Chereads / Sagitarius Girl / Chapter 31 - Chapter 17. Kekuatan Baru (Part 1)

Chapter 31 - Chapter 17. Kekuatan Baru (Part 1)

"Aisyah! Oi Aisyah!" teriak Fanesya.

Dia mencoba membangunkan sahabatnya. Tapi tidak kunjung sadar. Tubuhnya terkulai lemas. Florensia mengeluarkan Pedang Firdaus. Langsung menebas ke seluruh penjuru area kabut. Tapi kabut tersebut tidak kunjung menghilang. Sebaliknya semakin menebalkan penglihatan. Florensia tahu hal itu.

"Rachel, bawa dia untuk pergi dari sini!" perintah Florensia.

"Tapi—"

"Tenang saja. Aku tidak akan mati semudah itu. Bila ada musuh menghampirimu, tembak saja menggunakan crossbowmu. Paham?" kata Florensia.

Rachel mengangguk pelan. Dia menggotong bersama Fanesya. Dengan begini, Florensia bisa bernapas lega. Bahwa beban yang dia pukul semakin berkurang. Kedua tangannya memegang ujung belati Pedang Firdaus. Ujung pedang tersebut perlahan-lahan mengeluarkan elemen api. Lalu menebasnya sekali lagi. Kali ini berlari kencang.

"Siapapun kau, tidak akan mudah menghapus keberadaan kabut milikku," suara menggema dengan bernada meneror telinga Florensia.

"Tidak sampai aku benar-benar berhasil mencobanya," katanya bersikap tenang.

Florensia mengayunkan pedang. Membentuk sebuah lingkaran kobaran api. Lalu menancapkan pedang ke tanah, mengeluarkan ledakan api dari dalam tanah. Ratusan batu menyebar ke seluruh area. Memijakkan kaki kanan dari batu raksasa. Lalu menusuk ke bagian kabut tersebut. Perlahan-lahan kabut tersebut memudar.

"Sudah kuduga. Arah kabut ini tidak dilindungi barrier," gumamnya.

Pria berjas hitam terkejut dengan serangan kejutan Florensia. Lalu dia berjalan dengan jarak kaki cukup jauh. Kaki kiri, kaki kanan dia hentakkan. Lalu mengeluarkan elemen api dari tangan kanan. Sorotan mata berubah menjadi merah.

"[Hellfire]!"

Sihir elemen api menyebar ke seluruh jalan raya. Membakar sebagian tanaman dan kabut. Florensia mengetahuinya saat ada arah yang tidak terlindungi kabut. Burung-burung tidak menghampirinya. Sebaliknya, kawanan hewan mengarah ke arah sebaliknya. Untuk membuktikan teori itu benar, Florensia menggunakan elemen api untuk memastikan. Dan benar saja. Kabutnya tidak terlindungi karena ada barrier tipis. Seukuran benang tipis. Florensia mengambil langkah inisiatif, yaitu menggunakan [Hellfire] serta menyebarkan kobaran api ke titk tersebut.

"Tidak buruk juga, nona Templar. Florensia Sihombing," katanya tawa terkekeh.

"Kau tahu namaku?"

"Aku tidak pernah melupakan keluarga Sihombing. Keturunan Templar Knight sekaligus satu-satunya Grandmaster berdarah murni. Keluargamu telah membunuh keluarga dan istriku," ucapnya bernada tinggi.

"Jadi intinya kau ingin membalas dendam kepadaku karena keluargaku membunuh keluargamu? Kedengarannya menjijikkan," balasnya bernada datar.

"Diam kau, dasar gadis kecil! Apa kau tahu berapa lama aku menyimpan dendam ini kepada keluarga Sihombing. Seharusnya aku yang mewarisi keturunan pedang Firdaus itu! Bukan kau!" teriaknya disertai dua buah belati menghampiri Florensia.

Florensia menghindarinya dengan cepat. Lalu menebas tanpa ada keraguan. Sayangnya, itu hanyalah bayangan. Pria berjas hitam itu membuka kain coklat. Menyalakan machine gun miliknya. Suara tembakan dan shellcase berjatuhan. Florensia berlari dengan kecepatan. Dia menggunakan sihir [Flare Accel].

Gadis bandana merah polkadot menyalakan api sekali sebagai pelindung. Tapi pria berjas hitam menerjangnya. Machine gun yang dia taruh, dinyalakan otomatis. Membuat pelindung api semakin menipis. Dan semakin lama api yang dibuat olehnya akan mudah ditembus. Florensia tidak memiliki pilihan kecuali mundur beberapa langkah. Mempersiapkan langkah berikutnya. Sayangnya, pria itu tidak memberikan waktu jeda untuknya. Florensia terus dibombardir dua serangan. Baik dari sisi machine gun maupun pria berjas hitam. Rahang giginya menggeram. Florensia mengayunkan Pedang Firdaus. Batu sinar merah menyala-nyala. Melompat dari pijakan kaki kiri. Lalu menebas dari arah vertical.

"[Power Attack]!

