Yoongi dan adiknya sudah berada di dalam bis umum. Seperti yang dibilangnya semalam, dia akan pergi ke sekolah adiknya terlebih dulu. Melunasi semua bayaran yang sudah menunggak berbulan-bulan. Bahkan lebih. Tetapi, Yoongi sudah pakai seragam sekolahnya juga. Jadi, dia bisa langsung berangkat ke sekolah setelah selesai mengurus administrasi sekolah adiknya.
Seperti biasa. Tidak ada yang istimewa baginya. Berangkat pagi, pulangnya siang. Setelah itu langsung lagi berangkat kerja, pulang larut nanti. Ibunya pun sama. Hari ini sudah mulai berjualan. Uang gaji Yoongi masih sisa untuk membeli bahan-bahan dagangan ibunya. Tidak banyak. Tapi, cukup. Selain itu, sisanya lagi tinggal membayar hutang dan cicilan ibunya. Entah cicilan kontrakan, ataupun cicilan apa itu. Yoongi tidak mengerti pengeluaran sang ibu. Yang dia tahu, hanya bekerja. Banting tulang. Berangkat pagi, pulang malam. Setelah dapat gaji, uang itu diberikan kepada sang ibu. Lalu, sisanya ia simpan untuk membayar tunggakan sekolahnya dan adiknya.
_____***_____
"Hyung?" panggil sang adik. Lelaki itu masih duduk di sebelah kakaknya.
Yoongi masih memejamkan matanya sedari tadi. Mungkin faktor kelelahan, atau kurang tidur. "Hm?" suaranya serak. Berat----seperti menahan kantuk.
"Semalam tidur jam berapa? Kelihatannya hyung kurang tidur."
Yoongi membuka mata, "Tidak lama kau masuk kamar, aku langsung tidur." jawabnya singkat.
"Aku tidak percaya. Pasti menulis lagu lagi hingga dini hari kan?" tebak sang adik.
Oh, adiknya tahu betul kebiasaan buruk kakaknya. Kalau tidak meninggalkan makan, pasti melupakan waktu istirahatnya. Selalu begitu jika masih ada sedikit waktu senggang. Padahal, sudah dibilang berkali-kali. Jangan suka begadang. Entah sudah ibunya, adiknya, sahabatnya, bahkan Yewon sekali pun. Sudah sering menasehati makhluk itu. Tapi tetap saja keras kepala. Kalau sudah sakit, baru mau mendengarkan.
"Jangan sok tahu, Jeon!" pekik sang kakak yang kembali memejamkan matanya.
Oke, Yoongi berbohong lagi.
"Hyung, nanti tidak terlambat?"
Yoongi menghela nafasnya kasar. Mencoba menahan amarah pada sang adik yang pagi-pagi begini sudah cerewet bertanya hal tidak penting sama sekali dan tidak memerlukan jawaban. "Jeon, kau bisa diam tidak? Tenang sedikit mulutmu. Aku risih, tahu!"
Jungkook terkekeh. Suka saja lihat kakaknya marah begitu. Jahil ya? Memang niat awal sebenarnya si adik begitu. Membuat kakaknya marah, dan akhirnya bisa melupakan pikiran suntuk yang penuh di dalam otaknya sekejap. Jungkook tahu kakaknya jarang menghibur diri. Sekalinya menghibur diri, itu pun juga berfikir. Seperti---- membuat lagu. Menurut orang lain, itu hal yang banyak mengorbankan tenaga dan pikiran, bukan? Bagi Yoongi, tidak. Itu namanya menghibur diri.
Kurang genius apa lagi ?
•
•
•
•
Sampai.
Mereka akhirnya sampai di sebuah sekolah yang cukup dibilang elit. Bangunan megah, tekhnologi canggih, disertai murid-murid yang berkelas atas, membuat Yoongi dan sang adik menjadi bahan perhatian di sepanjang jalan menuju ruang petinggi. Padahal, mereka memakai seragam sekolah biasa. Tidak lusuh-lusuh amat juga. Tapi, kenapa mereka itu pandai sekali kalau sudah urusan menilai orang lain?
