Chapter 4 - Rey

Jam 08:20

Jam pelajaran pertama akan segera    di mulai, ruang kelas 12 IPA-B masih begitu ribut dengan beberapa ritual penghuni kelas. Sebelum akhirnya bu Jennifer, guru kimia, masuk dan memberikan mata pelajaran ter membosankan tentunya.

Rey masih saja mengotak-atik ponselnya dengan serius, sepertinya, ada yang ia tunggu sejak tadi,

membuat hatinya cukup gelisah.

"Rey, gabung yuk," ajak Rafael teman terdekat Rey. Ia bermaksud mengajak Rey bermain challenge bersama teman-teman cewek di kelas.

Rey tak menggubrisnya sama sekali, sedangkan Rafael yang sudah tau sifat asli Rey Menanggapi hal itu dengan biasa-biasa saja. Toh, ujung-ujungnya, dia yang akan menenangkannya nanti.

Beberapa menit setelah Rafael mengajak Rey bermain, bu Jennifer masuk dan menambah pelajaran. Namun,  ditengah-tengah penjelasan. Rey meminta untuk izin ketoilet, dan tak lama rafael menyusulnya.

"Loe kambuh lagi Rey?" tanya Rafael sambil menyandarkan tubuhnya di dinding toilet. Rey tak menjawab, ia hanya memandang pantulan wajahnya di depan cermin.

"apasih yang lo pikirin ...? Jasmine?" tanya Rafael lagi. yah, apalagi yang membuat Rey sekacau ini kalau bukan karena Jasmine.

"Udahin aja hubungan loe sama dia, kan simple, bro!"

"Simple dari mana blo'on!" sergah Rey sambil membasuh wajahnya yang berkeringat.

Inilah Rey, ia sangat tidak bisa mengendalikan emosinya, gampang sekali meledak. Dulu, Rey sempat di periksakan ke psikiater oleh tantenya. dan hasilnya ia memiliki sedikit gangguan.

Hanya Rafael yang bisa membantunya menahan kebiasaannya itu. karna sejak dulu,  hanya Rafael sahabat terbaik yang selalu ada untuk Rey.

"Kemaren, Jasmine bilang kalo dia udah capek sama gue!" jelas Rey pada Rafael. ia menghembuskan nafas lelahnya berkali-kali, dia memang sangat lelah dengan sikap Jasmine.

"Nah bagus dong! Tinggal putusin aja," balas Rafa dengan mudahnya. Sedangkan Rey yang mulai jengkel terpaksa menjatuhkan satu bogeman tangannya di bahu Rafael.

"Sakit goblok!" pekik Rafa sedikit kesakitan.

"Gue belum bisa ngelakuin itu Raf!!"

Rey masih menyukai jasmine, sudah hampir dua tahun hubungan keduanya terjalin. Tak semudah itu menghilangkan sebuah rasa cinta yang setiap harinya di rawat dengan baik.

Tapi, kali ini Jasmine mulai menjauhkan dirinya dari Rey. Entah karna sebab apa, semua privasinya mulai ia kunci sendiri. Tak ada siapapun yang boleh mencampuri urusannya, termasuk Rey.

Sebenarnya, apa kurangnya Rey disini, ia memiliki segalanya, dari segi material semua tersedia, ia baik, ganteng, pintar. Ya, Rey memang sosok istimewa. tapi,  entah bagi Jasmine saat ini.

"Come on Rey! Gue gak bisa liat loe frustasi kaya kambing lupa cara makan rumput!"

"Gak usah ngelawak!" balas Rey sewot.

"Gue cuma gak mau loe berubah jadi Godzilla, kasian gue. Gue tuh gak mau permaisuri gue berubah jadi monster."

Rafael mempraktekan wajah seram dengan ekspresinya. membuat Rey tersenyum kecil, ia sedikit mendapat hiburan.

"Sorry gue bukan guy. Gak doyan sama species ababil kaya loe!"

timpal Rey sambil menyikut lengan Rafael dengan kuat. berkat Rafael,mood nya membaik.

Keduanya berjalan beriringan menuju ruang kelas. sesekali masih ada lawakan tak berbobot yang mereka mainkan. yah, setidaknya Jasmine tak harus selalu mengusik pikirannya.

Ruang kelas 11 IPS-G

"Cepet abisin permen karet lo." Suara bisikan mengganggu konsentrasi Eve. Dia baru saja ingin membuat balon permen karet.

Evelyn melirik nya sekilas,

"Mau lo?" tanya Evelyn sambil mengeluarkan permen karet yang sudah ia kunyah.  Lalu memberikannya pada orang yang berbisik tadi.

"Rasanya udah mau abis, tapi masih enak kok!"

Spontan cewek Disebelahnya itu menonyor kepala Eve dengan kuat.

