Chereads / How to be Your Girlfriend? / Chapter 21 - Part 20

Chapter 21 - Part 20

Rekomendasi track list : Sweet Dream by Jang Nara

_____***_____

Angin malam menyapu dingin seluruh tubuhnya. Cahaya bulan purnama menerangi cerahnya malam ini. Tidak seperti perasaannya sekarang, terbalut dalam kesedihan. Ah, bahkan itu selalu. Sampai Yoongi sendiri rasanya bosan dengan kehidupannya. Hatinya masih sakit, mengingat kejadian waktu di sekolahnya itu. Penolakan cinta secara tidak langsung membuat pikirannya benar-benar kacau. Bahkan, saat bekerja pun Yoongi tidak bisa fokus sama sekali.

Jung Hoseok, sahabatnya sering kali menegur dan menanyakan apa yang sudah terjadi padanya. Namun, Yoongi tetap keras kepala menutupi semua kesedihan itu. Entah mengapa langkahnya lunglai menuju rumah. Inginnya mampir ke pemakaman sang ayah dulu. Yoongi ingin bercerita banyak disana. Tapi dia juga tidak tahu, mengapa langkah kakinya justru menuju supermarket yang waktu itu pernah ia kunjungi sebelumnya. Belum terlalu lama, tapi Yoongi berharap----

"Ah, apa yang kau pikirkan Min Yoongi!" umpatnya.

Jujur, dia rindu seorang gadis pelayan yang pernah ia temui belum lama ini. Gadis yang belum sempat ia kenal, namun dapat memberikan sejuta ketenangan di dalam jiwanya. Yoongi ingin melihat senyum sederhana itu disaat keadaan hatinya hampa seperti ini. Tidak berharap banyak. Yoongi hanya berharap bisa melihat senyuman manis sederhana itu meskipun dari kejauhan.

Seketika Yoongi melirik jam tangan berwarna silver yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih pukul setengah delapan. Sengaja dia tidak mengambil lembur. Bosnya menyuruh pria Min itu beristirahat menenangkan pikirannya. Sedari bekerja tadi, Yoongi banyak melakukan kesalahan. Sulit fokus, dan sering kali melamun. Tidak seperti biasanya pria itu yang selalu bersemangat meskipun tubuhnya lelah.

Jadi, masih banyak waktu untuk mampir ke supermarket itu. Tapi, Yoongi juga tidak tahu apa yang ingin ia beli. Mengapa dia malah jalan menuju arah ini? Ah---Yoongi frustasi dibuatnya, sungguh. Kenapa dirinya jadi tidak jelas seperti ini? Dengan segera, Yoongi memutar balik tubuhnya meninggalkan supermarket itu. Padahal, tadi sudah sampai tepat di pintu masuknya. Namun karena tempramental nya, Min Yoongi jadi agak ragu. Dia lebih memilih pulang ke rumah.

Belum sempat melangkahkan kaki untuk berniat meninggalkan supermarket itu, Yoongi berhenti. Seseorang tengah berteriak agar menghentikan langkahnya. Yoongi tercengang. Tubuhnya terasa kaku, kedua pupil matanya pun melebar.

"Hei, tunggu!"

Yoongi terhenti. Memutar balik tubuhnya, menoleh ke sumber suara itu.

"Ah, kau pria yang pernah mampir kesini kan?" ujar gadis itu. "Ingin belanja lagi? Tapi maaf, tokonya sudah tutup. Aku ingin----"

"Aku kesini ingin bertemu denganmu"

"Hah?"

Bodoh! Min Yoongi bodoh! Entah mengapa malah itu yang keluar dari mulutnya. Ah, apakah segitu inginnya Min Yoongi bertemu gadis itu? Sampai niat awalnya pun ia sendiri tidak bisa membohonginya. Kelewat jujur Min Yoongi ini. Padahal, dia hanya rindu senyuman itu. Kenapa malah kata itu yang keluar? Yoongi malu, sungguh---rasanya dia ingin mengumpat di lubang semut saja jika tubuhnya muat masuk sana.

"B- Bertemu denganku? Untuk apa?" ujar gadis itu bingung.

