Teriakan keluar dari mulut Aisyah. Tidak menyangka gadis berhijab telah kehilangan ayah tirinya. Air mata kini tidak terbendung. Jeritan dan tangisan silih berganti. Mentalnya hancur seketika. Semua kenangan bersamanya, perlahan mulai memudar. Seakan-akan tidak ada menyapa lagi.
Florensia menutup mulutnya. Air mata juga sama mengalirnya dengan Aisyah. Fanesya yang merutuki dirinya karena gagal membawa Ayah Aisyah dalam kondisi hidup. Dia melihat bekas gorokan leher. Bisa dikatakan, luka itu masih baru. Tapi tetap saja tidak mengubah keadaan bahwa Aisyah telah kehilangan orang yang disayangi.
"Brengsek kau, Owen Gunthers!" bentak Alternate Rina Shirasaki.
Laki-laki bertopeng badut berhenti tertawa. Dia menoleh ke Alternate Rina Shirasaki. Tatapan gadis itu berubah menjadi kebencian.
"Kau telah melewati garis batas. Seharusnya kau tahu bahwa manusia hidup karena berupa takdir. Begitu juga dengan Gufron,"
"Jangan samakan aku dengan orang itu! Orang itu telah ... orang itu telah membunuh Emelie!"
"Dia punya alasan tersendiri kenapa Gufron melakukan hal itu!"
"Bohong!" bentak laki-laki bertopeng badut melemparkan puluhan pisau ke arah Alternate Rina Shirasaki.
Gadis berambut panjang itu berhasil menghindarinya. Dia menembak terus menerus. Membuat laki-laki bertopeng badut terus melemparkan tanpa henti.
"Kalau begitu, kenapa Gufron harus membunuh Emelie saat itu!"
Alternate Rina Shirasaki tahu Owen menyukai Emelie. Tapi dia tidak mau mengatakan kepadanya. Hal itu membuat luka kru kapal menjadi terluka lagi. Oleh sebab itulah, dia membulatkan tekad untuk menghabisinya.
"Soal itu ..."
"Tidak bisa jawab kan? Karena itulah akan menghabisi kalian semua di sini!"
Teriakan laki-laki bertopeng badut mendapatkan serangan dari Florensia. Kobaran api menyala-nyala. Membakar semua gedung kemari. Tetapi, Florensia tidak peduli dengan hal itu. Dia bersama Rachel, yang sibuk mengisi Crossbow.
"Seharusnya aku bilang seperti, dasar pembunuh berdarah dingin! Apa kau mengerti penderitaan Aisyah selama ini! [Hellfire]!" bentak Florensia.
Api tersebut memancarkan suhu panas mencapai 1000 derajat celsius. Sekali terkena itu, gedung dan area sekitar menjadi leleh. Laki-laki bertopeng badut membiarkan dirinya terluka. Berteriak kencang merasakan panasnya api dari Florensia.
"Kau pikir kemampuanmu bisa menghancurkanku? Jangan membuatku tertawa!"
Tubuhnya melepuh, mulai keluar nanah satu persatu. Dari topeng, wajah, hingga anggota tubuh lainnya. Perlahan-lahan, dia menuju kemari. Untuk mendekati mereka, dia menyemburkan api ke mana-mana. Alternate Rina Shirasaki melihat kekuatan tidak biasa menuju kemari. Dia menggunakan [Barrier].
"Api neraka tidak membuatmu melemah ya?"
"Kurasa kau benar. Apa kau menyadari kesalahan fatalmu selama ini Owen Gunthers ... tidak. Orion,"
Florensia dan Rachel terkejut dengan perkataannya. Dia membuka topengnya. Nampak wajah Orion sedang tersenyum lega. Laki-laki itu mengenakan kacamata hitam. Menggunakan puluhan pisau dan gada yang sejenis senjata Sakurachi. Tapi ukurannya raksa. Sehingga menghancurkan apapun yang dia pukul.