"Loe kalo bukan temen gue udah gue lempar smpe sungai nil," jelas nya kesal. cewek disebelah Eve ini adalah Chelsea, satu-satunya manusia yang tahan hidup berdampingan dengan Eve setelah papanya.

Evelyn masih terkekeh melihat wajah kesal sahabatnya ini. Chelsea tak beda jauh darinya, tapi, masih mending chelsea ketimbang Evelyn. karna Chelsea masih memperdulikan orang lain. beda dengan Evelyn.

"Keluar yuk., dikelas bosen. Bu Mega juga gak masuk!" jelas Chelsea sambil meraih tangan Evelyn.

Evelyn hanya mengangguk setuju, jujur, kelas adalah ruangan ter ramai setelah pasar dan kantin.

"Akhir-akhir ini, bu Mega bintang sering gak hadir ya." bahas Eve.

Chelsea mengangguk setuju, bu Mega memang akhir-akhir ini sering tidak hadir, lebih tepatnya bolos.

"Penganten baru kali. Masih sibuk sama malam pertama."celetuk Chelsea. kalimat itu membuat Evelyn menatapnya serius.

"Penganten baru?" tanya Evelyn heran. ia tak tau bahwa guru yang sering ia usili itu baru menikah.

Chelsea kembali menoleh kearah Eve, "acaranya di Bali. Sengaja gak ngundang murid-muridnya di Noah" jelas Chelsea.

Evelyn mengangguk mengerti, guru yang sering ia panggil dengan sebutan bu Mega bintang itu memang selalu ingin menjadi sempurna. Mana mungkin, ia mengundang murid-muridnya, apalah murid seperti Evelyn.

Mereka sampai dikoridor, baru saja berdiri sekitar lima mnit, Evelyn memergoki dua cowok berjalan kearahnya.

Eve mengenali salah satu dari dua orang itu. Siapa lagi kalau bukan Rey. cowok yang kemarin mengantarkannya pulang.

"Hay Rey," sapa Evelyn sambil melambaikan tangannya.

Rey menyapanya kembali. sama dengan lambaian tangan, "udah baikan loe? Syukur deh gak smpe mati!" jelas Rey lega. Lalu mengedarkan pandangannya ke kelas Evelyn.

ya, ini ruang kelas yang ia cari.

"Sialan loe!" geram Eve dengan wajahnya yang memerah.

Chelsea menyenggol sikut Eve dengan kasar. Tapi, Eve tak memperdulikannya.

"Chel, gue kebelet, mau ikut gak?" ajak Eve pada Chelsea disampingnya. dan chelsea langsung mengangguk setuju. kemudian menarik lengan Evelyn.

Setelah mengatakan pada Rey bahwa ia ada urusan di ruangan khusus. Evelyn dan Chelsea pun berlalu, sedangkan Rey hanya mengangguk paham.

Selang beberapa menit, seorang wanita keluar dari ruangan kelas 11 IPS-G. Matanya masih fokus dengan layar ponselnya yang menyala.

"Ada apa Rey?" tanyanya pelan, lalu memasukkan ponsel yang telah ia matikan ke saku roknya.

"Aku mau ngomong."

"Soal sms yang tadi malem?" tanyanya.

Rey mengangguk, ia ingin mempertahankan hubungannya dengan Jasmine, gadis dihadapannya.

"Kamu taukan? cewek itu butuh kepastian," ucap Jasmine pelan, tak mau orang lain mendengar suaranya yang mahal.

"Apa yang mesti aku pastikan ke kamu sih jas?" tanya Rey tak mengerti.

"Seharusnya kamu bisa jelasin ke aku, se cinta apa kamu ke aku, seberharga apa aku. Apa aja yang bakal kamu lakuin demi aku. Aku selalu ingin tau alasannya tapi kamu gak pernah biasa jelasin!" jawab Jasmine panjang lebar. dan semoga, ia mendengar penjelasan yang ia inginkan sekarang.

"Kamu tau? rasa cinta itu sebenernya gak beralasan! Kalau kamu mau tau kenapa alasan aku kesini. aku bisa jawab dengan kepastiannya sekaligus. jawabannya, aku mau mempertahankan kamu." jelas Rey. ia hanya ingin gadis di hadapannya itu mengerti.

Tapi, bukan ini yang mau Jasmine dengar sekarang.

"Aku masuk dulu," pamit Jasmine. Ia tak lagi menunggu jawaban dari Rey apakah ia mengizinkan Jasmine pergi atau tidak.

"Jas!!"

"Rey." tahan Rafael, sambil menarik lengan Rey, "kita juga balik ya!!"

Rey mengangguk. Sedangkan Rafael dengan mudah bisa memprediksikan. keadaan bad mood ini bisa menyebabkan Rey mengamuk. dan ini bukan ruangan yang cocok untuk dijadikan lokasi pertunjukan.

"Cinta, bisa membuat seseorang bertahan hidup. dan bisa juga membuat seseorang mati sia-sia"