"Aku rind----Ah, tidak!" Yoongi segera menggelengkan kepalanya. Berhenti mengucap pikiran konyol itu dengan sang gadis.

Gadis itu mengerenyitkan dahi, "Apa?"

"A- Aku ingin membeli----air mineral. Ya, aku haus. Ingin membeli air mineral. Disini ada kan?"

Sang gadis mengangguk heran, "Iya, ada. Tapi, tokonya sudah tutup. Bagaimana jika kau membeli di toko sebelah? Disana buka 24 jam."

"Antarkan aku, boleh?" pinta Yoongi.

Gadis itu tersenyum kecut. Mengangguk tanda setuju, "B---baiklah, aku akan mengantarmu. Dan setelah itu kau pulang. Ini sudah malam."

"Ck, kau kira aku anak bocah?" umpat Yoongi.

"Memang kau seperti anak bocah. Bahkan, ke toko seberang saja minta diantar."

Yoongi terkekeh, "Baiklah, baiklah----aku memang anak bocah. Puas?"

"Terserah" ujar gadis itu kelewat singkat. "Ya sudah, ayo ikuti aku!"

_____***_____

Keduanya berakhir jalan berdua menuju toko di seberang jalan. Langkah sang gadis kelewat cepat, bahkan sampai Yoongi sendiri kewalahan mengejarnya. Alhasil, Yoongi harus berlari agar sejajar dengan tubuh gadis itu. Suasananya hening, tidak ada percakapan sama sekali disana. Gadis itu hanya berjalan menatap ke depan. Sedangkan Yoongi, sebetulnya dia agak aneh melihat sikap gadis ini.

Awet sekali tidak berbicara sama sekali? Apa dia tidak merasa bosan hanya berdiam begini? Ini sih, lebih dari Min Yoongi cueknya. Yoongi tidak berani membuka pembicaraan duluan. Sampai akhirnya mereka memberanikan diri membuka suara.

"K- Kau?"

Mereka saling menunjuk satu sama lain. Ah, suasananya malah semakin canggung sekarang. Entah Yoongi ataupun gadis itu hanya mendunduk, menutupi wajah masing-masing.

"Kau saja yang duluan."

Gadis itu menggeleng, "Tidak. Kau duluan saja. Aku hanya----Ah, tidak penting."

"Baiklah, aku bicara duluan. Jadi, sebetulnya aku menemuimu hanya untuk satu hal." ujar Yoongi.

"Apa?"

"Aku ingin menenangkan pikiranku. Inginnya sekedar jalan-jalan, tapi aku tidak punya teman."

Gadis itu mengerenyitkan dahinya heran, "Jadi?"

"Kau mau menemaniku jalan-jalan?" ucap Yoongi memohon. "Sebentar saja, dan setelah itu aku janji akan mengantarmu pulang sampai rumah. Bagaimana?"

Sang gadis terdiam. Berfikir sejenak atas permintaan pria Min itu. Sebenarnya dia ingin menolak. Karena gadis itu belum mengenalnya. Namun, entah mengapa dia berfikir jika Yoongi bukan pria yang berbahaya. Dia merasa Min Yoongi ini bisa membuatnya tenang. Tidak khawatir meskipun mereka belum lama mengenal. Bahkan, belum tahu nama satu sama lain.

Gadis itu merasakan kenyamanan saja ketika di sisinya. Perasaan takut itu tidak ada sama sekali di dalam pikirannya. Kehadiran Min Yoongi cukup membuatnya tidak lagi merasakan kesepian. Jika diingat, dirinya tidak pernah ada yang ingin berteman atau setidaknya mendekatinya. Min Yoongi adalah orang pertama yang mau menemaninya jalan-jalan.

Biasanya, dia hanya tahu rumah-sekolah-tempat kerjanya. Selebihnya, dia tidak pernah ada niat selain ke tempat itu. Hidupnya hanya begitu-begitu saja. Seperti biasa, tidak pernah ada yang istimewa sama sekali. Dan ini adalah yang pertama kalinya seseorang mau mengajaknya jalan-jalan. Gadis itu tersenyum, hatinya sangat bahagia. Ya, hanya karena Yoongi mengajaknya pergi.

_____***_____

"Hei, kenapa melamun?"

