Sekarang wanita paruh baya itu sudah turun dari mobil mewahnya tepat di depan rumah Min Yoongi. Ditemani bersama dua bodyguard, nyonya Kim segera meyakinkan rumah sederhana itu masih ada orang. Setidaknya, ibunya. Nyonya Sohyun. Dengan langkah penuh gaya serta style yang modis, nyonya Kim melangkah manis menuju pintu rumah itu. Terdengar jelas suara sepatu high heels berwarna merah tua menyentuh aspal.
Tuk.. tuk.. tuk..
Kira-kira seperti itu bunyinya. Menjinjing ria tas mewah keluaran terbaru yang diproduksi dari negara Paman Sam, seraya membuka kacamata bermerk dan ditaruh di atas rambutnya. Tiba-tiba, langkahnya berhenti sejenak. Memutar tubuhnya, menatap dua bodyguard di belakangnya.
"Tinggalkan saya disini." ujarnya dengan nada dingin.
"Apakah nyonya yakin?"
Wanita itu tersenyum, "Tidak apa. Aku yakin, semuanya berjalan sesuai rencana."
Dua bodyguard itu mengangguk serempak, "Baiklah. Kalau begitu, kami permisi. Jika terjadi sesuatu, segera hubungi kami."
Nyonya Kim mengangguk antusias. Meninggalkan dua bodyguard itu yang kemudian pergi membawa mobil Lamborghini mewahnya.
.
.
.
.
.
.
.
Tok... tok... tok...
"Permisi, apa ada orang di dalam?"
Tak perlu menunggu lama, seseorang datang membukakan pintu. Itu nyonya Sohyun. Ya, ibu dari Min Yoongi. Karena jika dilihat, sekarang waktunya anak sekolah belum pulang. Wajar saja hanya ada ibunya di rumah. Wanita paruh baya itu tersenyum. Membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat. Menciptakan rasa sopan dan hormat, "Apa benar ini rumah dari Min Yoongi?"
"Ya, betul. Saya ibunya." Jeda, "Apakah anda nyonya Kim, ibu dari Kim Yewon temannya Yoongi?" ujar nyonya Sohyun. Meminta berjabat tangan dengan nyonya Kim itu.
Nyonya Kim meraih tangannya. Membalas jabatan tangan itu dengan rasa hormat, seraya tersenyum memperlihatkan sikap ramahnya, "Ya, saya ibunya Yewon." ujarnya.
Nyonya Sohyun mempersilahkan masuk dan mereka duduk. Dijamu dengan teh hangat tradisional Korea yang sudah terhidang di atas meja. Suasana kali ini, biasa. Tak terlalu canggung. Nyonya Kim dan nyonya Sohyun selalu memberikan respon positif satu sama lain. Ramah, dan saling menebar senyuman.
"Jadi, maksud saya datang kemari hanya untuk memberikan satu peringatan pada anak lelakimu, yang bernama Min Yoongi itu." ujar nyonya Kim. Mulai membuka inti pembicaraan.
Nyonya Sohyun mengangguk, "Ya? Ada apa dengan anak saya?"
Menghela nafasnya kasar. Mau tidak mau, nyonya Kim harus menyampaikan ini padanya. Dia harus lebih tegas demi kebahagiaan putrinya. "Bilang pada Min Yoongi untuk segera jauhi putriku, Kim Yewon."
Bagaikan tubuh yang tersengat listrik, wanita paruh baya itu kaget bukan main saat nyonya Kim mengucap begitu padanya. Tidak mengerti lagi. Bukankah selama ini Yewon juga mencintai anak lelakinya? Pupil mata itu terbelalak, "Kenapa begitu, nyonya? Bukankah putri anda juga mencintai Yoongi?"
"Ada beberapa alasan yang akan ku jelaskan disini." tegas nyonya Kim.
