagi untuk bersiap berdagang di tempat biasa.
Yah, tapi sudahlah----Yoongi benar-benar bosan menasehati dua mahkluk itu. Tanpa berlama-lama, Yoongi perlahan membuka pintu. Dilihatnya ada sang adik yang masih fokus membolak balikan buku paketnya. Dia masih belajar. Iya, selarut ini. Bahkan dibilangnya sudah tengah malam, dan dia masih sibuk memutar otaknya. Wah, dia benar-benar tidak ingin menyusahkan kakaknya yang sudah menyekolahkan dirinya hingga saat ini. Apapun itu selagi dirinya masih mampu, dia akan selalu memberikan yang terbaik untuk sang kakak. Membuat kakaknya bangga mempunyai adik sepertinya. Begitulah Jeon Jungkook.
_____***_____
"Jeon, kenapa belum tidur?"
Jungkook menoleh, "Hyung sejak kapan masuk?"
Sungguh, pria Jeon itu betul-betul kaget melihat sang kakak yang entah sejak kapan sudah duduk di sebelahnya. Bahkan sudah membanting kepalanya di sandaran sofa.
Yoongi tersenyum miring seraya memijat keningnya perlahan, "Ck, segitu seriusnya belajar sampai tidak lihat wujudku sebesar ini?"
Matanya terbelalak lebar ketika melihat luka memar di bagian wajah sang kakak, "Hyung, kenapa wajah hyung membiru dan diplester? Apa hyung ikut tauran pelajar?"
"Ck, jaga ucapanmu Jeon! Aku mana pernah ada niatan ingin tauran? Jalan ke kantin untuk perutku sendiri saja, aku masih kelewat malas. Lantas, kau percaya jika hyung mu ini ikut tauran?" sahut Yoongi.
Jungkook terkekeh, "Ah, iya. Aku lupa. Hyung ku ini pria kelewat mager, kan ya?" ejek sang adik.
"Ya, kau tahu itu!" Yoongi juga terkekeh. Memperlihatkan senyum gummy smile nya yang khas.
"Jadi, wajah hyung kenapa?" tanya Jungkook lagi.
Sang kakak hanya menghela nafasnya perlahan, "Aku habis dipukul Namjoon" ujarnya.
"Hah? Kenapa bisa?"
"Biasa" sahut sang kakak kelewat santai.
"Karena Yewon noona lagi?" tebak adiknya.
Pria itu mengangguk. Memejamkan matanya sejenak. Kepalanya pun masih ditidurkan di sandaran sofa.
"Ah, memang sulit kalau cinta segitiga" sahut adiknya. Lalu, kembali fokus dengan bukunya.
Merasa tidak ada suara lagi dari sang adik, Yoongi perlahan mengangkat kepalanya. Melirik sedikit ke arah Jungkook yang terlihat kembali fokus belajar. Dan Yoongi hanya menanggapinya dengan senyum simpul. "Ck, otakmu itu juga harus istirahat, Jeon! Jangan dibawa bekerja terus" pekik sang kakak.
"Besok aku harus ujian, hyung"
Pria Min itu menghela nafas, "Aku tahu" Jeda, "Aku juga ujian, Jeon"
"Besok ujian, kenapa malah ambil lembur lagi? Lebih penting uang daripada prestasi, ya?" celetuk sang adik.
Yoongi terdiam. Wah, adiknya betul-betul paling bisa membuat sang kakak bungkam kehabisan kata-kata.
"Lalu, kau mau hanya makan Ramyeon seharian? Jika saja daun bisa ku petik berubah menjadi uang, buat apa ku lelah-lelah bekerja?" pekik sang kakak.
Ya sudah. Kalau kakak beradik itu sudah berdebat, tidak akan ada yang mau mengalah. Terus saja begitu sampai kiamat. Memang dasar dua-duanya keras kepala. Sepertinya, mereka harus mempunyai tipe wanita yang lembut dan selalu mengerti keadaan mereka. Baik Yoongi, maupun Jungkook. Keduanya seharusnya memiliki tipe wanita yang sama persis.
"Ya! Coba saja petik daun dari tanaman ibu. Banyak di halaman depan sana. Barangkali betulan bisa berubah jadi uang? Kan lumayan untuk kita makan." celoteh sang adik.
Pletakk!
"Berhenti berbicara hal konyol seperti itu, Jeon! Kau bahkan membuatku tambah depresi."
Jungkook terdiam. Menekuk bibirnya yang melengkung kebawah. Dia ngambek. Macam bocah, bukan? Untung ganteng kau, Jeon.
Yoongi menghela nafasnya berat, "Ibu sudah tidur?"