Pria berjas hitam terkejut bukan palang menerima serangan semacam itu. Tapi dia sudah memprediksikan pergerakannya. Sebaliknya, pria itu sudah mulai menunjukkan tanda-tanda serius. Dia membuka kacamata. Menunjukkan bekas luka pada mata kiri. Florensia menelan ludah. Orang itu benar-benar berbeda sekarang. Dia serius ingin membunuhnya. Apalagi, kuda-kuda itu tidaklah asing. Kedua lutut ditekuk. Kedua belati yang dia pegang diangkat seperti pemasungan Kristiani.

"[Anchor]," gumamnya.

Sebuah serangan pertama diarahkan ke Florensia. Mata Gadis itu terbelalak. Dia menangkis sekuat tenaga. Tapi terlambat. Pria berjas hitam menebasnya. Sehingga bahu dan lengan gadis itu terkena tebasan. Florensia berdecih kesal.

"Aku benci skill itu," gumamnya.

Dia terus menekan serangan. Tapi pria berjas hitam menghindarinya mudah. Dia melancarkan [Anchor] sekali lagi.

Florensia terus menangkisnya. Dia menganalisa kemampuan pria berjas hitam. Skill [Anchor] merupakan skill yang dikembangkan oleh pembunuh untuk mengalahakan musuh. Terutama musuh terkuatnya, Templar Knight. Ingatan Florensia terbuka mengenai [Anchor]. Skill itu tidak memiliki kelemahan sama sekali. Bisa dikatakan, lebih sempurna dibandingkan skill [Sword Style] milik Templar Knight.

Dia merutuki dirinya sendiri, menghadapi musuh terkuat sekaligus memiliki darah serupa. Florensia tidak mengerti dengan dunia ini. Dan takdir yang menantinya. Gadis bandana merah polkadot memejamkan mata, sembari merasakan denyutan nadi pedang Firdaus.

Sebuah ilusi tergambar begitu jelas dari kedua mata Florensia. Gelembung air berbuih di sekujur tubuhnya. Florensia terus menyelam, tanpa mengenakan sehelai benang pun. Kedua tangannya digerakkan tanpa henti. Mencoba menggapai sinar putih.

Ketika Florensia konsentrasi, pria berjas hitam menyerangnya. Rachel yang bersembunyi memilih menampakkan diri. Menggunakan anak panah berisi bom berukuran mini. Lalu dilepaskan ke arah pria berjas hitam. Jemarinya berhasil menangkap anak panah. Tapi bunyi timer nyaring di telinganya. Disertai ledakan yang besar.

Rachel menyeringai gembira karena berhasil mengalahkannya. Tapi ledakan tersebut belum cukup untuk membunuh pria berjas hitam. Yang membuat Rachel shock adalah dia muncul di depan matanya, menusuk ke jantungnya.

"Rachel!" bentaknya.

Namun Rachel mendorongnya kencang. Pria berjas hitam membuang percikan darah dua buah belati miliknya. Anehnya, Rachel tidak kunjung mati. Fanesya untuk pertama kali melihat sisi lain Rachel.

"Oi, siapa yang mengganggu tidurku?" suara Rachel berubah menjadi wanita paruh baya.

"Dia orangnya," tunjuk ke pria berjas hitam.

Rambut Rachel berubah menjadi putih. Tangan kiri menyembuhkan tusukan dari pria berjas hitam. Setelah itu, dia melaju kencang. Menyerangnya habis-habisan. Pria berjas hitam terus ditekan tanpa henti.

"Apa-apaan barusan itu? Seharusnya gadis itu sudah kubunuh. Tapi kenapa—"

"Kau berpikir demikian? Sayangnya aku mengambil alih tubuhnya. Berapa kali pun dia terbunuh. Aku akan terus menyembuhkannya," katanya menyeringai.

Rachel melepaskan anak panahnya dengan crossbow. Kali ini dilumuri racun dari tubuhnya. Pria berjas hitam mundur secara cepat. Menggunakan [Anchor] sekali lagi. Di saat genting, Florensia masih berkonsentrasi penuh. Fanesya merasakan tekanan darinya. Baik dari sosok merasuki tubuh Rachel, maupun Florensia. Seperti ada dua sinkron yang saling berhubungan satu sama lain.

Di sisi lain, Florensia masih berada di alam kesadaran. Dia terus menyelam tanpa henti. Waktu di sini berhenti. Tangan kiri dan tangan terus berenang. Menahan napas. Akan tetapi, Florensia tidak kuat lagi. Tangan kanan berusaha menggapai sinar putih itu. Florensia membuka mulutnya, mengalami sesak napas. Lehernya tidak mampu menyerap semua air dalam tubuhnya. Ketika putus asa, Florensia terus berjuang. Kedua matanya mulai tidak terlihat. Rongga hidung tidak mampu menahan luapan air. Menjelang sekarat, Florensia berhasil mendapatkan sinar itu. Jari telunjuk berhasil menyentuhnya.

Sinar putih menyinari tubuh Florensia. Membuang semua luapan air dalam tubuhnya. Kemudian, dia mendarat di pijakan tanah. Batuk berkali-kali hingga air dikeluarkan dari rongga mulut dan pernapasan. Tubuhnya basah kuyub.