"Ah, iya? Maaf----" Gadis itu sempat terkejut dan sontak tersadar dari lamunannya.

Yoongi meneguk ludah, "Ja- Jadi, kau mau menemaniku kan?"

Sang gadis tersenyum menatap Yoongi. Mengagguk antusias, "Ya, aku akan menemanimu kemana pun kau ajak."

Tiba-tiba senyumnya melebar. Kedua pupil matanya membulat sempurna. Yoongi tidak menyangka jika gadis ini akan menerima ajakannya. Bahkan, dia sempat tidak yakin dengan keputusannya.

"Sungguh?"

Gadis itu masih tersenyum menatap Yoongi seraya mengangguk pelan tanda setuju.

Yoongi membalas senyuman itu. Hatinya perlahan menghangat. Akhirnya, dia melihat senyuman yang sangat dirindukan itu. Semuanya masih sama, seperti awal pertemuan mereka. Gadis itu meskipun agak cuek dan irit bicara, namun tak pernah absen memperlihatkan senyumnya pada Yoongi. Luluh, Yoongi benar-benar luluh dibuatnya. Mengingat, dirinya baru saja patah hati karena Yewon.

Dan sekarang, dengan mudahnya gadis ini memperbaiki patahan-patahan hati itu yang mulai retak. Mengisi kembali hati si pria yang telah lama hampa itu. Mungkinkah gadis ini mampu merubah kehidupan Yoongi kedepannya? Entah, Yoongi sendiri masih bingung. Jika saja Yoongi bisa melihat senyumnya setiap saat, dia berfikir itu adalah kebahagiaan sederhananya.

Yoongi memohon,

Biarkanlah semuanya berjalan seperti ini dulu, sebelum akhirnya hati itu benar-benar tertutup rapat dan enggan menerima gadis yang datang lagi, memperbaiki hatinya. Memberikan suatu kebahagiaan untuknya di hari kelak.

.

.

.

.

.

.

.

Mereka sudah keluar dari supermarket itu. Yoongi berhasil mencari alasan konyol hanya untuk bertemu gadis ini. Dengan segera, kedua insan itu berjalan menelusuri jalan raya yang sepi. Keadaannya sunyi. Mereka kembali dengan posisi awal, tidak ada yang ingin membuka suara. Suasana semakin canggug. Gadis itu hanya menikmati es krim vanilanya tanpa ingin menoleh ke arah Yoongi.

Sedangkan Yoongi sendiri, dirinya sibuk meneguk air mineral hingga air di dalam botol itu sisa setengah. Padahal, Yoongi tidak haus. Dia hanya ingin menghilangkan rasa gugupnya. Benar-benar gila Yoongi itu. Jika saja dirinya tidak patah hati, mungkin saja dia lebih memilih ambil lembur daripada jalan-jalan tanpa tujuan begini. Seperti orang bodoh, bukan? Tapi, ini adalah satu-satunya cara Min Yoongi menenangkan pikiran dan hatinya.

_____***_____

"Hei,"

Gadis itu menoleh ke Yoongi, "Apa?"

"Kita belum sempat kenalan, kan?"

Kemudian, mengulurkan tangannya tepat di hadapan gadis itu. "Namaku Min Yoongi. Siapa namamu?"

Sang gadis tersenyum. Membalas uluran tangannya, "Shin Jaemin"

Yoongi mengangguk, "Ah, ini membuat rasa penasaranku berkurang sedikit"

"Hah, kenapa begitu?"

"Karena sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah ingin tahu namamu" sahut Yoongi.

Gadis itu tidak meresponnya. Hanya megangguk pelan, bersama dengan wajah datarnya.

"Jadi, boleh ku panggil Jaemin saja?"

Menggidikkan bahunya, "Ya, terserah yang mau memanggil saja" ujar Jaemin kelewat singkat.

Yoongi terkekeh, "Hebat ya, kau itu"

"Kenapa?"

"Gadis pertama yang langsung membuatku merasa nyaman. Padahal, kita baru mengenal" ujar Yoongi.

"Oh, ya? Jadi?"

"Mau jadi temanku?" Yoongi sedikit terkekeh. Pikir gadis itu, Yoongi hanya bercanda. Jadi, dia tidak menganggapinya serius.