"Sudah. Katanya dia lelah. Hari ini dagangan ibu terjual habis."
"Syukurlah, dia pasti sangat lelah" ujar Yoongi.
Tidak menjawab. Jungkook hanya mengagguk pelan, kemudian kembali fokus pada bukunya. Dan, suasana pun hening seketika. Keduanya di sibukkan dengan pikiran masing-masing. Jungkook kembali fokus belajar, sedangkan sang kakak fokus dengan pikirannya sendiri.
_____***_____
"Jeon?"
"Hm?"
"Jika kau tiba-tiba merasa nyaman dengan salah senyuman seorang gadis, mungkinkah itu berarti kau menyukainya?" ujar sang kakak.
Mendengar ucapan kakaknya, tentu membuat Jungkook berhenti dengan aktifitasnya. Perlahan, konsentrasinya pun mulai buyar. Dia ingin tertawa mendengar pernyataan kakaknya, namun apa alasan ia tertawa? Tidak ada yang lucu disini. Tapi inginnya tertawa saja. Baiklah, apa harus membully Jeon Jungkook setelah ini? Itu terserah.
Pria Jeon itu menutup bukunya perlahan, kemudian memutar tubuhnya agar menghadap sang kakak. "Kenapa hyung bilang seperti itu?"
"Tidak, aku hanya bertanya padamu."
Jungkook hanya menghela nafasnya kasar, "Aku paling mengerti hyung. Jika hyung bertanya sesuatu, pasti itu menyangkut pengalaman hyung. Bukankah begitu?" tebaknya.
"Ya, kau jawab dulu. Apakah artinya kita menyukai gadis itu?"
Jungkook terkekeh, "Aku akan beri jawabannya. Tapi dengan satu sayarat."
"Ya, apa?"
"Setelah ku beri jawaban, hyung harus berjanji untuk menceritakan semuanya padaku. Aku tahu, ada sesuatu yang hyung sembunyikan, bukan?" ujar adiknya.
Sang kakak menghela nafasnya kasar, "Baiklah, aku janji."
Jungkook menaruh penanya di meja. Memutar tubuh menghadap Yoongi. Baiklah, sekarang situasinya mulai serius.
"Ku pikir, itu tergantung perasaanmu padanya, hyung"
Yoongi mengelak, "Eumm-----maaf senentar, Jeon."
"Masalahnya disini adalah pertama kalinya orang itu bertemu." sambung Yoongi.
Jungkook mengerenyitkan dahi, "Apa? Jadi, maksudnya pria yang hyung maksud itu baru pertama kali bertemu gadisnya?"
"Yah, begitulah"
Mendengar itu, membuat sang adik hanya bisa menghela nafasnya berat. Memijat keningnya perlahan, kemudian menutup bukunya. "Kalau itu adalah pertemuan pertama, ku pikir bukan cinta. Tapi, hanya sebuah rasa tertarik. Itu juga wajar terjadi, kan?"
"Hm, jadi hanya rasa tertarik ya?" ujar Yoongi.
Jungkook mengangguk. Tidak mengerti apa yang terjadi dengan kakaknya, sungguh. Kakak beradik itu memang terbuka satu sama lain. Hanya saja jika salah satu belum ada yang mau bercerita, keduanya sulit untuk ditebak. Pola piikira mereka itu betul-betul berbeda dari yang lainnya. Bahkan, mereka saja belum tentu dapat menebak pikiran masing-masing, kan? Sama halnya dengan Jeon Jungkook.
Dia sekarang tidak mengerti sama sekali tujuan pembicaraan sang kakak kali ini. Berharap, kakaknya segera bercerita soal ini padanya. Sungguh, pria Jeon itu sudah kelewat penasaran mendengar cerita kakaknya. Wah, dialah yang paling rajanya kepo kalau membicarakan masalah percintaan sang kakak. Memang dasar, telat pubertas. Ck, Yoongi sampai ingin terbahak. Lucu, sungguh. Apalagi melihat wajah polosnya yang mencoba memahami pembicaraan kakaknya itu. Seperti anak bayi.
"Nah, sekarang----ceritakan semuanya padaku, hyung! Aku penasaran" pekik sang adik.
Yoongi kemudian melepas hoodie abu-abunya dan melempar asal tepat ke wajah adiknya. Kurang ajar, kan? Yah----begitulah Yoongi.
