Mobil sang pangeran tampan dan utama itu kini berada tepat di depan gerbang yg bertuliskan "Alvino mansion".
Gerbang itu terbuka otomatis tanpa harus di datangi penjaga untuk membukakannya.
Kendaraan mewah bani melaju di sepanjang jalan dan halaman utama rumah yg besar dan mewah bahkan lebih besar dari gedung AA kantornya sendiri.
Entah ini rumah atau istana negri dongeng, sangat indah dan menakjubkan itu baru eksterior nya saja.
Mobil Bani lantas melaju sampai ke arah garasi rumah bak istana itu, terlihat deretan2 kendaraan mewah lainya, berkelas tinggi tentunya terpakir rapi.
Beberapa asisten rumah tangga menyambut sang tuan muda Alvino dg hormat, seragam mereka terlihat sama selayak nya asisten di sebuah rumah mewah.
Menundukkan kepala berbaris rapi menyambut Alvino muda yg berjalan dg wajah yg datar, pangeran utama pewaris tahta, dia semakin keren saja.
Jangan tanya lagi interior rumah itu segala nya tertata apik istananya para raja, sofa tamu saja seperti bayangan emas yg berderet tersenyum memanja menyapa siapa saja yg akan mendudukinya.
Mansion hunian besar lebih banyak asisten nya dari pada tuannya, ya memang hanya ada Bani, dan kedua orang tuanya di tempat semegah itu.
Fasilitas jangan di tanya lagi, semua lengkap katakan apa saja pemikiran kita semua ada disana tak kurang apa pun, kekayaan yg tak manusiawi sama sekali.
"Helena...Helena.."panggil Alvino muda itu dg suara lantang.
"Iya....."seorang wanita berumur kurang lebih 60 tahun dg raut wajah yg sendu, sopan dan ramah, senyum selalu menghiasi bibirnya, terlihat masih segar meskipun umurnya sudah lebih dari setengah abad, menghampiri sang pemilik tahta.
"Helena...."panggil Bani lagi dg nada yg panjang, padahal perempuan tua itu sudah berada di samping nya dg kepala tertunduk.
"Iya...Helena sudah disini Nani, ada apa?"jawab wanita itu lembut.
"Helena ku sayang..."panggil Bani lagi.
"Iya Nani ku....apa yg bisa Helena bantu..?"jawab nya lagi dg nada memelas.
"Helena..aku merindukan mu"Bani bersikap manja seperti bocah, mengembangkan tangan nya pada Helena untuk memeluk nya.
"Iih kebiasaan ya, godain Mulu...udah serius nih perkerjaan bibik masih banyak nih, Aden mau apa?"ucap Helena.
"Heee, mama mana ya Helena?"sang pangeran cengengesan.
"Owh, itu katanya mau ketemu ibuk2 sosi...sosi apalah itu?"
"Sosialita maksudnya?"sergah Alvino muda itu kemudian.
"Ya itu..."Helena tersenyum.
Keriput di matanya mulai terlihat jelas, tapi meskipun begitu pipi nya masih mulus tidak kelihatan begitu tua, Helena memang awet muda.
"Owh..kalau papa kemana Helena?"tanya Bani lagi.
"Bapak ada diatas, di ruangan kerja"
"Ya sudah, aku ke papa dulu ya Helena ku yg cantik"Bani mencubit dagu Helena, lalu melangkah naik kearah tangga baru 2 anak tangga di lalui Alvino muda itu tiba tiba terhenti dan berbalik badan.
"Oh ya Helena?"Helena yg sedari tadi berdiri memandangi punggung majikannya itu sedikit terkaget.
"Jangan panggil aku aden dong, udah berapa kali aku bilang, panggil aku nani seperti biasanya, ok!"
"Iya Nani ku yg manja..puas sekarang..?"Helena melotot, Bani tersenyum.
"Nah gitu dong, kan enak di dengar, awas kalau salah lagi"Bani mengancam dan menunjuk Helena.
Lalu berbalik mempercepat langkah nya menaiki tangga itu, Helena menggelengkan kepala nya, tidak habis pikir dg semua kelakuan sang pangeran utama yg terus menjahilinya.
Helena adalah ART senior di rumah mewah itu dia sudah bekerja disana bahkan sebelum Bani lahir.
Helena memiliki keluarga yg rumah nya tidak jauh dari kediaman keluarga Alvino, Bani sangat menghormati Helena baginya Helena sudah seperti neneknya karna memang kedua nenek Bani sudah tidak ada.