"Tidak kusangka kau mengetahui nama asliku. Apa kau menyelidiku lebih dalam?"
"Ya. Waktu kau bergabung kru kapal Argo, ada bau aneh di sekitar tubuhmu. Tapi kau tutupi dengan cara tidak mandi sama sekali. Bahkan aku sering memperhatikanmu menggunakan parfum pewangi untuk menutupi bau busuk tubuhmu. Mulanya agak mengganggu. Tapi lama kelamaan, bau tersebut mulai berubah. Bau amis darah. Bau mayat kini menjadi satu bagian. Maka Owen Gunthers sebenarnya sudah kaubunuh, lalu masuk ke dalam tubuhnya. Jika itu benar, maka kau menggunakan gem [Fusion Soul]. Apa benar begitu?"
Mendengar penjelasan dari Alternate Rina Shirasaki, Orion tertawa terbahak-bahak. Perutnya sakit sampai-sampai tidak mampu menahan lagi.
"Kurasa kau sudah bertindak sejauh ini. Aku salut kepadamu,"
"Jangan memujiku. Itu menjijikkan. Katakan padaku kenapa kau melakukan ini? Soal Emelie itu, apakah itu hanyalah kebohongan semata, supaya menarik simpati kepadamu?"
"Antara ya dan tidak. Yak arena aku memang berusaha menarik simpatik mereka. Jadi pastinya tidak akan membunuhku dan menaruhnya ke dalam penjara. Sedangkan kujawab tidak karena ... aku memang mencintai Emelie. Mirip seperti Dewi Artemis," katanya.
Alternate Rina Shirasaki menggeram. Saat itulah, aura Florensia berubah menjadi kemarahana. Dia menebas Orion sekuat tenaga. Tapi bisa dihindari dengan mudah. Mata Orion menyala-nyala. Warna merah bersinar laser mengarah ke Alternate Rina Shirasaki. Gadis berambut panjang itu berlari kencang. Melepaskan anak panah hingga anak panah berubah membesar. Orion mendorong Fanesya ke lantai. Menjadikan jasad Hartoyo sebagai perisai. Alternate Rina Shirasaki berdecih kesal. Saat dirinya mengurangi energi anak panah, Orion melihatnya kesempatan.
"Celaka!"
Terlambat. Orion menggunakan pukulan bertubi-tubi ke Alternate Rina Shirasaki. Pukulan terakhir berhasil ditangkis. Meski demikian, luka yang didapat cukup dalam. Beruntung Alternate Rina Shirasaki menguasai [Master of Healing Magic]. Jadi tidak perlu khawatir dirinya akan mati.
"Luar biasa. Sudah kuprediksi bahwa kau akan menyembuhkan diri menggunakan [Master of Healing Magic]. Tapi ... itu belum cukup untuk mengalahkanku," katanya bernada sinis.
"Memang benar aku belum bisa mengalahkanmu. Tapi bagaimana dengan dia?" tanya sekaligus jari telunjuk Alternate Rina Shirasaki ke Aisyah.
Orion menatap Aisyah penuh ejek. Gada miliknya mengacungkan ke arah Alternate Rina Shirasaki.
"Dia? Gadis itu sudah kehilangan harapan karena dibunuh olehku. Bagaimana cara dia bangkit dari keterpurukan?"
"Entah. Tapi aku yakin dia pasti bisa! Sampai saat itu tiba, kami akan mengalahkanmu!"
Alternate Rina Shirasaki mengambil insiatif untuk menyerang. Orion mengayunkan gada kepadanya. Tapi ditahan oleh Florensia. [Hellfire] dan [Fireball] telah diaplikasikan. Membuat Orion mundur beberapa langkah. Serangan tersebut memang tidak bisa melukai dirinya. Akan tetapi, Florensia sepakat dengan Alternate Rina Shirasaki.