Sosok bayangan mulai menghampirinya. Perlahan tapi pasti mulai memudar. Nampak sosok yang tidak asing di mata Florensia. Seorang laki-laki tua yang dikagumi olehnya. Berjanggut putih, membawa pedang Templar bersama puluhan ribu ksatria lainnya.

"Kau pasti Florensia Sihombing ya?" tanya nya.

"Anda-anda pasti—" mulutnya dikatup oleh seorang laki-laki tua. Gelengan kepala dari laki-laki tua berjanggut putih.

Kemudian, beliau mendekati wajahnya. Senyuman ramah terpancar dari bibirnya. Seakan-akan tidak asing. Begitu hangat dan auranya menggebu-gebu.

"Kau pasti lelah bukan? Karena tidak ada pengakuan dari orang lain sekitar?"

"Tidak. Aku sudah diakui oleh seseorang," balasnya menitikkan air mata.

"Kalau boleh tahu, siapa namanya?"

Florensia agak malu mengatakannya. Tapi mengingat mereka adalah para ksatria, tidak ada salahnya terbuka sama mereka semua.

"Aisyah Marwadhani. Dia rivalku sekaligus teman pertamaku,"

"Rival?"

Para ksatria menggeleng kepala atau saling mengangkat kedua bahunya. Lokasinya berubah menjadi karangan bunga luas. Dilengkapi kicauan burung, hewan yang istirahat diantara rerumputan. Pohon dan air mancur berada di tengah-tengah. Bunga bermekaran begitu indah dan cantik.

Florensia duduk bersilang, tersenyum lebar ke arah para ksatria.

"Dia seorang muslimah. Meski sikapnya berbeda dari muslim umumnya. Tapi orang itu ... dia agak unik," katanya tersenyum.

"Begitu ya?" katanya tersenyum.

"Aku melihatnya dia memang penuh masa lalu kelam. Sama sepertiku. Tapi ... aku ingin terus bersamanya, apapun yang terjadi. Aku tidak tahan melihat dia sendirian di dunia ini," tambah Florensia melihat pekarangan bunga.

Para ksatria melakukan sama seperti Florensia lakukan. Angin berhembus kencang. Tidak peduli di manapun berada, angin selalu bersamanya. Florensia menyadari hal itu.

"Jadi ... kumohon pinjamkan kekuatan kalian!" Florensia membungkukkan badannya. Memohon bantuan kepada mereka.

Laki-laki tua berjanggut tua tersenyum tipis. Menaruh pundak Florensia.

"Apa kau yakin dengan keputusanmu?" katanya.

"Ya! Aku yakin! Karena ... dialah cahayaku!" katanya air mata terus membasahi kedua pipinya.

Saat itulah, laki-laki tua berjanggut tua berubah wujud menjadi seorang Grandmaster. Auranya terpancar dari seorang ksatria mulai menghilang sepenuhnya. Kemudian, para ksatria berdiri tegak. Mengacungkan pedang ke langit. Grandmaster tersebut mengeluarkan pedang Firdaus miliknya. Menaruh kedua pundak dan merapalkan mantra.

"Ex Hoc rite facere Florensia Sihombing ... Grandmaster Tamquam Omnino ... signum iureirunando fenestram er morbi,"

Pedang Firdaus milik Grandmaster menyala terang. Menaruh sebuah jiwa ke dalam pedang tersebut. Kemudian merasuki tubuh Florensia.

"Nah Grandmaster Templar. Sudah saatnya mengakhiri pertarungan ini. Dan tunjukkan ke dunia bahwa Templar Knight masih ada," kata Grandmaster berdengung kencang.

"Baik. Atas nama Grandmaster Templar, Florensia Sihombing ... saya akan melaksanakan perintah anda untuk mengakhiri perang ini! Serta membawa kejayaan bagi Templar Knight!" teriak Florensia bersumpah.

Sinar pedang miliknya menyala-nyala. Membuat pria berjas hitam terkejut dari arah belakang. Wanita tua yang merasuki Rachel hanya terkekeh melihatnya.

"Dasar Pak Tua! Lama sekali kau!" katanya.

"Apa katamu?"

"Tugasku selesai. Jadi ... kuserahkan padamu ... bocah," katanya disertai perubahan drastis dari diri Rachel.

Tubuhnya ambruk ke tanah. Diganti dengan Florensia menebas ke pria berjas hitam. Dia terkejut serangannya yang semula dapat dihindari mudah, menjadi berlumuran darah.

"Ini—"

"Kau terkejut bukan?"

Florensia tidak ada perubahan sama sekali, kecuali Pedang Firdaus menyala bagaikan darah merah. Lalu cipratan darah dihisap oleh pedang tersebut. Pedang milik Florensia juga menghisap darah Florensia.

Fanesya tidak menyangka perubahan drastis pada diri Florensia. Semacam pedang kutukan ditunjukkan ke gadis bandana merah polkadot itu.

"Kita lanjutkan lagi pertarungannya, Assassin sialan!"