Dari Helena Bani memperoleh kasih sayang tulus seperti seorang nenek, bahkan Helenalah yg merawat Bani sedari dia lahir karna nyonya Alvino sendiri sibuk dg geng sosialitanya.
Helena bukanlah nama asli, Bani yg memanggil nya dg sebutan itu, nama aslinya adalah bik Narti, tapi karna Bani begitu dekat dg bik Narti dan menganggap bik Narti sexi dan cantik bukan nya seorang ART karna nya dia memanggil dg sebutan itu.
Alvino muda juga sedari kecil terbiasa di panggil Nani oleh bik Narti, tapi setelah Bani dewasa rasanya tidak sopan memanggil nya Nani lagi karna bagaimanapun Alvino muda anak majikan nya.
"Tok tok tok"Bani mengetuk pintu ruangan kerja di rumahnya, seorang pria paruh baya, berbadan tinggi dan tegap, terlihat masih gagah dan berkarisma, sedang berada di ruangan itu tengah mengotak atik laptop seperti mengerjakan sesuatu hal penting.
"Masuk ..."ucap nya, suaranya yg besar sedikit serek sangat berciri khas dan mudah di kenali.
"Papa..."sapa Bani dg senyuman merekah dibibir nya.
"Iya..."jawab nya kemudian tanpa melirik Bani karna fokus dg pekerjaan nya.
Bani duduk di depan sang ayah seraya tersenyum senyum senang,dan meneguk kopi tuan Alvino yg ada di atas mejanya.
"Papa udah dapat info nya belum?"pertanyaan Bani membuat tuan Alvino berhenti bekerja lantas terdiam memandang anak laki2 nya itu.
"Sudah, lalu?"
"Papa gak lupa kan sama janji papa?"
"Iya papa sudah menelp pengacara kita dan semuanya sudah papa bereskan, puas kamu sekarang?"
"Yes..."Bani mengangkat kepalannya.
"Thanks very much pap.."bani memeluk nya erat, membuat tuan Alvino sedikit sesak.
"Sudah sudah, kamu bisa mematahkan tulang2 papa?"sang ayah meregangkan tubuhnya karna pelukan Bani begitu kuat apalagi Bani juga memilki tubuh yg lumayan atletis dan berotot kokoh.
"Oh ya pa...Fauziah sudah disini pa?"tutur Bani memelankan nada bicaranya.
Banyak sedikit tuan Alvino telah mengetahui tentang Fauziah kekasih yg di cintai putra semata wayangnya itu.
Sang pangeran memang lebih nyaman bercerita tentang Fauziah kepada papa nya karna nyonya rumah orang nya cuek dan tidak peduli tentang gadis itu.
Apalagi dia mengetahui Fauziah hanyalah gadis kampung membuat nyonya itu kurang setuju Bani mencintai gadis itu.
Tuan Alvino justru mendukung sang anak meraih cinta sejatinya itu, walapun dia tau Bani menyembunyikan jati diri keluarganya dari sang gadis.
"Lalu apa kamu siap, akan konsekuensi nya?"tanya papa dg wajah serius.
"Itu lah pa, Bani masih bingung, Bani merasa bersalah membohonginya, dia begitu polos sangat percaya pada Bani, Bani gak tega pa"wajah Bani berubah kusut .
"Kalau gitu ungkapkan semua nya, bawa dia kesini perkenal sama papa dan mama, bukan kah papa sudah berjanji akan merestui dan menikahkan kalian?"
"Tidak se simple itu pa, semudah itu pa, bisa2 kalau Bani cerita siapa keluarga kita sebenarnya Ziah bakal ninggalin Bani pa?"
"Lalu papa bisa apa lagi Bani? kesalahannya terletak pada diri kamu sendiri, kamu yg memulai hubungan ini dg berbohong, sebenarnya kalau kamu jujur dari awal mungkin cerita nya akan lain"
"Iya pa....gimana lagi? ah..."Alvino muda mengacak acak rambutnya.
"Tapi papa udah janji kalau Bani berhasil menggaet bule Jerman itu papa bakalan nikahin aku sama Fauziah, iya kan? lakukan sesuatu pa, penuhi janji papaa"Bani malah melimpahkan kesalahan nya kepada sang ayah dan merengek seperti anak kecil.
Terjawab alasan alvino muda mati matian dalam pertempuran melawan bule jerman, dan harus keluar sebagai pemenang nya, rupanya itu sebuah tantangan yang menggiurkan dari sang ayah.
