Chereads / Sagitarius Girl / Chapter 32 - Chapter 17. Kekuatan Baru (Part 2)

Chapter 32 - Chapter 17. Kekuatan Baru (Part 2)

Florensia melihat Rachel dalam kondisi tidak sadarkan diri. Meski demikian, dia patut berterima kasih kepadanya karena mengulur waktu untuknya. Kali ini kedua mata Florensia memancarkan aura semangat tapi tenang. Dia menebas berkali-kali sampai pria berjas hitam terdesak. Pedang Firdaus terus menghisap darah Florensia. Erangan dan siksaan batin darinya. Tapi dia memilih bertahan dengan pedangnya. Pria berjas hitam melihat sebagai kesempatan. Dia melompat, mengarahkan dua belati miliknya. Menikam ke dua sisi bagian pinggang. Florensia mengayunkan pedang Firdaus. Tapi serangan meleset. Pria berjas hitam menikamnya. Gadis itu terkena tusukan, erangan keluar dari mulutnya.

"Florensia!"

"Matilah, gadis kecil!"

"Aku tidak mau mati di sini!"

Teriakan Florensia menggaung. Seluruh bahan yang terbuat dari kaca, menjadi pecah berkeping-keping. Sebuah lingkaran membentuk portal. Menghisap semua kehidupan di sana tanpa kecuali. Termasuk Florensia, Fanesya, Rachel dan pria berjas hitam. Meredup seiring berjalannya waktu.

Pria berjas hitam membuka kedua kelopak matanya. Dia melihat situasi yang ada di depannya.

Florensia melihat Rachel dalam kondisi tidak sadarkan diri. Meski demikian, dia patut berterima kasih kepadanya karena mengulur waktu untuknya. Kali ini kedua mata Florensia memancarkan aura semangat tapi tenang. Dia menebas berkali-kali sampai pria berjas hitam terdesak. Pedang Firdaus terus menghisap darah Florensia. Erangan dan siksaan batin darinya. Tapi dia memilih bertahan dengan pedangnya. Pria berjas hitam melihat sebagai kesempatan. Dia melompat, mengarahkan dua belati miliknya. Menikam ke dua sisi bagian pinggang. Florensia mengayunkan pedang Firdaus. Tapi serangan meleset. Pria berjas hitam menikamnya. Gadis itu terkena tusukan, erangan keluar dari mulutnya.

"Florensia!"

"Matilah, g-g-gadis kecil!" katanya ragu-ragu

"Aku tidak mau mati di sini!"

Teriakan Florensia menggaung. Seluruh bahan yang terbuat dari kaca, menjadi pecah berkeping-keping. Sebuah lingkaran membentuk portal. Menghisap semua kehidupan di sana tanpa kecuali. Termasuk Florensia, Fanesya, Rachel dan pria berjas hitam. Meredup seiring berjalannya waktu.

Pria berjas hitam membuka kedua kelopak matanya. Dia melihat situasi yang ada di depannya.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku ada di sini?" katanya meneteskan keringat.

Florensia melihat Rachel dalam kondisi tidak sadarkan diri. Meski demikian, dia patut berterima kasih kepadanya karena mengulur waktu untuknya. Kali ini kedua mata Florensia memancarkan aura semangat tapi tenang. Dia menebas berkali-kali sampai pria berjas hitam terdesak. Pedang Firdaus terus menghisap darah Florensia. Erangan dan siksaan batin darinya. Tapi dia memilih bertahan dengan pedangnya. Pria berjas hitam melihat sebagai kesempatan. Dia melompat, mengarahkan dua belati miliknya. Menikam ke dua sisi bagian pinggang. Florensia mengayunkan pedang Firdaus. Tapi serangan meleset. Pria berjas hitam menikamnya. Gadis itu terkena tusukan, erangan keluar dari mulutnya.

"Florensia!"

"Apa yang sebenarnya terjadi!"

"Aku tidak mau mati di sini!"