"Dasar kelinci! Kalau urusan beginian, kau nomor satu ya?" ejek kakaknya. "Belajar lagi, sana! Wajahmu sama sekali belum pantas membicarakan yeoja"
Pria Jeon itu menekuk wajahnya, ngambek. Bibirnya melengkung membentuk bujur anak panah, "Aku kan juga seorang namja, hyung! Aku juga ingin banyak belajar dari hyung ku. Apa tidak boleh?"
Yoongi terkekeh. Mengusak kepala sang adik yang tengah ngambek, "Ya, baiklah---baiklah. Aku hanya bercanda, Jeon"
"Jadi, hyung mau cerita denganku kan?" ucap adiknya. Matanya menyipit sok imut menatap penuh aegyo ke arah Yoongi. Dialah jagonya berakting imut.
"Iya, aku akan menceritakan semuanya padamu" sahut Yoongi. Pria Min itu berusaha menenangkan adik bontotnya.
Tersenyum sumringah. Tiba-tiba saja wajahnya bersemangat seraya mengangguk penuh antusias. "Jadi, apa yang terjadi? Apakah pria yang hyung maksud adalah hyung sendiri?"
Yoongi menghela nafasnya berat. Mau tidak mau, dia juga harus menceritakan semuanya pada Jungkook, kan? Terlebih lagi jika niat awal setelah sampai rumah itu sebetulnya sangat ingin bercerita dengan sang adik. Dan Yoongi, mulai berani menceritakan semua kejadian itu. Saat dirinya pertama kali bertemu dengan gadis pelayan itu.
"Ya, itu aku. Dan gadis yang ku maksud itu seorang pelayan"
Jungkook terbelalak lebar. Kaget, sungguh. Betul-betul terkejut pengakuan dari sang kakak. "Apa? Seorang pelayan?"
Yoongi mengangguk, bersama dengan muka datar yang kelewat santai. Tapi, tidak ada jawaban disana. Memang Yoongi hobinya hanya menggunakan bahasa insyarat. Biar disangka bisu. Entah, mungkin dia senang dibilang gagu?
"Sungguh, hyung? Kau betulan menaruh hati pada gadis pelayan itu?" ucap adiknya kaget.
Yoongi menggeleng pelan, "Tidak. Kau sendiri yang bilang jika pengalamannya begitu, namanya bukan jatuh cinta, kan?"
Jungkook terdiam dan berfikir sejenak, "Eumm----betul juga. Tapi, ku pikir sebaiknya hyung jangan jatuh cinta lagi"
"Kenapa?"
Jungkook menarik nafasnya berat, "Kasihan Yewon noona"
Yoongi terdiam. Ya, pria itu betul-betul tidak mengerti mengapa adiknya dari dulu selalu menaruh rasa empati pada gadis itu? Sampai takut jika sang kakak perlahan menutup hatinya dan kembali jatuh cinta pada gadis lain. Yoongi curiga, mungkinkah ada sesuatu yang tak beres disini? Apa alasannya terus menekan pria Min itu sampai benar-benar dapat memiliki Yewon? Tapi, Yoongi tidak ingin lagi mengambil pusing. Dia segera membuang pikiran negatif itu jauh-jauh.
"Ada apa, Jeon? Kenapa sedari dulu kau selalu mengambil empati dengan gadis itu?" tanya Yoongi. Tanpa sadar, tatapannya menajam menatap sang adik.
"Kenapa? Tidak boleh jika ku merasa kasihan pada Yewon noona ku?" ujar adiknya. "Apa itu salah, hyung?"
"T- Tidak. Itu tidak salah, Jeon. Yang ku pertanyaaan disini, mengapa dari dulu kau selalu mengasihani gadis itu? Bahkan, kau sendiri tidak tahu bagaimana perlakuannya sekarang terhadapku kan? Kau bah-----"
Jungkook menyela, "Karena aku sayang dengan Yewon noona"
"Apa?"
_____***_____
Apa-apaan pria ini?
Oh, tentu Yoongi terbelalak. Begitu terkejut dengan pengakuan sang adik barusan. Tidak tahu diri atau tidak tahu umur, disini? Baiklah, Yoongi tidak ingin berdebat disaat tubuhnya sangat ingin direbahkan di kasur malam ini. Lelah, sungguh. Matanya pun sepertinya sudah bilang, tak ingin berlama-lama lagi untuk terjaga. Ingin sekali rasanya ditutup.
Namun, tak mungkin juga ia meninggalkan sang adik jika tidak menjelaskan maksud dari pembicaraannya barusan. Dia berhutang penjelasan pada kakaknya. Jelas, Yoongi memaksa agar sang adik segera menjelaskan maksudnya.
"Apa maksudmu bilang begitu?"
Jungkook terdiam. Menunduk menutupi wajahnya yang ketakutan. Takut jika kemarahan sang kakak sudah benar-benar keluar.