Tidak ada jawaban disana. Jaemin pun hanya tersenyum manis. Menunduk, menutupi sebagian wajahnya. "Memangnya, kau mau berteman denganku?"

Yoongi menaikkan sebelah sudut bibirnya ke atas, "Kenapa tidak?"

"Aku bukan orang yang menyenangkan diajak bicara" ujar Jaemin.

Yoongi mengerenyitkan dahi, "Tidak. Menurutku, kau gadis yang sangat menyenangkan."

Jaemin kembali menunduk. Menyembunyikan wajahnya yang mungkin sudah semerah buah tomat karena pria Min itu. Tidak ingin lagi mrmbahasnya, gadis itu pun beralih ke topik lain.

"Yoon----Ah, maaf. Boleh ku panggil Yoongi saja?"

Yoongi tersenyum menatap sang gadis, "Iya, terserah yang ingin memanggil saja."

Jaemin lagi-lagi tersipu. Bagaimana pria ini bisa sangat romantis hanya karena mengucap jawaban yang sama persis dengannya, saat Yoongi ingin memanggil dengan sebutan 'Jaemin' saja? Jujur, Jaemin bingung sampai sekarang. Pria Min yang baru dikenalnya itu tidak pernah membuatnya merasa takut saat berada di sisinya.

Rasanya, dia begitu nyaman dan tenang bersama pria Min ini. Entah, ada sesuatu apa dengan Yoongi. Jaemin merasa, dirinya begitu bahagia hanya dengan melihat senyuman manis dan suaranya yang tenang itu. Ya, sejak saat pertama kali bertemu, Yoongi tidak pernah cuek dengannya. Selalu memasang senyumannya untuk gadis itu. Wanita mana yang tidak luluh?

.

.

.

.

.

.

.

"Tidak dijemput ayahmu?" tanya Yoongi, mulai membuka suara.

Gadis itu menggeleng pelan, "Aku sengaja tidak menelepon ayah untuk menjemputku."

"Kenapa?"

"Aku tahu, dia sangat lelah. Jadi, ku bilang aku dijemput seseorang. Padahal, niatnya aku ingin naik bus." sahut Jaemin.

"Kenapa harus berbohong? Nanti kau benar-benar ku antar pulang kan?"

Gadis itu hanya mengangguk datar, "Iya, aku juga kasihan dengannya."

"Kenapa?"

"Aku----" Jaemin menghela nafasnya kasar. "Ah, maaf. Aku hampir kelepasan untuk menceritakan semuanya denganmu."

Pria itu berhenti melangkah. Tubuhnya menghadap Jaemin, kedua tangan kekar itu pun menompang di bahunya, "Tidak apa. Kau boleh menceritakan semuanya padaku. Jika kau tidak mampu menahan semua beban, kau bisa sharing denganku. Dan aku berusaha agar bisa membantumu."

"Itu akan merepotkan mu, Yoon"

Yoongi menggeleng, "Tidak akan. Jadi, cerita lah---"

Tanpa sadar, bulir air matanya mengalir di kedua pipinya. "Terimakasih, Yoon"

Yoongi tersenyum menatap sang gadis begitu dalam. Intens. Entah mengapa, melihat makhluk kecil ini menangis di hadapannya, Yoongi merasa iba. Rasanya sama persis saat yang Yewon lakukan tadi siang. Hatinya bahkan lebih menyakitkan ketika Yewon menolak perasaannya. Yoongi sama lirih. Yang mampu ia lakukan, hanya menggigit bawah bibirnya. Menahan luka, saat gadis ini begitu erat memeluk tubuhnya.

"Ibuku sudah meninggal, Yoon---" ujar Jaemin lirih.

"Ah, maaf. Aku tidak bermaksud mengingatkan lagi padamu."

Gadis itu menggeleng pelan. Tersenyum dan akhirnya melepaskan tautan itu duluan, "Tidak apa, Yoon. Aku justru merasa lebih tenang saat beban ini ku ceritakan padamu."

"Syukurlah, aku senang jika bisa membantumu" ujar Yoongi. Kemudian, membalas senyuman itu. Bahkan, sekarang mereka sudah saling menatap.