Teriakan Florensia menggaung. Seluruh bahan yang terbuat dari kaca, menjadi pecah berkeping-keping. Sebuah lingkaran membentuk portal. Menghisap semua kehidupan di sana tanpa kecuali. Termasuk Florensia, Fanesya, Rachel dan pria berjas hitam. Meredup seiring berjalannya waktu.

"Tidak! Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati!"

Hanya kalimat itulah yang terlontarkan dari mulutnya. Sayangnya teriakan tidak didengarkan olehnya.

Pria berjas hitam membuka kedua kelopak matanya. Dia melihat situasi yang ada di depannya.

"Apa-apaan ini? Kenapa tiba-tiba waktunya berputar dengan sendirinya? Cepat bebaskan aku, dasar pengecut!"

"Kau masih belum sadar juga ya?"

Florensia memegang pedang Firdaus. Terlihat batu tersebut bersinar terang. Pria berjas hitam tidak mengerti perkataannya.

"Barusan itu adalah teknik sihir terkuat. [Time Loop]. Meski hanya bisa digunakan lima kali, ternyata efeknya terasa bagimu ya?"

"Apa katamu?"

Fanesya terkejut dengan perkataan Florensia. Dia tidak tahu bahwa gadis bandana merah polkadot memiliki kemampuan memanipulasi waktu. Pria berjas hitam mulai kehilangan tenang. Florensia melirik Rachel dalam kondisi tidak sadarkan diri. Meski demikian, dia patut berterima kasih kepadanya karena mengulur waktu untuknya. Kali ini kedua mata Florensia memancarkan aura semangat tapi tenang. Dia menebas berkali-kali sampai pria berjas hitam terdesak. Pedang Firdaus terus menghisap darah Florensia. Erangan dan siksaan batin darinya. Tapi dia memilih bertahan dengan pedangnya. Pria berjas hitam melihat sebagai kesempatan. Dia melompat, mengarahkan dua belati miliknya. Menikam ke dua sisi bagian pinggang. Florensia mengayunkan pedang Firdaus. Tapi serangan meleset. Pria berjas hitam menikamnya. Gadis itu terkena tusukan, erangan keluar dari mulutnya.

"Florensia!"

"Matilah, gadis kecil!" jerit putus asanya

"Aku tidak mau mati di tanganmu, dasar pembunuh," katanya bernada tinggi disertai ancaman.

Teriakan Florensia menggaung. Seluruh bahan yang terbuat dari kaca, menjadi pecah berkeping-keping. Sebuah lingkaran membentuk portal. Menghisap semua kehidupan di sana tanpa kecuali. Termasuk Florensia, Fanesya, Rachel dan pria berjas hitam. Meredup seiring berjalannya waktu.

"Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak mau mati!"

"Kalau begitu, katakan di mana Paman Hartoyo! Jika tidak, aku akan membunuhmu sekaligus memutar time loop ini berkali-kali. Sampai merasakan sendiri kematianmu," bisiknya.

"Baiklah, baiklah. Aku akan memberitamu. Dia berada di gedung sebelah sana. Tapi cepatlah! Karena—" belum selesai dia menunjuk, suara tembakan mengarah ke bagian kepala pria berjas hitam.

Setelah terkena tembakan, kepalanya mulai bergelembung besar dan pecah hingga darah berceceran kemana-mana. Florensia memalingkan wajahnya. Dia muncul dari atas. Menggunakan lompatan terjauh, menendang perut Florensia. Gadis bandana merah polkadot terlambat menyadarinya. Hingga dia terpental ke tiang lampu.

Pria berjas hitam muncul lagi. Kali ini berperawakan hitam, mengenakan kacamata dan sniper rifle.

"Tidak kusangka kau memberitahu musuh. Pantas saja kau lemah," sindirnya.

"Apa yang kaulakukan terhadap rekanmu?" tanya Florensia.

"Rekan? Jangan bercanda," balasnya disertai nada ejekan.

"Dia rekanku asalkan orang itu sangat kuat. Sayangnya, dia lemah sama seperti manusia umumnya," katanya menurunkan tangan, menyudahi percakapan itu.