"Jeon, sekali lagi ku bilang----Apa maksudmu bilang begitu?" pekik kakaknya. Terus menekan sang adik menjelaskan semuanya.
"Ya, jelas aku sangat menyayangi Yewon noona. Aku ingin selalu melindunginya, hyung----" ujar Jungkook lirih.
"Kau menyukainya?"
Yoongi sudah menatap adiknya semakin tajam. Amarahnya betul-betul tidak bisa ditahan kali ini. Jika saja sang ibu tidak sedang beristirahat, mungkin Yoongi sudah melakukan tindakan di luar ini. Sayang, dia masih memikirkan ibunya. Alhasil, Yoongi menahan semuanya hingga kedua matanya memerah menahan amarah.
Tapi, pertanyaaan itu justru membuat Jungkook ingin menutup mulutnya segera. Dia malah menahan tawa. Senyum kelinci itu pun tergores di sudut bibirnya. Sungguh, Jungkook tidak menyangka jika kakaknya akan meresponnya dengan pertanyaaan seperti itu. Ini diluar ekspetasinya. Bagaimana bisa hyung nya sekarang menjadi overprotektif begini dengan gadis yang bernama Kim Yewon itu?
Tawa Jungkook semakin pecah. Namun, Yoongi tentu bingung. Tidak mengerti lagi maksud sang adik.
_____***_____
Pletakk!!
Jungkook sudah mengusap jidatnya yang sedikit memerah. Yoongi menyentil keningnya lumayan keras. Jungkook meringis, menekuk bibirnya membentuk garis lengkung. Lucu, sungguh. Yoongi sampai tidak jadi ingin marah. Anak ini kelewat imut. Kedua pipinya yang menggembul berwarna merah muda karena ngambek.
"Kenapa tertawa? Tidak tahu sekarang aku sedang marah?" sinis Yoongi.
Jungkook masih terkekeh, "Aku hanya bercanda, hyung. Kenapa sekarang kau jadi sensitif begitu jika ku bilang sayang kepada Yewon noona?" ujarnya kelewat santai. "Lagipula, maksudku disini hanyalah sayang layaknya sebagai adik ke noona nya. Tidak jauh dari itu"
Yoongi mengelus dada. Membuang nafasnya lega, "Astaga, Jeon! Ku kira apa" sahut sang kakak. "Kau membuat hyung mu ini hampir stroke tahu tidak?"
Kembali terkekeh seraya memperlihatkan dua gigi kelincinya, "Hehe----Lagi, kenapa hyung jadi semarah itu?"
"Jelas ku marah. Ku kira kau juga menyukai Yewon" sahut Yoongi. "Jika sekarang aku bersaing dengan Namjoon, apakah aku juga harus bersaing dengan adik sendiri? Ck, itu tidak lucu, Jeon!"
"Tidak mungkin, hyung! Aku ini masih beagle magnae. Masa iya, aku menyukai noona-noona sepantaran hyung? Itu bukan level ku" sinis Jungkook.
Pria Min itu tersenyum miring, "Ck, tutup mulutmu sebelum aku membuka baju disini dan mengajakmu mandi bersama, Jeon!"
"Hiiih-----sering ku bilang, itu membuatku jijik, hyung." pekik Jungkook.
Yoongi terkekeh, kemudian kembali menidurkan kepalanya di sandaran sofa. Memejamkan kedua matanya sebentar, memijat tulang hidungnya perlahan.
"Tapi aku serius, hyung"
Yoongi kembali membuka kedua matanya, "Apa?"
"Kau harus mempertahankan perasaanmu pada Yewon noona"
Yoongi mengerenyitkan dahinya tak paham, "Kenapa?"
"Bukankah dia cinta pertama mu?" ujar Jungkook. "Harusnya kau tetap berusaha mempertahankannya. Saat Yewon noona mengejar hyung, itu yang membuatnya sulit mempertahankan perasaannya pada hyung. Dia selama ini bahkan rela menunggu. Apa hyung akan melepaskannya begitu saja?"
Yoongi bungkam. Seketika pikirannya kembali mengacau. Baru tadi sepenuhnya memikirkan gadis itu, sekarang Yewon. Ah, baiklah----boleh saja kita menganggap Yoongi ini pria playboy sekarang. Tapi, bukan. Sebenarnya dia bukannya mudah jatuh cinta dengan gadis. Hanya saja, rasa penasaran itu selalu menghantui pikirannya. Kedua gadis itu benar-benar membuat Yoongi frustasi.