"Simple hal nya jika papa tidak merestui kalian, tapi ini kesalahan nya bukan karna restu, kamu sendiri yg memulai cinta dg kebohongan, papa mau nikahin kalian sekarang pun papa bakalan lakukan tapi rumitnya sama kamu sendiri, jadi papa bisa apa? atau apa kamu mau papa menemui orang tuanya Fauziah?"
"Tidak pa, bukan ide yg bagus, orang tua Fauziah keras watak nya pasti susah?"
"Lalu gimana?"tuan Alvino mengerinyit.
"Nikahkan aku dg Fauziah pa?"kembali sang pangeran merengek manja.
"Kebelet kali ya ingin mendapatkan Fauziah, apa dia secantik itu? jadi penasaran papa, ingin cepat2 bertemu dg nya"
"Kalau gitu, papa nikahkan aku dg Fauziah, dg cara papa berpura2 hidup sederhana, gimana?"Bani menaikkan kedua alis nya.
"What? masih mau berbohong lagi, masih mau menipu Ziah si polos lagi gitu, pacaran aja di awali kebohongan nah ini mau berumah tangga dalam kebohongan juga? Bani..Bani, papa gak setuju ide kamu, itu semakin menyusah kan Fauziah"tuan Alvino menggeleng gelengkan kepalanya.
"Ya habis gimana lagi pa..?"Bani memelas.
"Pokok nya papa akan nikahkan kalian kalau Fauziah sudah mengetahui semuanya dan dia siap menjadi isrti kamu, tidak ada lagi yg di sembunyikan di antara kalian, paham"titah sang raja dg nada tinggi dan jelas.
Bani menundukkan kepala nya di atas meja lalu mengacak rambut nya, pria ini dilanda keputus asaan dalam sebuah benturan keras.
"Ah, kenapa papa orang kaya sih? kenapa aku terlahir di keluarga Alvino?konglomerat, crazy rich apalah itu ah"upat Bani.
"Jadi kamu menyesal atas rezeki yg tuhan kasih ini?"jawab tuan Alvino keras.
"Ya gak gitu, pa? ah sudah lah Bani capek, ngantuk, mau ke kamar dulu"Bani melangkah pelan dan lemas, sang ayah lantas menghentikan langkah menglunglai itu.
"Tunggu dulu, semalam kamu tidur di mana? apa di rumah Fauziah? kamu baru pulang kan?"pertanyaan tanpa tarikan nafas.
"Iya, aku ketiduran disana semalam"jawab Bani lemas.
"Apa terjadi sesuatu di antara kalian? kamu apakan Fauziah ha? apa sekarang kamu ngotot ingin menikahinya karna itu?"
"Papa, Bani tidak seperti itu, Bani bukan laki2 brengsek, sedikitpun tidak ada niat untuk merusak perempuan apalagi Fauziah gadis yg sangat Bani cintai "jawab Bani merasa kesal dg tuduhan sang ayah.
"Baguslah kalau gitu, papa lega sekarang"tuan Alvino tersenyum miring.
Sang pangeran melangkah lambat dan menyeret nyeret kaki nya sendiri keluar dari ruangan itu, harapan akan solusi dari sang ayah justru mendapat benturan keras, semua kembali berbalik kepada dirinya lagi.
Tak kalah mata kesal dan bibir mengerucut itu tiba tiba terpaku dan tertegun sesaat di depan pintu.
Sosok mengagetkan sang pangeran, wanita paruh baya cantik sangat anggun dan stylish, drees panjang mewah merah maroon itu berhasil membuat tubuh setengah abad itu kembali ke 20 tahun lebih muda.
Wanita setengah abad itu berdiri berkacak pinggang di depan Alvino muda, melotot kan mata tajamnya diantara kelopak kelopak berbulu lentik meneduhkan mata besar itu.
"Mama....."ucap sang pangeran dalam rasa gugup yg tak mau kompromi.
"Dari mana kamu? baru muncul ha?"bentak sang ibu keras.
Tuan Alvino yg mendengar nya dari dalam sana, hanya tersenyum kecil membiarkan begitu saja aksi drama ibu dan anaknya itu.
"Iiitu maa?"Alvino muda di uji nyali berusaha mencari alasan hingga terbata bata menjawabnya.
"Itu apa? ngomong yg jelas?"tegas wanita itu.
"Dari rumah Farel ma..."jawab Bani kemudian memelas dan tersenyum yg di paksakan.
"Rumah Farel atau kelayapan kamu?"
