Chereads / Sagitarius Girl / Chapter 21 - Chapter 12. Kemunculan Secara Tidak Terduga (Part 1)

Chapter 21 - Chapter 12. Kemunculan Secara Tidak Terduga (Part 1)

Florensia, Aisyah, dan Fanesya keluar dari ruangan di lantai atas. Mereka bertiga berjalan menuruni tangga dengan ekspresi resah. Aura yang terpancar sedikit menegang seperti sebelumnya. Ketiganya tidak ada yang mau berbicara. Wajahnya pucat pasi. Bingung bagaimana harus menanggapinya.

Setengah jam sebelum bel berbunyi …

"Begitulah cerita singkatku. Agak aneh kan?" tanya Florensia.

"Tapi memang agak mengganjal sih. Bayangkan, orang tersebut merupakan pelarian dari luar negeri, bagaimana bisa dia menguasai bahasa yang bukan dari negari kita. Memang Templar Knight berhenti pada era Raja Phillip. Tapi yang kukhawatirkan adalah penyebarannya terlalu cepat. Kudengar juga ada sebuah organisasi bernama DeMolay International. Dan sudah mendapatkan anggota lebih dari puluhan ribu. Menyebar ke seluruh penjuru dunia. Ditambah DeMolay juga bagian dari Mason family," ucap Fanesya.

"Mason family?" Florensia memiringkan kepalanya dengan bingung.

"Sya, bagaimana dengan di Indonesia?��� tanya Aisyah.

Dia menggeleng kepala. Fanesya tidak punya data karena keakurasi sejarah masih gelap. Oleh sebab itulah, sejarah Indonesia diliputi kelam dan sulit ditemukan. Baik fisik maupun kronologinya.

"Butuh waktu lama untuk mencari tahu. Tapi yang jelas, kita sudah mengetahui bahwa Florensia adalah keturunan terakhir Templar. Benar kan?" kata Fanesya melirik mata Aisyah.

Aisyah hanya mengangguk saja walau sebagian bisa dipahami dari perkataannya. Di saat mereka mengambil sebuah keputusan, muncul Sakurachi dan Goro Tsukishima. Keduanya digotong oleh Gufron. Terlihat mereka berdua babak belur.

"Gufron! Sakurachi! Goro! Kok kalian ada di sini?"

"Aisyah … sebaiknya kau berhati-hati dengan laki-laki bertopeng badut. Dia itu … memang kuat,"

Memang dalam pertarungan sebelumnya, keduanya patah pada senjata masing-masing. Dan tidak mengalami babak belur seperti barusan.

"Mereka berdua terkena Mandela Effect oleh laki-laki bertopeng badut," ucapnya.

"Mandela Effect? Fenomena yang masa itu dianggap tidak nyata atau sekedar khayalan?" kata Aisyah.

"Ya. Tapi perbedaannya, laki-laki itu menggunakan kekuatan miliknya. menjadikan sebuah peristiwa nyata. Contoh saja, ketika Sakurachi dan Goro melawan laki-laki bertopeng badut. Senjata mereka memang patah. Baginya, hal itu sudah biasa dan tidak mengurangi dampak serangannya. Tapi berbeda dengan laki-laki bertopeng badut. Dia mengubah sebuah realita palsu jadi kenyataan. Senjata yang seharusnya tidak mudah patah, malah hancur seketika. Ditambah efek lainnya. Yaitu senjata yang hancur, akan mengalami serangan juga. Disitulah berbahayanya dia," jelas Gufron.

Aisyah, Fanesya, dan Florensia saling memikirkan sesuatu. Lalu Aisyah menemui Gufron. Dengan santai dia menatap tajam ke mentor lebih lama.

"Ada apa? Apa kau jatuh cinta denganku?"

"Bukan, bodoh! Aku ingin tahu, apakah Mandela effect akan mempengaruhi sekitarnya," katanya bernada penasaran.

Namun tidak ada respon dari Gufron. Dia menambah jarak dekat dengannya, memilih pergi bersama Sakurachi dan Goro Tsukishima.

"Tenang saja. Mandela effect milik laki-laki bertopeng badut tidak akan mempengaruhimu. Asalkan kau mengetahui perbedaan realita dan khayalan semata. Suatu saat, kau pasti bisa membedakan dua hal itu,"

Lagi-lagi meninggalkan kata misterius lagi. Benar-benar membingungkan dia, pikirnya dalam hati.

Baru turun dari anak tangga, Florensia menggenggam pegangan tangga. Menghentakkan kedua kakinya disertai ekspresi kesal.

"Dasar sialan!"

"Sabar Florensia. Percuma saja kau mengamuk tanpa jelas. Toh dia sudah memperhitungkan hal itu," kata Aisyah berusaha menenangkan hati Florensia.