Salah, jika Yoongi penasaran dengan apa yang ia rasakan saat ini? Tidak boleh jika Yoongi hanya kepikiran dengan jawaban dari semua ini? Jika Yoongi hanya penasaran dengan gadis itu, apakah Yoongi justru menyukainya? Oh, belum tentu. Sekarang, kita kembali ke sifat seorang Min Yoongi yang sebenarnya. Dimana ia seorang pria yang cuek, dingin, introvert, lebih menyukai menyendiri, dan sulit jatuh cinta.
Lalu, apa yang membuat sikapnya berubah menjadi lemah dan tempramental begini?
"Itu karena kau terbiasa menyendiri."
.
.
.
.
.
.
.
"Kau sebetulnya sangat ingin rasa cinta itu hadir. Kau juga berharap seorang gadis datang dan memberimu kasih sayang. Iri dengan pria lainnya. Bermesraan dan mendapatkan sebuah perhatian, hyung"
Yoongi tersadar dari lamunannya, "Ah, begitu ya?"
"Mulai sekarang, jangan lagi terlalu cuek apalagi bersikap dingin kepada seorang gadis. Itu juga akan membuat hyung jadi lebih terbuka dan mudah diajak berkomunikasi. Dengan begitu, hyung mudah mengenal orang lain kan? Terlebih lagi seorang gadis? ujar Jungkook menasehatinya.
"Tapi aku belum bisa, Jeon"
Sang adik menghela nafasnya berat, "Apa salah jika mencoba?"
Yoongi menggeleng pelan, "Haruskah?"
"Ya, harus!" tegas Jungkook. "Kau harus membuat Yewon noona agar mencintaimu lagi, hyung! Aku tahu ini sulit. Sangat. Tapi, itulah pengorbanan. Tidak ada yang indah dalam kamus itu. Lakukanlah, sebelum semuanya berakhir dengan penyesalan" sahut Jungkook. Sekarang, kakak beradik itu sudah menatap satu sama lain.
"Baiklah, aku tidak berhenti memperjuangkan perasaanku terhadap Yewon. Tapi, bagaimana jika ibu sendiri lebih menyetujui ku mencari gadis lain selain Yewon?" ujar Yoongi lirih.
Jungkook terdiam. Dia tahu, ibunya saja juga tidak lagi berada di pihak gadis Kim itu. Tidak merestui sang kakak mmemiliki hubungan dengan Yewon.
"Tidak apa, hyung. Aku masih berada di pihakmu" sahut Jungkook. "Jika semuanya tidak ada lagi yang mendukungmu dengan Yewon noona, kan masih ada adikmu yang tampan Jeon Jungkook ini? Jadi, tidak perlu patah semangat, hyung" ujar adiknya kelewat santai. Begitu antusias meninggikan dirinya.
Pria Min itu menyeringai kecil, "Ck, jika saja tidak ada kau, aku juga tidak masalah, Jeon"
Jungkook terkekeh, "Sialan! Hyung ku ini dari dulu tidak pernah berubah"
"Kenapa?"
"Mukamu itu kelewat menyebalkan dengan santainya menghina orang lain tanpa merasa bersalah sama sekali" sahut Jungkook.
Tersenyum bangga, "Jelas, aku swag" ujar Yoongi kelewat singkat.
"Cih, dasar albino!"
Yoongi tak menjawab. Melainkan kembali menidurkan kepalanya di sandaran sofa. Ah, ralat-----maksudnya dia bahkan sudah membanting tubuhnya di sofa hitam itu. Kembali menutup kedua matanya sejenak seraya memijat keningnya.
"Tadi Chaeryeong menelepon lagi?" Yoongi bertanya kepada sang adik. Namun, matanya masih ingin dibiarkan terpejam.
Jungkook mengangguk, "Seperti biasa, basa basinya menanyakan kabar keluarga kita dan ujung-ujungnya bertanya kapan hyung pulang"
"Ck, tidak bosan dia ya?"
Jungkook terkekeh, "Kalau sudah direbut tiga gadis sekaligus memang begitu resikonya"
"Memangnya aku begitu? Itu hanya ucapanmu saja barusan, Jeon! Aku tidak merasa sedang direbut tiga gadis sekaligus" sinis Yoongi.
Jungkook menyela, "Ya sudah---intinya, aku tidak akan membiarkan gadis mana pun yang berusaha mengejar hyung, selain Yewon noona. TITIK" tegas adiknya.
"Terserah hyung mau ikut ke mana? Ibu yang lebih menyarankan dengan gadis lain----atau aku yang akan selalu mendukung hyung dengan Yewon noona."
.
.
.
.
.
~ to be continued~