"Mama tau kan? papa ngasih tantangan untuk Bani bisa menggaet bule2 Jerman itu, dan Bani semalam bekerja sampai larut di rumah Farel ma, sampai2 Bani ketiduran di sana, dan mama tau Bani berhasil ma?"Berkilah mengarang cerita walaupun sedikit gugup dan senyum yg tidak tulus.
"Benarkah seperti itu?"
"Iya ma, lagian sejak kapan Bani kelayapan, Bani kan anak baik mana pernah kelayapan2 gak jelas"jawab Bani sedikit tersenyum.
"Emang gak pernah kelayapan tapi sering nipu, pergi diam2 ke kampung Fauziah tanpa kasih kabar, itu yg di bilang anak baik?"sindiran yg cukup menarik.
"Ya sekarang udah gak lagi, mama move on dong dari masa lalu, itu kan udah lama mamaku yg cantik"Bani berusaha membujuk nyonya rumah dg rayuannya yg menggelikan itu.
"Ya udah ya ma, Bani capek mau kekamar, mandi terus tidur dulu, ok mamaku sayang"Bani bergegas menghindari nyonya Alvino sambil mencium sebelah pipi mulus wanita setengah abad itu.
"Apa yg anak papa lakukan tadi disini? apa yg kalian bicarakan tadi?"nyonya Alvino meletakkan tas nya di atas meja kerja suaminya.
Pria paruh baya itupun kemudian menghentikan jemari nya yg sedari tadi sibuk dg laptop itu dan menyipitkan mata sesaat.
"Bani ingin menagih janji nya mah?"tuan Alvino terlihat serius.
"Maksud papa tentang AA?"nyonya Alvino mengerinyit heran.
"Bukan ma, tapi Fauziah, Bani ingin segera menikahinya dan mendesak papa melakukan hal itu secepatnya"
"Lalu apa jawaban papa?"
"Ya papa bisa apa mah, papa bilang sama dia tidak akan menikahkan mereka sebelum Bani jujur tentang kondisi kita sebenarnya dan kalau Fauziah mau menerima kenyataan tentang keluarga kita"
"Ya papa sih, Bani beranggapan papa mampu menyelesaikan masalahnya dg Fauziah, karna dia sendiri tidak mampu melakukanya, makanya dia berjuang keras memenangkan tantangan papa ini, berharap papa membantu nya untuk secepatnya menikahi gadis itu, papa sudah tau kan anak papa itu sudah menggilai gadis itu sedari dulu, dan sangat berharap menikahinya, tapi karna masalah yg Bani timbulkan dari awal ya sekarang jadi rumit begini kan? bahkan mama juga sudah melarang kan Bani berhubungan dg gadis itu, tapi papa malah mendukung bani dan tidak memperdulikan mama, seandainya dari dulu kita mencegah pasti nya Bani sekarang sudah mama nikahkan dg gadis lain yg lebih sepadan, lagian si Fauziah gak tau diri bangat sih, sudah untung di cintai pemuda kaya raya seperti Bani ini malah gak suka sama orang kaya, gadis yg aneh, impian gadis manapun pasti ingin menjadi ratu di rumah suaminya kan? nah itu malah membenci kehidupan para crazy rich, dasar gadis aneh, kalau bukan karna Bani mama ogah bahas soal gadis itu"oceh nyonya Alvino panjang lebar.
"Orang kalau hatinya tidak di penuhi nafsu dunia, dan menganggap harta bukanlah segalanya, memang berfikir seperti itu.
Lain hal nya dg orang yg tamak mereka seperti menganggap harta layak nya tuhan, tanpa berpikir itu hanya lah titipan dan Fauziah hanya berusaha mempertahankan kehormatan keluarganya,
Itulah kehormatan yg sebenarnya ma bukan berarti memilki banyak harta akan membuat kita memiliki kehormatan, bukan ma, justru papa bangga memiliki calon mantu seperti itu maa, kita tidak perlu takut anak kita akan di campakkan saat dia berada dalam masa sulitnya nanti, miskin dan kaya itu perihal takdir dan kita tidak punya hak membandingkan nya, Fauziah bukan wanita yg tidak tau diri ma, tapi wanita yang punya harga diri"
Sebuah siraman rohani yang berhasil membuat nyonya Alvino memasam.
"Terserah papa deh, mama capek mau ke kamar aja"dia beranjak pergi.
"Suatu saat kamu akan mengerti dg ucapan papa ma, dan kamu sendiri yang nantinya akan melamar gadis itu untuk anak kita"batin tuan Alvino kemudian.