"Apanya! Dia itu sok tahu! Laki-laki bertopeng badut itu salah satu kenalanku!" bentaknya ke Aisyah.

Kedua mata Aisyah dan Fanesya terbelalak mendengarnya. Sebuah portal terbuka dengan sendirinya. Muncul Gufron sendirian. Tidak bersama Sakurachi dan Goro Tsukishima. Dia menoleh ke wajah Aisyah. Senyuman misterius dari bibirnya. Florensia menatapnya penuh kesal. Gufron tahu hal itu. Memilih mengabaikan orang tersebut. Karena kesalnya, Florensia mengacungkan ujung pedang padanya.

"Kau mau mengacungkan pedangmu ke arahku?"

"Tidak peduli perkataanmu, dia bukanlah orang seperti itu. Aku tidak mempercayainya," bantahnya.

Satu menit … dua menit … tanpa ada seorang pun yang membalas atau menjawab. Aisyah menengahi kedua pihak.

"Sudahlah kalian berdua! Jangan bertengkar!" teriak Aisyah.

"Yang dikatakan oleh Aisyah benar. Jika memang Florensia mengenal laki-laki itu, tentu saja dia akan mengetahuinya. Tetapi—"

"Itu hak kalian. Aku tidak akan mencampurinya. Hanya saja … Aisyah. Selesaikan masalah ini di sini. Mungkin beberapa waktu aku tidak berkunjung kemari," ucap penegesan keluar dari Fanesya.

"Di sini. Jangan bilang surat itu—"

"Ya. Surat itu dikhususkan untukmu seorang," katanya pergi meninggalkan Aisyah dkk.

Portal dibuka kembali oleh Gufron. Setelah dia pergi, barulah Aisyah mengerti pesan tersebut. Laki-laki bertopeng badut adalah orang berbahaya. Tapi disisi lain, dia masih ragu. Terutama perkataan Gufron. Gadis berhijab itu merasa ada sesuatu yang disembunyikan darinya. Tapi dia berkata tidak akan mencampuri urusannya. Tentu saja, Aisyah menganggap itu kesempatan emas untuk mengetahui dua sisi.

"Jika kau berpikir laki-laki bertopeng badut adalah musuh, kau salah besar. Dia itu—"

"Aku tahu, aku tahu! Hanya saja, aku ingin mengetahuinya dari mulutmu. Bukan darinya," sela Aisyah.

Fanesya manggut-manggut ucapan Aisyah. Selama ini, hanya Florensia yang mengetahui perbedannya. Apalagi ada hubungan dekat diantara keduanya.

"Haruskah aku menceritakan masa lalu lagi?" gerutu Florensia.

Tapi untuk saat ini, Florensia ingin sendiri dulu. Aisyah dan Fanesya tidak akan mudah mengorek informasinya.

Sejak insiden di tangga, mereka bertiga tidak ada satu yang berbicara. Semua dilanda pemikiran mereka masing-masing. Sampai mereka berada di kelas. Para siswa merinding melihat keakraban ketiga orang tersebut. Yang semula rival menjadi begitu dekat.

Selama pelajaran berlangsung. Terutama Bu Mirah, guru sejarah yang menerangkan, Aisyah tidak ikut dalam pelajaran. Langkah kakinya begitu berat. Bahkan ketika guru mengancam tidak mau mengajar apabila Aisyah disitu, gadis berhijab hanya terdiam. Tapi diam sedih. Tapi memikirkan sesuatu. Diikuti Fanesya dan Florensia.

"Kalian berdua juga. Apa kalian tidak punya etika sebagai siswa di sini?" bentaknya.

"Selama Ibu tidak menekan siswa tersebut, tidak peduli. Tapi saya lebih peduli dengan kondisi Aisyah. Permisi," ucap Fanesya dan Florensia.

Berapa kali Bu Mirah meneriakkan nama mereka berdua, tidak ada yang menyahut. Langkah kaki semakin ringan. Begitu bebas dan menenangkan. Mereka berdua melihat penuh iba. Duduk bersama Aisyah yang sibuk mencari artikel berita. Terutama mengenai laki-laki bertopeng badut.

"Apa kau masih penasaran dengannya?" tanya Florensia.

Namun Aisyah menggeleng pelan. Dia mematikan smartphone miliknya. Menikmati pemandangan di dekat atap. Tiupan angin membuat kain jilbab ikut tersapu. Rambut Florensia dan Fanesya terkena hembusan angin.

"Florensia, apa ada hal yang ingin dibicarakan?" tanya Aisyah.

"Seharusnya aku bertanya demikian. Kenapa aku yang harus dikhawatirkan?" gerutu Florensia.