"Aku ikut membantu!" ucap Rachel secara sukarelawan.
"Semakin banyak orang, semakin lebih baik,"
Mereka bertiga menerjang Orion dengan penuh semangat. Meski Alternate Rina Shirasaki, Florensia dan Rachel mengalami luka cukup parah, tetap saja mereka ingin mengulur waktu supaya Aisyah cepat sadar. Karena Alternate Rina Shirasaki akan memberikan kemampuan baru untuknya. Hanya gadis berhijab yang bisa melakukannya.
~o0o~
Di sebuah dimensi, tepatnya di alam kesadarannya. Aisyah terbangun dari sebuah mimpi. Gadis berhijab melihat banyak orang berlari-lari bermain alam. Petak umpet sampai makan bersama dengan keluarga mereka masing-masing.
Hijau asri rerumputan dan pohon berdiri kokoh. Burung bercicit disertai para hewan berkumpul. Mereka menikmati sungai mengalir. Aisyah mengucek-ngucek kedua matanya. Berharap ini bukan mimpi.
"Aisyah ... selamat datang!" salah satu anak kecil menghampirinya.
"Aisyah ... apa itu namaku?" katanya kebingungan.
"Apa yang kau bicarakan? Memang itulah namamu. Ayo kemari!" ajaknya sekaligus menggandeng tangan Aisyah.
Gadis berhijab menerima ajakannya. Aisyah tidak tahu bagaimana harus meresponnya. Mereka berdua berjalan santai. Dengan wajah gembira, Aisyah dan anak kecil itu bersenang-senang.
"Jangan Aisyah ... jangan biarkan dirimu ke masuk jurang lebih dalam,"
Suara itu berusaha menghentikannya. Aisyah bertanya-tanya siapa asal suara tersebut. Anak kecil tersebut menghampirinya lagi.
"Kakak kenapa berhenti? Pasti habis memikirkan pacar ya?"
"Bukan kok. Hanya saja, kakak mulai lelah. Itu saja sih," ucapnya berbohong.
"Begitu ya. Mari ikut aku, kak. Akan kuperkenalkan pada orang tuaku," ucapnya menunggingkan senyum.
Di saat gadis berhijab menerima ajakan, suara itu muncul lagi.
"Hentikan Aisyah. Kalau kau ke sana, kau tidak akan bisa kembali ke alam sadarmu,"
Aisyah berhenti sejenak. Salah satu anak kecil menatap gadis berhijab itu.
"Kenapa kak?"
"Aku ... tidak seharusnya ada di sini?"
"Apa maksud kakak? Kakak sudah ada di sini kok ... daritadi ..." ucapnya disertai senyuman iblis.
Dia terkejut dengan sikap anak kecil itu. Ditambah orang-orang menatapnya penuh iblis. Makhluk-makhluk itu berubah menjadi liar dan membesar. Aisyah berteriak untuk menyelamatkan dirinya.
Aisyah mencoba melepaskan diri dari genggaman kegelapan. Akan tetapi, tubuhnya diikat sekuat tenaga. Gadis berhijab tidak bisa kabur dari sini. Tatapan Aisyah berubah menjadi ngeri.
Sapuan laut terus meluncur dari langit. Air yang membanjiri seluruh permukaan. Itulah kesempatan yang diambil oleh Aisyah. Dia berlari kencang. Mencoba kabur dari banjir. Akan tetapi, pergerakan Aisyah semakin lambat.
Air mulai mendekat. Aisyah menggunakan sihirnya. Tapi tidak bisa. Saat itulah, banjir menyapu bersih seluruh permukaan yang ada di sekitarnya. Aisyah menahan napas mencapai maksimal. Gadis berhijab terkejut banyak benda yang mengapung di lautan. Semakin lama dia menahannya, semakin kesulitan untuk bernapas. Dia membuka mulutnya. Air masuk ke dalam perut hingga pernapasan. Membaut Aisyah kesulitan untuk bernapas. Gelembung-gelembung pecah disertai erangan tanpa suara. Gadis berhijab berusaha meminta tolong. Tapi kedua matanya memudar perlahan-lahan.