"Apa katamu!" Fanesya tidak terima perkataan darinya.

Florensia dan Fanesya menggeram. Mereka bertemu musuh yang menjengkelkan lagi, pikir mereka serempak. Pria berjas hitam menarik pelatuknya pada sniper rifle. Florensia menggunakan pedang Firdaus. Akan tetapi pelurunya memutar arah, mengenai bahunya. Florensia mengerang kesakitan.

"Terima ini," katanya menembak lagi.

Namun pelurunya dapat dimentahkan begitu saja. Florensia dan Fanesya menoleh. Yang membuatnya terkejut adalah seorang laki-laki. Wajahnya sangat mirip dengan Aisyah.

"Tidak akan kubiarkan kau menyentuh anakku, Alfred!"

"Ash kah? Tidak kusangka kau di dunia ini! Aku bosan menunggumu lho," katanya girang.

Keduanya memiliki relasi. Baik laki-laki bernama Ash dan Alfred. Florensia bertanya-tanya hubungan keduanya.

"Kalian temannya Re—maksudku Aisyah bukan? Serahkan saja pada paman ini," katanya tersenyum.

Namun tidak ada waktu untuk berargumen. Florensia menggotong Aisyah, sedangkan Fanesya menggotong Rachel. Sebelum mereka berempat pergi, Ash menaruh sesuatu ke dalam saku celana. Kemudian, dia berbisik ke telinganya.

"Cari tempat aman, kasih obat ini dan tunggu efeknya berjalan. Untuk saat ini, seseorang sedang mengulur waktu dalam penyelamatan Hartoyo," bisiknya.

"Apa yang paman bicarakan?" Fanesya tidak paham dengan perkataannya.

Ash berlari kencang, mengeluarkan tombak dari punggungnya. Mengayunkan tombak dari arah samping kiri. Alfred menghindarinya dengan mudah, menembak berkali-kali. Tapi Ash berhasil menangkisnya dengan memutar tombak.

Florensia dan Fanesya saling mengangguk. Mereka langsung pergi. Melewati kabut itu. Alfred menaruh sniper rifle ke tanah.

"Ash, kau tahu aku hampir saja membunuh mereka dan juga anak kandungmu. Kalau saja kau tidak mencampuri urusanku, tentu nyawa mereka bakalan melayang,"

Namun tidak ada reaksi apapun dari Ash. Dia cepat-cepat pergi menuju kemari karena Aisyah dalam bahaya. Apalagi tidak boleh melibatkan Ratih dalam pertarungan ini. Tangan kanan diperlihatkan.

Setelah menjelaskan panjang lebar ke Ratih, mereka berdua didatangi oleh Sakurachi dan Goro Tsukishima untuk membantu mereka. Sisanya membiarkan takdir berjalan sebagaimana mestinya. Aisyah bergerak sendiri. Dibantu dengan teman-temannya. Semua itu sudah diperkirakan oleh Gufron sendiri secara diam-diam. Oleh sebab itulah, Ash memohon kepada Sakurachi dan Goro untuk ikut membantunya.

"Tidak masalah. Tapi ingat ... waktumu hanyalah tiga jam. Lebih dari itu, kau akan mati," kata Sakurachi.

"Terima kasih. Saya akan mengingat perkataan anda, Goro-sama, Sakurachi-sama," kata Ash bersyukur.

Gadis berambut pink mengucapkan mantra. Goro menaruh pundak ke Ash, memejamkan kedua mata. Menerima sihir dari Sakurachi berupa [Teleport]. Laki-laki itu sudah menghilang. Sedangkan Ratih jatuh pingsan. Ash menaruh obat tidur di sana, supaya tenang. Di samping itu, Sakurachi dan Goro merasakan ketidaknyamanan saat bersama Ratih. Sakurachi membuka kartu miliknya. Ketika dibalik, betapa terbelalak matanya. Goro melihat isi kartu itu.

"I-ini kan—"