Dua insan itu memutuskan untuk berhenti di sebuah jembatan yang di depannya terdapat sungai nan luas dan indah. Sungai Han. Mereka akhirnya berhenti disana. Melihat pemandangan bebas luas membentang bersama dengan sinar rembulan menerangi malam yang cerah ini.

Bersama dengan gadis ini, entah mengapa membuat sakitnya perlahan menghilang. Hatinya perlahan kembali mencair dan hangat dengan sentuhan sang gadis. Yoongi sangat bahagia bersamanya. Sungguh, dia belum pernah merasa se bahagia ini. Sebelumnya, kehidupan pria itu begitu-begitu saja. Tidak ada istimewanya. Tapi, dengan gadis ini?

Yoongi bahkan merasa jika Tuhan telah berpihak dengannya. Mengembalikan kebahagiaan itu yang telah lama menghilang hanya dengan menemukan gadis sepertinya. Yoongi begitu bersyukur bisa mengenalnya. Keajaiban telah datang kepada Min Yoongi. Akhirnya, bertemulah sosok gadis yang dapat membuat pria itu benar-benar lupa jika hatinya pernah terluka. Mereka selalu menghabiskan waktu untuk tertawa. Melepas sejenak semua beban hidup yang dirasakannya. Mereka hanya ingin bahagia malam ini.

.

.

.

.

.

.

.

"Shin Jaemin?"

Gadis itu menoleh, "Ya?"

"Tetaplah berada di sisiku."

Jaemin mengangguk pelan. Tersenyum, menatap sang pria yang tak pernah absen memperlihatkan senyumannya untuk gadis itu.

Perlahan, kedua tangan mungilnya diraih dan kemudian digenggam lembut, "Aku hanya menemukan kebahagiaanku saat bersamamu."

"Kalau begitu, kau juga harus janji."

Yoongi mengerenyitkan dahi, "Apa?"

"Jangan pernah pergi meninggalkanku. Kita akan tetap menjadi teman yang baik dan saling mendukung satu sama lain. Iya, kan?"

Yoongi mengangguk pelan. Tersenyum menatap dan masih nyaman mengusap lembut pucuk kepala gadis itu.

"Ah, iya. Kau bahkan lupa jika kau berhutang cerita denganku." ujar Yoongi.

Jaemin terkekeh, "Apakah itu harus?"

"Jelas! Itu adalah janji. Dan janji itu adalah hutang. Kau tahu, jika hutang itu wajib dibayar. Jika tidak, kau akan menderita seumur hidup." tegas pria Min itu.

Jaemin kesal. Kemudian, menjambak rambut Yoongi hingga pria itu meringis kesakitan, "Akh! Astaga, Jaemin----" umpat Yoongi.

Tawanya meledak. Jaemin bahkan begitu terbahak melihat wajah Yoongi yang lucu saat menahan sakit.

"Cih, rasakan ini!"

Pria itu mengacak surai panjang sang gadis dengan brutal. Membuat rambutnya menjadi kusut dan berantakan.

"Min Yoongiiiii~~"

Kembali Yoongi yang tawanya semakin pecah. Begitu senang melihat gadis itu marah, menggerutu kesal. Imut sekaligus menggemaskan menjadi satu. Yoongi begitu gemas lihatnya.

"Aish! jika aku kuat, sudah ku angkat dan ku lempar tubuhmu ke bawah sungai itu." pekik Jaemin dengan menekuk wajahnya kesal.

Yoongi menyeringai kecil, "Hei, kau itu perempuan! Jika galak-galak, tidak ada yang mau denganmu."

"Terserah!"

Yoongi hanya terkekeh memperlihatkan gummy smile nya yang khas. Kemudian, ekspresinya kembali serius.

"Jadi, masih ingin cerita denganku kan?" ujar Yoongi.

Gadis itu menoleh ke arahnya. Heran, sungguh. Bagaimana bisa ekspresinya mendadak seserius ini? Padahal, tadi sikapnya begitu menyebalkan. Agak aneh, sih. Justru itu Jaemin bingung.

"Ku rasa, kita mempunyai nasib yang sama." sambung pria itu.

"Kenapa?"