"Pertama, anakmu Min Yoongi itu selalu saja mengabaikan bentuk perhatian Yewon selama ini. Kedua, tidak lama setelah lulus, aku akan segera menjodohkan putriku dengan Kim Namjoon. Sahabat Yewon sejak kecil. Dia adalah pria yang lebih pantas bersama Yewon. Pria yang tentunya sangat menyayangi putriku dan menerima dia apa adanya. Tidak pernah membuat putriku menangis di kamar setiap malamnya. Bukan seperti Min Yoongi itu. Ketiga, karena memang putriku sudah tidak mempunyai perasaan apa-apa lagi dengan anak lelakimu." ucap nyonya Kim panjang lebar.
Mendengar itu semua, membuat nyonya Sohyun bungkam. Tak ada lagi yang bisa ia katakan. Biar bagaimana pun, seorang ibu tentu sangat mengerti anaknya. Jujur, wanita itu sedikit bersedih. Ada segores luka yang melukai hatinya.
"Maaf nyonya Sohyun, saya bukannya menjelek-jelekan Yoongi. Tidak ada sama sekali niat untuk merendahkan keluarga anda. Tapi, ini semua harus saya bicarakan sebelum perasaan Yoongi akan berubah pada Yewon. Saya hanya tidak ingin Yoongi patah hati karena pada dasarnya, Yewon sudah bisa melupakan putra anda." jelas nyonya Kim.
Ibunya mengerti. Sangat mengerti bagaimana sikap sang anak. Dan---wajar sekali jika Yewon berusaha menjauhi putranya. Padahal, gadis itu sudah dianggap baik oleh ibunya. Justru sang ibu sangat setuju jika Yoongi memiliki hubungan khusus dengan Yewon, karena selama ini ia menganggap gadis itu sangat penyabar. Sabar dalam menghadapi sikap dingin putranya selama ini. Setia dengan perasaannya.
Kim Yewon adalah satu-satunya gadis yang paling setia menunggu putranya. Dan sekarang, sang ibu hanya bisa menerima kenyataan. Bohong kalau tidak menyesal. Menyesal karena melepas gadis itu mengejar anak lelakinya. Namun, dia juga siapa? Ibunya tidak punya hak mengatur masalah cinta anak lelakinya.
"Lagipula, saya lebih percaya dengan Namjoon. Dia pria yang baik. Sangat perhatian ke Yewon, dan terlahir dari keluarga yang terpandang. Aku yakin, Yewon akan hidup bahagia jika menikah dengannya. Aku juga bisa menjamin masa depan putriku ke depannya. Namjoon, dia putra dari keluarga yang kaya dan sukses. Ayahnya seorang pemilik perusahaan mobil terkenal di Daegu." lagi-lagi wanita itu berceloteh soal Namjoon.
Disini, nyonya Sohyun menganggap putranya sangat dibandingkan dengan pria yang bernama Kim Namjoon itu. Sedih dengarnya. Nyonya Sohyun merasa jika dirinya tidak pernah bisa membahagiakan sang anak. Terus menyusahkan anaknya. Sudah kehilangan sang ayah, apakah putranya juga harus kehilangan cintanya? Menyedihkan sekali, pria itu.
Padahal, anaknya tidak pernah membuat sang ibu kecewa. Selalu membuat sang ibu merasa bersyukur memiliki anak seperti Min Yoongi itu. Anak yang sopan, penurut, dan sangat menyayangi ibunya. Selalu bekerja keras membantu sang ibu. Tidak pernah mengeluh sesuatu di depan ibunya. Lelaki itu----ingin menggantikan posisi sang suami. Dia pernah mengatakan itu pada ibunya. Bagaimana tidak sedih melihat putranya selalu hidup menderita? Ditambah lagi direndahkan.
_____***_____
"Nyonya Sohyun?"
Wanita itu langsung tersadar dari lamunannya. "Ah, iya nyonya. Saya mendengar."
"Bagaimana? Anda bisa menerima permintaan saya?" ujar nyonya Kim.