Ck, benar-benar menyebalkan! Tapi, Yoongi dan Jungkook tidak merasa. Sudah biasa menjadi pusat perhatian begini kan? Jalan saja sampai mereka sendiri muak memandang kakak beradik itu. Mungkin sikap cuek kakaknya sudah menurun ke Jungkook.
_____***_____
"Aku akan langsung ke ruang VIP. Kau, masuk kelas saja." ujar Yoongi.
Jungkook menggeleng, "Aku ikut"
"Jeon,-----"
"Tapi kata kepala sekolah aku juga harus ikut, hyung." jelas sang adik.
Yoongi menghela nafasnya kasar, "Ck, benar-benar merepotkan sekolahmu!"
"Siapa suruh memasukkan aku disini? Awalnya aku menolak kan? Tapi hyung memaksa-----"
Lagi-lagi Yoongi menghela nafasnya kasar. Benar-benar tidak ingin bertengkar sekarang. Situasinya tidak tepat. Apalagi sang adik mulai bertingkah lagi. Mengungkit masa lalu. "Jeon, masih ingin mengungkit lagi?" Jeda, "Ini bukan saatnya, Jeon."
Jungkook diam. Hanya bisa menunduk menatap ujung sepatunya. Takut. Tidak berani menatap sang kakak jika sudah marah begitu. Dia tahu kakaknya kesal. Bahkan, lebih menyeramkan jika suaranya masih pelan terdengar. Pelan, namun penekanannya itu menakutkan. Yoongi ini meski tidak pernah main tangan, dia tegas. Tahu, mana waktunya marah dan mana waktunya cuek.
"Baik, hyung."
Hanya itu yang keluar dari mulut sang adik. Masih tak berani mendongkakkan kepalanya, menatap Yoongi.
"Ikut aku."
Jungkook berjalan mengikuti langkah sang kakak menuju ruang VIP. Tempat ia sering keluar masuk seperti layaknya seorang tahanan. Hanya karena masalah tunggakan bulanan.
.
.
.
.
.
.
.
Sampai.
Kakak beradik itu disambut manis oleh kepala sekolah yang tengah sibuk membolak balikkan beberapa lembar kertas penting. Senyum pun akhirnya lolos di sudut bibir pria Min itu.
"Selamat pagi, sonsaengnim." ujar Yoongi ramah. Sekaligus membungkukkan tubuh, rasa hormat.
Pria berjas itu juga membungkukkan tubuhnya. Kemudian, mereka berjabat tangan. "Ya, ada perlu apa?"
"Saya Min Yoongi, adik dari Jeon Jungkook."
Mengangguk antusias. Perlahan, dilepasnya jabatan tangan itu "Baik, ada yang bisa saya bantu?"
"Saya datang kesini untuk melunasi semua tunggakan administrasi." ujar Yoongi.
Pria berjas hitam itu mengangguk, "Ah, baik. Saya akan panggilkan kepala bagian keuangan dulu sebentar. Tidak apa, kan?"
Yoongi mengangguk. Tersenyum ramah. Berusaha bersikap sopan. Memperbaiki nama baik adik dan keluarganya di depan petinggi itu.
.
.
.
.
.
.
Selesai.
Urusan masalah tunggakan semuanya selesai. Lunas. Hanya sampai pembayaran bulan ini. Selebihnya, Yoongi masihv belum sanggup membayar. Mencicil sebagian uang gajinya. Dia berusaha bekerja lebih keras lagi supaya sang adik tidak keluar masuk ruang VIP ini lagi.
Walaupun uangnya hanya cukup untuk melunasi biaya sekolah sang adik, Yoongi tidak apa. Dirinya sendiri pun masih mempunyai banyak urusan di sekolahnya juga. Masih banyak tunggakan bulanan dan uang ujian. Yoongi pun juga sering keluar masuk ruangan VIP. Tapi yang penting, adiknya lunas. Bisa ikut ujian dan outing class. Yoongi tidak ingin adiknya menjadi bahan bullyan. Dia rela tidak ujian. Asal, adiknya jangan.
"Sudah selesai kan? Kalau begitu, masuk kelas. Belajar yang rajin. Jangan membuat hyung mu ini menyesal. Sudah disekolahkan tinggi-tinggi sampai sekarang, tapi tidak ada hasil, awas saja!" pekik Yoongi pada sang adik.