"Kita sudah kehilangan salah satu orangtua. Aku kehilangan ayah, dan kau kehilangan ibu. Juga sama-sama meninggal. Dan sekarang, kau tinggal dengan ayahmu. Sedangkan, aku tinggal dengan ibuku. Kita sama-sama anak pertama, jadi tulang punggung keluarga dan bekerja paruh waktu selagi masa-masa sekolah." ujar Yoongi.

"Kau heran tidak, kenapa semuanya sama persis?" tanya Yoongi.

Gadis itu menggeleng, "Tidak. Mungkin saja itu hanya kebetulan."

"Tidak, tidak. Mana ada yang kebetulan sama persis begitu?"

Jaemin hanya menggidikkan bahunya, "Entah?"

"Dan yang lebih aneh lagi, kita juga sama-sama mempunyai satu adik laki-laki pula."

"Entah juga?" sahut Jaemin. Dari tadi wajahnya hanya seperti orang idiot, seakan tidak tahu apa-apa. Ingin memberikan respon bagaimana.

_____***_____

Pandangannya tiba-tiba terfokus pada tas hitam yang dibawa Yoongi. Jaemin mencolek bahu pria itu, "Hei!"

Yoongi menoleh, "Apa?"

"Resleting tasmu terbuka. Tidak sadar?"

"Jika sadar, masa aku membiarkan mengundang perhatian pencuri?" ujar Yoongi. "Bisa tolong tutup sletingnya?"

Gadis itu mengangguk. Meraih tas hitam dan segera menutupnya. Namun, Jaemin tidak sengaja melihat setangkai mawar di dalam tas Yoongi. Iya, itu mawar yang awalnya ingin diberikan pada Yewon. Tapi, apalah daya jika gadis itu berakhir membuangnya ke tempat sampah.

Jaemin meraih mawar itu. Perlahan, dia memgeluarkannya dari dalam tas Yoongi. Dia hanya penasaran. Mungkinkah pria Min itu mempunyai seorang kekasih? Seperti itulah pertanyaaan yang sekarang berputar di dalam otaknya.

"Yoon, kau memiliki kekasih?" tanya Jaemin.

Yoongi mengerenyitkan dahi, "Hah? Kenapa bertanya seperti itu?"

"Aku menemukan mawar di dalam tasmu." Jaemin dengan segera memperlihatkannya pada Yoongi.

Yoongi meneguk ludah. Sungguh, dia lupa sekali jika mawar pemberiannya berakhir ditolak Yewon. Seketika pikirannya kembali pada gadis itu. Ah, senyuman manis yang selalu ia perlihatkan kepada Jaemin, akhirnya meredup begitu saja. Yoongi kembali menekuk wajahnya lirih. Lagi-lagi gadis ini mengingatkan jika hatinya tengah rapuh.

Padahal, inginnya malam ini hanya berbahagia dengannya. Melupakan sejenak patah hati yang dirasa itu. Yoongi ingin meyakini jika Tuhan tidak setega ini, selalu memberikan cobaan dan kepedihan hidup untuknya. Yoongi tahu, Tuhan sangatlah baik padanya. Masih diberikan kesempatan untuk bertemu gadis seperti Jaemin, cukup membuat Min Yoongi begitu bersyukur.

"Tidak, aku tidak memiliki kekasih." ujar Yoongi singkat.

Jaemin tahu. Jika pria ini tiba-tiba saja murung, pasti ada sesuatu yang dipendamnya. Gadis itu hanya ingin mengerti. Ingin membuat Yoongi melupakan semua kesedihannya. Dia ingin kehadirannya membuat Yoongi bahagia bersamanya. Perlahan, kedua tangan mungilnya menompang pada bahu pria itu.

"Ada apa, Yoon?" ujar Jaemin lembut.

Yoongi tersenyum. Menggeleng pelan, "Tidak ada apa-apa."

"Kau bilang, sekarang ini kita teman kan? Jadi, ceritakan semuanya padaku. Aku--- Jujur, aku sangat sedih jika kau tiba-tiba murung begini. Aku hanya ingin kau bahagia, Yoon."

Pria itu lagi-lagi menggeleng, "Jika aku ceritakan padamu, itu sangat menyedihkan."