Mengeluarkan amplop tebal berwarna coklat dari tas merahnya. Kemudian, menyerahkan pada nyonya Sohyun. "Sebagai gantinya, saya akan memberikan ini."
Nyonya Sohyun mengerenyitkan dahi. Tidak paham maksud wanita ini. "Ini apa, nyonya?"
"Uang. Tidak seberapa. Namun, sepertinya cukup untuk tambahan membiayai administrasi sekolah Yoongi dan adiknya." ujar nyonya Kim kelewat santai.
"Asal dengan satu syarat, putramu Min Yoongi harus segera menjauhi Kim Yewon. Mengerti?"
Oh, Astaga! Kali ini amarahnya benar-benar tidak bisa lagi ditahan. Wanita itu sudah kelewatan sekarang. Sudah merendahkan Yoongi, kali ini belum puas juga merendahkan keluarganya? Nyonya Sohyun sudah tak ingin melihat wanita itu dari hadapannya. Betul-betul muak dengan sikapnya sedari tadi.
Dan nyonya Kim, namanya sudah tercoreng buruk di mata wanita itu. Ternyata dibalik senyuman yang selalu diperlihatkan padanya, ada sikap kurang ajar juga. Kali ini, nyonya Sohyun benar-benar merasa direndahkan. Tidak bisa lagi bersikap pura-pura sopan. Menghargai wanita itu.
"Maaf---saya memang miskin, nyonya. Keluarga saya memanglah kurang mampu membiayai kehidupan sehari-hari." Jeda, "Tapi, saya betul-betul kecewa dengan sikap anda barusan. Anda seakan-akan merendahkan keluarga saya. Sekali lagi maaf, saya tidak bisa menerima ini. Ambil saja uang itu kembali dan segera keluar dari rumah saya." pekik nyonya Sohyun.
Kali ini, amarahnya benar-benar tak bisa dipadamkan. Tidak bisa tenang jika hatinya sudah memanas begini. Emosi sudah terlanjur bergejolak di dalam dadanya. Bagaimana bisa seorang ibu hanya berdiam diri jika putra dan keluarganya direndahkan begitu? Ini betul-betul membuat nyonya Sohyun marah, kecewa, tak terima sekaligus.
"Sekali lagi, maaf nyonya. Saya sama sekali tidak bermaksud menjatuhkan harga diri anda dan keluarga. Tapi saya hanya ingin----"
"Pergi!"
Akhirnya, nyonya Kim bangkit dari sofa, "Baiklah, nyonya. Kalau begitu, saya pamit. Permisi." ujar nyonya Kim seraya meninggalkan wanita itu yang masih duduk terdiam, sibuk dengan pikirannya.
Paham jika wanita itu sangat sakit dengan ucapannya. Namun, di satu sisi bukankah dia juga harus berkata jujur? Bukan---dibilang wanita itu bukannya bermaksud merendahkan serta menjelek-jelekan keluarga Min Yoongi sama sekali. Dia hanya ingin meminta Yoongi, untuk menjauhi putrinya. Kalau urusan uang, dirinya betul-betul hanya ingin membantu keluarga itu.
Dia tahu jika setiap hari sehabis pulang sekolah, Min Yoongi bekerja part time untuk membiayai administrasi sekolahnya dan adiknya. Nyonya Kim sangat mengerti keadaan keluarga itu. Bahkan, sudah sangat mengenal mungkin. Tapi, niat itu justru membuat kesalah pahaman dari pihak Min Yoongi. Mereka mengira jika keluarganya direndahkan oleh nyonya Kim. Dan sekarang----disini entah siapa yang bersalah? Nyonya Kim yang memang sudah kelewatan, atau nyonya Sohyun yang terlalu terbawa perasaan? Menganggap semuanya negatif.
.
.
.
.
.
.
.