Kedua mata Aisyah terbuka. Kelopak matanya melihat sekitar. Tapi entah kenapa ada sesuatu yang berbeda dengan apa yang dilihat sebelumnya. Pohon begitu kokoh. Menari-menari bersamaan dengan tumbuhan yang asri dan indah. Angin terus berhembus tanpa henti. Begitu sejuk dan menenangkan. Belum sampai disitu, burung-burung seperti burung gereja menghinggapi pundak Aisyah. Berkicau seperti biasanya.
"Hei, apa kabar?"
"Aisyah sudah bangun ya?"
Aisyah menoleh ke asal suara tersebut. Dia melihat sosok yang tidak asing di matanya. Yaitu Hartoyo, ayah angkatnya. Baju taqwa putih disertai songkok warna sama persis. Dia juga mengenakan sarung warna coklat dan sandal jepit. Tubuhnya bersinar disertai senyuman tulus. Membuat Aisyah menghampirinya. Menangis-nangisnya. Air mata yang membasahi kedua pipinya. Sehingga bajunya menjadi basah.
"Sudah, sudah jangan menangis," ucapnya mengusap air mata.
"Maafkan aku, Pa. Maafkan aku, Pa. Aku ... aku ..."
"Aku tahu ... tidak perlu bicara lagi, ok? Ini bukan salahmu sepenuhnya," katanya tersenyum.
Hartoyo menyadari tidak ada gunanya menyesali yang sudah ada. Dia duduk diantara rerumputan. Kemudian tidur telentang. Melihat sinar cahaya matahari yang panas sekaligus menyejukkan.
"Papa minta maaf tidak menemanimu untuk belajar bersama seperti dulu. Harusnya papa tidak melarangmu untuk bertemu dengan Gufron,"
"Aisyah juga minta maaf karena sudah melibatkan dalam masalah ini. Karena aku, papa jadi—"
"Sebenarnya Papa diundang ke sana. Jadi bukan salahmu. Yang salah ada laki-laki bertopeng badut itu. Dia di balik semua ini,"
Aisyah mengangguk setuju. Karena dia, Hartoyo sebagai ayah angkatnya telah direnggut oleh laki-laki bertopeng badut itu. Dirinya dipenuhi amarah yang membara.
"Tidak boleh bersikap dendam kepadanya. Dalam Islam, kita tidak diajarkan untuk menjadi orang pendendam,"
"Kenapa, Pa? Papa terus disiksa oleh dia. Aku tidak bisa memaafkannya begitu saja!" katanya bernada tinggi.
"Dengarkan Papa dulu," katanya tersenyum. Mengelus kedua pipi putri angkatnya.
Suara muncul dari dalam pikiran Aisyah. Dia terkejut bahwa yang menghentikan suara tersebut adalah Hartoyo sendiri.
"Jadi selama ini ... Papa yang menghentikanku ya?" gumamnya.
"Begitulah. Papa tidak mau Aisyah jatuh ke dalam kebahagiaan yang sesaat. Yang berujung pada kerugian orang lain. Tengok di sana itu," katanya sambil tunjuk ke salah satu lokasi yang dikunjungi Aisyah.
Para warga dan lainnya berlomba-lomba untuk menyelamatkan diri. Mereka ketakutan setengah mati saat melihat ombak, yang sebelumnya banjir bandang begitu dashyat. Menyapu bersih permukaan. Mulut Aisyah menganga.
"Barusan itu ... apa?"