"Sebagai temanmu, aku justru akan selalu membuatmu bahagia, Yoon. Tidak pernah ku biarkan siapapun yang berani menyakitimu." tegas Jaemin. "Sekarang, katakan. Siapa yang sudah berani membuatmu seperti ini? Aku tidak akan-----"

Yoongi menyela, "Sebenarnya, mawar ini untuk gadis yang ku sukai. Aku sengaja memberinya bersama dengan puisi sederhana yang sudah ku buat kemarin malam."

"Lalu?"

"Tapi, gadis itu membuang mawar dan puisinya ke tempat sampah."

Tanpa sadar, bulir air mata itu perlahan menetes di kedua pipinya. Yoongi benar-benar terlihat seperti pria tak berdaya sekarang. Jaemin begitu sakit melihatnya selirih ini. Sungguh, Jaemin merasa iba. Dirinya tidak pernah merasakan sesakit ini ketika Yoongi menangis di hadapannya. Hatinya perih, seperti tergores ribuan silet merobek dadanya.

Jika melihat Yoongi menangis seperti ini, Inginnya Jaemin memeluk dan ikut menangis bersamanya. Memberikan sebelah pundaknya untuk Yoongi bersandar. Mengeluarkan semua isi hatinya di malam ini. Jaemin sudah berjanji, tidak akan pernah menyakiti pria ini. Tidak akan pernah membuatnya menangis seperti ini. Jaemin akan selalu membuatnya bahagia dan melupakan semua kesedihannya.

Ya, Jaemin berjanji begitu padanya.

Tubuh kekar itu tanpa sadar sudah berada di dekapnya. Jaemin mengusap air mata yang mengalir di pipi Yoongi dengan ibu jarinya. Entah, sudah berapa kali Yoongi atau pun Jaemin telah menyekanya bersamaan. Tak lupa, gadis itu juga mengelus lembut kepala Yoongi. Sekedar menengangkannya. Meyakini jika pria ini akan baik-baik saja saat bersamanya.

"Sudah, Yoon----aku sangat mengerti perasaanmu. Mungkin, dia bukanlah yang terbaik untukmu." ujar Jaemin. Jarinya masih nyaman mengusap rambut pria itu.

Yoongi tidak menjawab. Wajahnya masih menelusup di curuk leher Jaemin menahan isakkannya. Yoongi benar-benar menangis. Sesekali Jaemin mendengar desahan Yoongi, menahan sakit di dalam hatinya.

"Jangan ditahan, Yoon. Keluarkan semuanya. Menangislah sekeras-kerasnya. Disini, hanya ada kamu dan aku." ucap Jaemin seraya mengusap lembut punggung pria itu.

Yoongi masih bergeming. Menggigit bibir bawahnya, "Shin Jaemin----sakit. Disini rasanya begitu sakit." lirih Yoongi.

"Aku tahu. Jadi, keluarkan semuanya yang kau ingin kau keluarkan, Yoon. Setidaknya, agar dirimu sedikit lebih tenang."

Sungguh, tangis Yoongi benar-benar pecah disini. Ya, hanya bersama dengan gadis ini. Yoongi begitu nyaman mengeluarkan isi hatinya dan didengar Jaemin semua. Entah apa yang membuat pria itu bisa luluh dengannya. Yoongi sangat tenang menangis di pundaknya. Yoongi atau pun Jaemin juga tidak mengerti, keajaiban datang dari mana semua ini?

Berakhir dengan Yoongi yang mengangkat kepalanya dan menatap gadis itu lirih.

"Bagaimana? Sudah lebih tenang?" tanya Jaemin lembut.

Yoongi tersenyum. Mengangguk pelan seraya mengusap surai gadis itu, "Ya, lumayan." ujarnya. "Terimakasih, Shin Jaemin."

Jaemin mengagguk. Tersenyum membalas senyuman itu. Senyuman yang selalu Yoongi rindukan. Senyuman yang begitu ingin Yoongi lihat setiap waktunya.

"Karena gadis yang bernama Yewon itu sudah membuangnya, bagaimana jika mawar ini untukku saja?" ucap Jaemin. Pupil matanya menyipit menatap lekat mata Yoongi.