Jungkook terkekeh. Memperlihatkan gigi kelincinya disana, "Iya, hyung. Terimakasih----" Jeda, "Aku akan belajar yang rajin. Sayang hyung soalnya."
Yoongi ikut terkekeh. Mengusak kepala adiknya, "Dasar kelinci!"
_____***_____
"Jeon?"
Jungkook menoleh ke belakang. Ingin mengetahui, siapa yang memanggil namanya.
"Ah, Lee Chaeryeong. Ada apa?"
Gadis itu berlari kecil menyusul mereka. Namun, ia berhenti sejenak. Pupil matanya membulat sempurna. Menatap ke arah Min Yoongi. "Dia----siapa, Jeon?"
Jungkook melirik sang kakak. Yoongi pun sama. Mereka saling memandang heran.
"Oh, dia hyung ku. Dan----hyung, kenalkan. Gadis ini Lee Chaeryeong, sahabat dekatku."
Yoongi tersenyum ramah menatap gadis itu. Dibalaslah senyuman khas gummy smile nya. "Ah, jadi hyung mu ya?"
Membungkukkan badannya sembilan puluh derajat, "Annyeonghaseyo oppa, namaku Lee Chaeryeong. Aku----teman sekelasnya Jeon Jungkook."
Jungkook protes, "Hei! Jadi, kau hanya menganggap kita teman sekelas?"
"Eumm----T- Tidak. Maksudnya, kami sahabat." ucap gadis itu ragu.
Yoongi mengangguk pelan, tanpa ekspresi. Sepertinya dia sama sekali tidak tertarik menyaksikan drama mereka. Inginnya langsung berangkat ke sekolah. Tapi, tiba-tiba gadis itu menahan lengan bajunya saat pria Min itu hendak melangkahkan kaki. "Ada apa?"
Yoongi memutar balik badannya. Menghadap gadis itu yang sedari tadi memperlihatkan puppy eyes disana. "Oppa---- " ucapnya ragu-ragu.
Mengerenyitkan dahinya. Serius, Yoongi sama sekali tidak paham dengan gadis ini. Aneh. Dari tadi hanya terus menatapnya. Entah melamun atau apa?
"Kenapa?" kali ini, Yoongi sedikit mengeraskan suaranya.
Gadis itu perlahan menunduk. Menatap ujung tali sepatunya. Wajah itu tidak berani menatap Yoongi kembali. Pipinya masih memerah dilihatnya. Kemudian, bibir mungil itu juga hanya terus dipoutkan ke depan. Sama sekali tidak mengucap sepatah kata pun dari mulutnya.
Yoongi heran. Tapi, dia tahu ada yang ingin dikatakan gadis ini. Makanya dia tetap menunggu sang gadis membuka mulutnya. Masih di hadapan gadis itu sampai dia mau bicara dengannya.
"Aku----A- Aku ingin tahu nama oppa."
Oh, akhirnya dia mau membuka suara juga. Yoongi lega. Itu artinya dia tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu untuk menunggu gadis ini berbicara. "Daritadi kau diam, ternyata hanya ingin mengatakan hal itu?"
Chaeryeong mengangguk. Tadi, wajahnya mulai berani menatap pria itu. Tapi, sekarang ditundukkan lagi. Takut. Wajah datar Yoongi kelewat menakutkan. Dia sampai menelan salivanya susah payah ketika Yoongi berbicara dingin begitu.
"Penting, jika ku beritahu padamu?"
"A----Aku haya ingin tahu namamu, oppa. Tidak boleh ya?" lirih gadis itu.
Yoongi tidak menjawab. Hanya membuang pandangannya asal, kemudian menghela nafasnya kasar. "Jeon, aku langsung berangkat sekolah. Jangan berbuat macam-macam disini."
Jungkook tersenyum. Mengangguk antusias menatap kakaknya, "Hati-hati, hyung."
Tidak menjawab. Yoongi memilih untuk tersenyum seraya mengusak kepala sang adik. Kemudian, meninggalkan Jungkook dan gadis itu yang masih terdiam kaku.
.
.
.
.
.
.
"Kau, menyukai hyung ku?"
.
.
.
.
.
.
.
~ to be continued ~