"Itu adalah orang-orang yang tidak pernah menuruti perintah dari-Nya. Mereka terjebak dalam kehidupan dunia, sehingga lupa bahwa setelah kematian masih ada lagi. Tapi mereka tidak percaya begitu saja dan lebih memilih menggunakan keserakahan mereka. Tidak beribadah kepada-Nya,"
Aisyah mengerti hal itu. Tapi ini terlalu kejam. Anak kecil itu tidak berbuat salah. Dia bertanya-tanya kenapa orang tua memaksakan keinginan untuk kepentingan diri mereka sendiri. Tidak pernah sekali pun untuk membahagiakan buah hatinya.
"Jangan merasa terpuruk begitu. Suatu saat, kau pasti mengerti," ucap Hartoyo.
"Tapi bukankah Papa mengajarkanku untuk terus berbuat kebaikan ya?"
"Betul. Hanya saja, Papa tidak mau bernasib sama sepertimu. Ditambah lagi, Aisyah memiliki teman yang senantiasa menantimu. Pilih lah jalan yang menurutmu benar dan selalu berbuat amal kebaikan untuk-Nya. Insya Allah, kau akan mendapatkan ridho dari-Nya," ucap Hartoyo.
Tiba-tiba, jiwa Hartoyo mulai menghilang. Aisyah terkejut bahwa ayah angkatnya mulai menghilang. Dia mencoba menggapai tubuh Hartoyo. Tapi malah tembus.
"Kenapa ... kenapa begitu cepat?"
"Aisyah ... Papa titip pesan kepadamu. Apapun yang terjadi, jangan pernah menyesali apa yang Aisyah lakukan. Tapi menyesali lah apabila keinginan tidak pernah diwujudkan. Sudah saatnya kau bangkit dari keterpurukan dan wujudkan bahwa kau bisa menyelamatkan dunia. Tidak peduli sekeras apapun cobaannya. Penderitaan dan putus asa, semua bisa kau jalani dengan kepala tegak. Melangkah maju dan tidak boleh menyerah! Papa akan senantiasa mengawasimu ..."
Saat itulah, mata Aisyah terbuka. Aura yang terpancar dari dalam dirinya. Terlihat Alternate Rina Shirasaki, Rachel dan Florensia bertarung melawan sosok pria yang tidak asing. Dia melemparkan [Fireball] ke arahnya. Orion terkejut dan menghindarinya.
"Bertambah lagi orang merepotkan,"
"Aisyah!"
"Bocah," semprot Alternate Rina Shirasaki
"Lama sekali kau, dasar anak merepotkan!" gerutu Floresnia mengusap air mata.
Tatapan Aisyah berubah menjadi tekad. Orion terkejut dengan tatapan itu. Tidak salah lagi. Tatapan itu mengingatkan pada sosok yang tidak asing di matanya.
"Apaan mata itu? Apa kau merasa kasihan kepadaku?"
"Sayangnya tidak ... karena aku sudah terbuka mata batinku,"
Dia melepaskan anak panah ke Orion. Akan tetapi anak panah itu berubah menjadi ledakan besar. Memaksa Orion mundur dalam kondisi terbakar.
"Bukankah mentalmu jatuh akibat dia meninggal? Bagaimana bisa kau bangkit kembali?"
"Karena aku memiliki kepercayaanku pada orang-orang yang kusayangi. Mereka ... mereka tidak akan pernah tergantikan! Beliau berpesan apapun yang terjadi, jangan pernah menyesali apa yang kulakukan. Tapi menyesali lah apabila keinginan tidak pernah diwujudkan. Melangkah maju dan tidak boleh menyerah. Itu lah papaku titip pesan kepadaku!" teriaknya sambil melepaskan tembakan anak panah ke pipi Orion.
Orion merasakan tembakan tersebut nyaris mengenai. Dia mengelus luka pada pipinya, terlihat wajahnya memerah karena kesal terhadap Aisyah. Tidak sudi mendengarkan nasehat darinya.
"Serangan berikutnya tidak akan meleset lagi. Maju ke sini! Akan kuakhiri pertarungannya!"
To be Continued