Yoongi mengerenyitkan dahi, "Hah?"

"Iya, mawarnya untukku saja. Boleh kan? Ya, Min Yoongi yang tampan---boleh kan?" ujar Jaemin lagi. Sekarang, dirinya benar-benar memohon pada Yoongi. Memperlihatkan aegyo disana.

Min Yoongi terdiam. Tidak percaya jika gadis ini ingin menerima mawarnya yang banyak memiliki sejuta kenangan dalam hidupnya. Bagaimana bisa Jaemin mau menerima mawar pertamanya? Bahkan, Yoongi hampir kembali menangis. Hanya gadis ini satu-satunya yang mau menerima pria itu apa adanya. Yoongi terhipnotis oleh gadis ini.

Tanpa sadar, segores senyuman kembali lolos di kedua sudut bibir kecilnya. Yoongi tidak menyangka. Hanya dengan perlakuannya yang begitu sederhana, sangat membuat hatinya bahagia. Gadis ini betul-betul selalu bisa membuat Yoongi tersenyum. Membuat dirinya merasa sempurna, seperti pria-pria pada umumnya.

"Tapi---kau yakin, mau menerima mawar ini?" tanya Yoongi meyakinkan.

Gadis itu tersenyum menatap Yoongi. Mengangguk pelan, "Apapun itu pemberian Min Yoongi, pasti akan ku terima."

"Padahal, itu hanya mawar jelek. Mawar tidak ada gunanya. Mawar----"

Jaemin menyela, "Siapa bilang ini mawar jelek? Tidak ada gunanya?"

"Mawar ini sangat bagus, indah, dan harum. Aku menyukainya, Yoon." ujar Jaemin. Gadis itu kemudian kembali menatap Yoongi.

"Iya, ambilah. Kalau kau sangat menyukainya." ujar Yoongi lembut.

Dan akhirnya, sepasang mata itu bertemu. Mereka saling menatap. Mencoba memahami perasaan satu sama lain. Entah mengapa, tatapan mereka begitu memiliki sesuatu yang berbeda. Sangat istimewa. Sangat membuat iri, bagi siapapun pasangan kekasih yang melihatnya.

Tautan itu tidak berlangsung lama. Keduanya memutuskan saling melepas pandangan itu, kemudian menunduk. Menutupi wajah yang sama-sama memerahnya. Jaemin atau pun Yoongi, masih agak malu dan canggung dengan situasi ini.

.

.

.

.

.

.

.

"Kenapa kau tidak coba melupakannya saja, Yoon?" ucap Jaemin. Sekarang, situasinya kembali normal.

Yoongi menghela nafasnya, "Inginnya begitu. Tapi, itu masih sangat sulit."

Gadis itu memutar tubuhnya agar menghadap Yoongi. Tangannya kembali menompang di bahu kekar itu, "Sudah, Yoon. Tidak apa. Kau tenang saja."

Yoongi mengerenyitkan dahinya heran, "Kenapa?"

"Mulai sekarang, aku akan membuatmu melupakannya,"

"Membuatmu lupa, jika kau pernah patah hati karenanya,"

"Membuatmu hanya ingat padaku. Tidak lagi mengingat jika kau mengenal gadis yang bernama Yewon itu,"

"Dan aku, akan selalu membuatmu bahagia bersamaku. Aku berjanji."

Mendengar itu, membuat hati Yoongi kembali tenang. Rasanya, ingin sekali Yoongi segera mendekap tubuhnya dan membawa gadis ini pergi jauh-jauh. Gadis yang begitu membuat Min Yoongi merasakan sebuah kenyamanan. Gadis yang mudah membuat seorang Min Yoongi tersenyum hanya karena hal sederhana.

Tapi, mungkinkah Min Yoongi dapat merasakan jatuh cinta seperti diawal lagi?

"Kalau begitu, kau juga harus berjanji. Tetaplah disisiku. Jangan sekali-kali berfikir meninggalkanku." ujar Yoongi.

Sekarang, dirinya benar-benar menghapus jarak dari wajah gadis itu. Begitu dekat. Hanya berjarak dua senti, mungkin.

"Bisa kau pegang janji itu?"

.

.

.

.

.

.

.

~ to be continued ~