Chereads / ROSE (Hurt RelationShip) / Chapter 6 - Jasmine

Chapter 6 - Jasmine

Tentang sebuah perasaan.

Tenyata, cinta bisa selalu membuat orang bodoh. kenyataannya, karena cinta telah membutakannya tentang kesadaran.

Rey masih duduk santai di kursi kelasnya. hari ini lukanya cukup diperban, dan tak perlu susah payah dirawat di rumah lalu memberikan surat keterangan sakit kepada wali kelas, semuanya tampak ribet menurut Rey.

Seseorang berjalan dihadapannya, saat wajahnya tak sengaja memandang kearah Rey, ia pun terkejut. "Rey ? Kenapa?" tanyanya dengan suara lembut. sesekali ia mengibas ngibaskan benda kesayangannya itu, kipas.

Rey hanya tersenyum lebar, "kemaren ada kesalahan teknis sikit!" jelas Rey berbohong.

Selang beberapa menit kemudian, seseorang yang lain ikut bertanya, "loe abis berantem lagi ya?" tanya seorang cowok yang sering sekali memergoki Rey dengan perban di kepalanya. Dan alasan Rey selalu saja sama, berantem. Membuat orang lain seolah percaya, tanpa berkomentar.

Rey tak paham dengan gelagat jasmine akhir-akhir ini. Pasalnya, sekarang entah di sibuk kan dengan siapa, atau karena apa. Yang jelas, Jasmine terus saja mampu membuat mood seorang Rey benar-benar hancur.

Rey menundukkan Kepalanya yang masih pusing, ia masih teringat dengan kejadian semalam, jelas waktu itu ia membabi buta sampai membenturkan kepalanya sendiri ke pagar tembok sekolah, sungguh sesuatu yang amat sangat menyakitkan. tapi, entah kenapa mengingat Eve yang khawatir waktu itu membuat ia ingin tertawa.

Tiba-tiba, seseorang memanggil namanya. Sontak Rey mendongakkan kepala, dan seorang Jasmine telah berdiri menghadap kearahnya.

"Jasmine?"

"Hay," sapanya lembut, tapi memang ia orang yang lembut, jadi terdengar biasa saja. entah jika Evelyn yang menyapanya dengan nada selembut itu, mungkin dunia akan kiamat.

Ah lagi-lagi, ia teringat dengan si serigala ganas itu.

"Rey, aku boleh ngomong sebentar?" tanya Jasmine meminta waktu. Ia berusaha se hati-hati mungkin.

"Ngomong aja," jawab Rey sambil mengambil satu kursi disebelahnya, lalu menyuruh jasmine untuk duduk.

"Rey, aku sadar kamu emang gak bisa jelasin perasaan kamu yang sebenarnya ke aku."

Rey mengangguk serius. Akhirnya, Jasmine dapat mengerti juga.

"tapi, disini aku dateng ke kamu untuk memutuskan ikatan kita. Maaf, bukannya aku terlalu naif untuk ngasih alasan, tapi aku mohon, hargai keputusan aku."

Deg!

Satu hal yang perlu Rey kuatkan saat ini adalah hati, sebuah ikon terpenting yang dapat mengganggu seluruh kesadarannya.

"Rey," Jasmine menggenggam tangan Rey dengan tangan lembutnya. Seolah- olah, ialah yang paling mengerti Rey saat ini.

"Mulai saat ini, kita jalanin hidup kita masing-masing ya?" pinta jasmine. Tangannya masih merapat di jemari Rey dengan usapan lembutnya, sedangkan Rey masih diam tanpa kata.

setelah beberapa menit saling diam, akhirnya Rey mengangguk setuju, meski itu terlalu berat baginya.

"Jadi sekarang kita putus?" tanya Rey memastikan, padahal sudah jelas Kenyataannya.

Jasmine mengangguk, setelah itu ia mencium kening rey tanda perpisahan. Jasmine pun keluar dari ruang kelas yang masih cukup sepi penghuni.

Masih pagi sekali dan hanya beberapa Siswa yang baru hadir.

"Jasmine!" panggil Rey lagi, ia mulai beranjak menyusul jasmine yang sudah sampai dikoridor kelas. "Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Rey pelan. kali ini, ia harus menerima kenyataan.

"Kamu menyerah?" Haruskah Rey menanyakan ini lagi? Ia sudah terlihat sangat kasihan karena memohon cinta kepada Jasmine.

"Aku bukan menyerah, aku hanya sadar, realita ter menyakitkan adalah kebohongan." Jelasnya santai. Hal itu membuat Rey tak paham.

"Gak perlu dijelasin alasannya. Karena, seorang Rey gak butuh alasan, iyakan?"

Rey terdiam. luka di pelipisnya belum sembuh, ia tak ingin menyakiti dirinya lagi. Tapi, sekuat apapun ia menahan. ini adalah kelemahannya.

Rey melangkah menjauhi ruang kelasnya, menuju halaman belakang sekolah. Dari kejauhan, Rafael sudah muncul. Lalu memberi lambaian agar Rafael mengejarnya.

"Tahan pe'a." teriak Rafael. Tangannnya masih mencekal kedua lengan Rey yang memberontak minta dilepaskan.

"Sakit goblok!" bantah Rey lagi.

Memang, sakitnya luar biasa jika ia tak bisa melampiaskannya.

Selang beberapa menit dalam perdebatan kekanakan keduanya, akhirnya Rey sadar.

"Pegel!" keluh Rey sambil memijiti lengannya.

Rafael menonyor kepala Rey dengan kuat. "Semoga ini yang terakhir, abis ini, elo harus lebih dewasa dan mengendalikan emosi loe sendiri."

Rey mengangguk paham, selama ini ia melukai dirinya tanpa sadar. Hanya karena tak bisa mengendalikan amarahnya. Esok, jika ia merasa sakit lagi di bagian hatinya. mungkin dia akan mencoba menyakiti orang lain.

mungkin orang lain yang dimaksud disini adalah Rafael, sebagai pelampiasan tinjuannya.

"Tapi jujur, hatinya masih berharap Jasmine menarik kata katanya tadi."

Di ruangan kelas 11ipsG

"Jas." Seseorang memanggilnya. sedari tadi Jasmine hanya melamun.

"Iya?" jawabnya pelan, ia memalingkan wajahnya ke seseorang yang memanggilnya. Dia adalah Aileen, sahabat terdekat Jasmine.

"Elo dah tau tentang Rey ?"

Aileen menatap wajah Jasmine yang tenang itu dengan serius.

"Dia terlalu menutup diri, sampai gue jemu untuk terus menjangkaunya. Rasanya, kebohongan adalah sesuatu yang wajar bagi Rey."

Suara lemah lembut itu terlihat lelah, sejauh ini, ia masih tak mengerti apa arti dirinya bagi Rey.

"Terus kalo Keenan?" tanya Aileen penasaran. Ia tau sahabatnya yang satu ini juga sudah mulai pendekatan dengan seseorang.

"Sejauh ini masih perkenalan," jelasnya dengan sangat santai. Hal itu membuat Aileen tak bisa menerka, apakah Jasmine sedang patah hati atau jatuh cinta.