Sekarang, nyonya Kim sudah keluar dari rumahnya. Wanita paruh baya itu menangis sendirian. Tidak ada satu orang pun ada di rumah dan menemaninya. Seketika dirinya memukul tubuhnya sendiri berkali-kali. Merasa menyesal tak pernah membuat kedua anaknya bahagia. Sekarang, wanita itu penuh dengan tekanan. Pikirannya benar-benar kacau dan emosinya juga sudah tak terkendali.
Perlahan, ia bangkit dari sofa dan meraih telepon rumah. Menekan nomor telepon seseorang. Siapa lagi jika bukan putra sulungnya, Min Yoongi? Dirinya sekarang benar-benar ingin bercerita dengan sang anak. Hanya Min Yoongi yang bisa senantiasa meredakan amarahnya. Yoongi selalu sabar menghadapi sang ibu. Bahkan, pria itu selalu menjaga ibunya seperti halnya sang suami. Bagaimana tidak beruntung ibunya memiliki Yoongi?
_____***_____
Tersambung...
"Yoon?" lirih sang ibu saat tahu jika teleponnya langsung tersambung.
"Ibu? Ada apa, bu?"
"Kau dimana, Yoon?"
"Aku sudah pulang, bu. Masih di dalam bus. Ada apa?"
"Cepatlah sampai rumah. Hari ini tidak usah bekerja dulu, ya? Ibu ingin bicara."
"Baiklah, aku langsung ke rumah. Tapi, ibu ingin bicara apa?"
"Nanti saja kita bicarakan di rumah, ne?"
"Iya, bu. Ibu tunggu di rumah, jangan kemana-mana. Aku sebentar lagi sampai."
"Iya, Yoon. Hati-hati."
"Kalau begitu, ku tutup teleponnya tidak apa?"
"Hm---tidak apa, Yoon."
Tut!
_____***_____
Perasaan Yoongi tidak enak. Dia tahu, ada sesuatu yang membuat ibunya langsung menelepon dengan nada suara yang hampir menangis di dengarnya. Cepat-cepat, pria itu segera memasukkan catatan kecil note book dan penanya yang tadi ia gunakan untuk melakukan hobinya. Menulis lagu. Bisa dibayangkan? Di waktu sesingkat itu pun, Yoongi tak ingin melepas kesukanya itu.
Untungnya jalanan tidak terlalu ramai. Jadi, bus yang ditumpangi Yoongi cepat sampai halte tujuan. Karena, jarak dari halte pemberhentian bus Yoongi tidak terlalu jauh dari rumahnya. Bisa dicapai dengan berjalan kaki. Itu hanya memakan waktu kurang lebih tiga sampai lima menit. Pria itu mempercepat langkah kakinya agar sampai ke rumah. Dia tidak ingin sang ibu menunggunya terlalu lama.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sampai.
Setelah membuka pintu, Yoongi langsung dikejutkan oleh kehadiran ibunya yang sudah dengan keadaan menangis menutupi wajahnya, duduk diam di sofa. Yoongi kaget, sungguh. Dia sangat khawatir pada sang ibu. Lalu, pria itu berjalan pelan menghampiri ibunya.
"Bu, Yoongi pulang." ujarnya dengan nada lembut yang khas.
Sang ibu menoleh ke Yoongi, dilihat anaknya sudah ada di sampingnya seraya tersenyum. Tak lama, ibunya langsung memeluk erat tubuh Yoongi.
Matanya terbelalak. Kaget dengan sikapnya sang ibu. Aneh, sungguh. Yoongi belum mengerti apa yang sudah terjadi. "Ada apa, bu? Ibu kenapa?" ujar Yoongi dengan rasa khawatirnya.
Ibunya tidak menjawab. Mengeratkan pelukannya pada sang anak.
"Bu?"
"Biarkan dulu seperti ini, Yoon---ibu sakit." ujar sang ibu.
Pria itu mengelus seraya mengecup pucuk kepala ibunya, "Siapa yang membuat ibu seperti ini? Ceritakan semuanya pada Yoongi, bu."
Ibunya luluh. Entah mengapa suara putranya selalu membuat hatinya jauh lebih tenang. Suara Yoongi yang pelan dan lembut, tidak pernah membuatnya takut. Tubuhnya sangat nyaman di dekapan sang anak. Semua kesedihan, rasanya bisa hilang begitu saja saat sudah mendengar nada lembut, usapan serta kecupan itu.
"Tadi nyonya Kim datang kesini."
Yoongi melepas pelukan sang ibu, "Ibunya Yewon? Buat apa dia kesini?"
"Niatnya ingin memberi satu permintaan pada kita." ujar sang ibu.
Yoongi mengerenyitkan dahi, "Permintaan apa?"
Sang ibu menghela nafasnya kasar, "Dia berpesan, ibu suruh bilang padamu untuk segera menjauhi Yewon."
Entah mengapa ucapan ibunya barusan sangat membuat hatinya sakit. Dia----Min Yoongi, baru saja mulai mencintai Kim Yewon. Apa yang harus ia lakukan? Dadanya terasa sesak dan perih. Cobaan apa lagi ini? Mengapa hidupnya selalu penuh dengan penderitaan? Sudah kehilangan ayah, apakah dia harus kehilangan gadis yang sangat dicintainya? Yoongi benar-benar frustasi sekarang.
Urusan sekolahnya saja belum selesai. Semua hasil ujian tengah semesternya gagal, kecuali seni Musik dan Olahraga. Yoongi dilarang ikut ujian karena belum melunasi administrasi ujiannya. Alhasil, dia tidak diperbolehkan mengikuti ujian. Seni musik dan Olahraga itu termasuk ujian praktik. Yoongi masih diberi keringan jika mengikuti ujian mata pelajaran itu. Ya, dia harus remed atau mengulang semua ujiannya. Jika tidak, jangan harap bisa naik kelas.
Belum lagi masalah dengan teman adiknya, Lee Chaeryeong. Semenjak belakangan ini, gadis itu setiap hari meneleponnya. Untung saja Jungkook tidak memberikan nomor ponsel Yoongi. Dia benar-benar memberikan nomor telepon rumah dan id line Hoseok. Tapi, tetap saja. Setiap malam, gadis itu menelepon ke rumah. Yoongi sengaja tidak pernah mau mengangkat duluan. Tapi, Jungkook ataupun ibunya yang mengangkat, selalu memberikan teleponnya ke Yoongi. Akhirnya, dia bisa bicara atau pendekatan dengan pria itu.
Padahal, sering kali Yoongi bilang pada ibu atau adiknya untuk tidak memberikan telepon dari Chaeryeong. Yoongi malas saja. Sangat malas bicara dengannya, sungguh. Gadis itu betul-betul sangat menunjukkan ketertarikannya pada Yoongi. Yoongi tidak suka gadis yang terlalu agresif. Dia lebih menyukai gadis yang tenang. Dasar bocah! Gadis yang baru dewasa saja sudah centil. Yoongi hanya bisa menertawakan dirinya sendiri. Bagaimana bisa pria itu ditaksir bocah?
Dan sekarang, ditambah lagi masalah Yewon. Astaga! Ingin rasanya Yoongi mengutuk dirinya sendiri. Hidupnya kelewat miris. Yoongi sendiri justru mengasihani takdir hidupnya. Terlalu menyedihkan jika dirasakan. Tapi, yah---beginilah hidupnya. Masih ingin berfikiran menikahi seorang Min Yoongi? Pantas saja, ibunya Yewon memikirkan ulang jika anaknya masih mengejar pria itu.
Yoongi menghela nafasnya kasar. Membanting kepalanya di sofa, seraya mendengus lelah. "Haaaah----- cobaan apa lagi ini, bu?"
Ibunya hanya terdiam. Tak ada niat untuk merespon keluhan putranya.
"Kenapa hidupku selalu menyedihkan seperti ini, bu? Aku lelah, sungguh." pekik Yoongi.
"Menyedihkan? Apa maksudmu, Yoon? Justru itu bagus jika ibunya sendiri melarang anaknya mendekatimu." sahut sang ibu.
Mata Yoongi kini berbinar. Menggenggam lembut kedua tangan ibunya, "Tapi aku mencintainya, bu."
"Jangan"
"Kenapa? Bukannya ibu justru setuju jika aku memiliki hubungan dengan Yewon?" ujar Yoongi heran.
"Ibunya sudah merendahkan harga diri ibu dan keluarga kita."
Yoongi betul-betul tidak mengerti dengan ibunya, sungguh.
"Maksud ibu?"
Sang ibu menghela nafasnya kasar, "Tadi nyonya Kim datang kesini memberi banyak uang pada ibu. Dengan syarat, kau harus menjauhi putrinya." Jeda, "Itu artinya, dia sudah merendahkan keluarga kita, Yoon! Ibu tidak suka."
Mendengar itu, tentu membuat Yoongi semakin terpuruk. Waktu itu, semua orang bahkan ibunya sendiri sangat percaya dengan gadis itu. Tapi, sekarang? Ketika hatinya mulai terbuka dan mulai tumbuh benih cinta, kenapa semuanya jadi seperti ini? Yoongi benar-benar frustasi. Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Sekarang, siapa lagi yang berada di pihaknya? Mendukungnya? Yoongi sedih, sungguh. Dirinya benar-benar terpukul. Terpukul akan kenyataannya. Mengapa sesulit ini mencintai gadis itu?
Baik, tidak ada lagi yang bisa ia katakan pada ibunya. Yoongi betul-betul merasa seperti pria menyedihkan sekarang.
"Aku mengerti, bu. Tapi, bagaimana jika aku mulai mencintainya?"
"Lupakan perasaanmu. Dan cari gadis lain yang lebih baik darinya." tegas sang ibu.
Yoongi kembali menghela nafasnya kasar, "Tidak bisa, bu. Itu sulit."
"Tidak bisa bagaimana, Yoon? Apakah gadis di dunia ini hanya Yewon? Tuhan menciptakan ribuan gadis di luar sana dengan tipe yang bermacam ragam. Apa kau segitunya mencintai gadis itu?" pekik sang ibu.
"YA!"
Sekarang, nada suara Yoongi sudah sama tingginya dengan suara sang ibu. Betul-betul pria keras kepala jika keputusannya sudah bulat. Tidak ada yang bisa menasehatinya lagi.
"Ibu sudah memutuskan, mulai detik ini kau harus menjauhi gadis yang bernama Kim Yewon itu. Ibu tidak lagi menyukainya. Paham?"
Yoongi menyela, "Tapi, bu----"
"Tidak ada penolakan, Yoon. Ibu melakukan semua ini demi kebahagiaanmu ke depannya. Ibu tidak ingin kau mendapatkan gadis yang terlahir dari keluarga sombong itu, Yoon! Masih tidak mengerti ucapan ibu, eoh?"
Ah, Yoongi benar-benar semakin terpuruk sekarang. Dirinya hampir gila karena mendapat suatu tekanan seberat ini. Bagaimana tidak stress? Selama ini hatinya betul-betul dipaksakan untuk belajar membuka hati, mencoba mencintai gadis itu. Dan sekarang ketika dirinya berhasil, apa ibunya semudah itu menyuruh untuk segera melupakannya? Siapa pun itu, tolonglah Min Yoongi ini----
"Kau tidak ingin menjadi anak yang durhaka pada ibumu kan, Yoon?"
Yoongi tidak menjawab. Hanya menghela nafasnya kasar seraya mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Jauhi Kim Yewon itu."
.
.
.
.
.
.
.
~ to be continued ~