"Ya habisnya kau tidak menjawab pertanyaanku. Begitu juga dengan Fanesya. Sejujurnya, kita tidak memiliki bukti apapun yang konkret … kecuali," Fanesya teringat dengan sesuatu. Dia mengetik jarinya di sebuah smartphone miliknya.

Aisyah dan Florensia melihat isi artikel tersebut. Isinya berupa fenomena para perampok terkena hantaran listrik. Dan sampingnya tidak begitu jelas.

"Ini kan saat aku menghadapi para perampok itu," akui Aisyah.

Mereka berdua menoleh ke wajah gadis berhijab itu. Dengan santainya, dia menjawab perkataan dari Fanesya.

"Sudah kuduga," ujarnya singkat.

"Sudah kuduga? Kenapa kau bisa seyakin itu?" kata Florensia tidak percaya dengan perkataan Fanesya.

"Karena kemampuan Aisyah … bukanlah pengendali energy. Melainkan pengendalian elemen sihir," jawabnya.

"Aku tahu. Tapi bagaimana bisa? Gambarnya tidak begitu jelas bahwa Aisyah bertarung melawan para perampok,"

"Aku menyuruh media massa untuk menghapus keberadaan Aisyah,"

Para gadis menoleh ke suara laki-laki itu. Rupanya itu Ivan. Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Jaket dan penutup wajahnya tidak dipakai lagi. Rambut begitu rapi, mengenakan kacamata trendy dan jam tangan mewah.

Perubahan drastis dari Ivan membuat para gadis kebingungan. Terutama Aisyah yang baru mengenalnya. Dia mengamati pakaian yang dikenakan.

"Kau … merubah penampilanmu sendiri ya?"

Namun tidak ada tanggapan dari Ivan. Sebaliknya, cara sikapnya berbeda dari orang umumnya. Kedua tangan dibentangkan. Dengan santainya, dia menoleh ke wajah mereka.

"Memangnya ada yang salah dengan penampilanku?"

"Tidak ada. Hanya saja … kau terlihat berbeda," katanya terus terang.

Ivan tersenyum masam. Dia duduk di kursi keramik beton dekat kelas. Mereka bertiga menghadap Ivan.

"Lalu, apa maksudmu menghapus keberadaan Aisyah?" tanya Fanesya.

"Seperti yang kalian ketahui, dia dimarahi habis-habisan oleh Pak Tono, Guru BK. Bahwa tindakannya sembrono dan menimbulkan kehilangan nyawa. Belum lagi Aisyah harus menanggung semua atas perbuatannya. Dan menyebarkan rumor tidak sedap mengenainya," kata Ivan.

"Rumor?"

Fanesya dan Florensia saling melirik. Ivan mengetik smartphone miliknya, mengirimkan sejumlah uang sebesar 10 Milyar rupiah untuk tutup mulut. Dia menunjukkan bukti pembayaran kepada beberapa Direktur Media. Seketika, Florensia, Fanesya dan Aisyah terbelalak melihatnya.

"Bagaimana bisa—"

"Ayahku seorang CEO perusahaan Amerlya. Dia merangkul beberapa perusahaan ternama. Termasuk Media massa dan digital. Jadi beliau memberikan uang tidak terbatas kepadaku," kata Ivan bernada datar.

Mereka bertiga melongo. Tidak percaya begitu saja. Disaat mereka belum mempercayai perkataan Ivan, ada live streaming tidak terduga. Sebuah demo di Jakarta. Demo yang semula damai, berakhir ricuh. Rakyat melempari batu ke para polisi. Mereka menggunakan perisai, tapi tidak menggunakan pentungan atau pistol. Malahan, salah satu polisi melemparkan gas air mata ke mereka. Seketika, para pendemo langsung pergi. Menutupi wajah atau hidung. Beberapa polisi berlari menangkap provokator di balik semua ini.

Beberapa rumah, ruko dihancurkan oleh pendemo. Bahkan pintunya juga dipukul sampai menimbulkan bunyi tidak karuan. Pasca dilempar gas air mata, mereka memilih pergi. Membuang semua senjata atau benda tajam ke jalan raya. Lari terbirit-birit. Takut dikejar oleh pihak kepolisian.

Aisyah, Fanesya, Florensia menutup mulutnya. Tidak tahu bereaksi seperti apa. Sedangkan Ivan terdiam melihat pemandangan ini. Yang membuat Aisyah tidak habis pikir adalah tidak ada satu orang pun yang berusaha menengahinya.

Baru beberapa detik, dua laki-laki berjas hitam sedang mengawasi. Itu hanya sekilas. Layar berubah hitam.

"Siapa kedua pria itu?" tanya Fanesya.

"Tidak usah pedulikan mereka. Yang paling penting, bagaimana cara kita menghentikan demo anarkis ini," ujar Florensia.

Namun Aisyah tidak bergerak. Tubuhnya terbujur kaku memegang smartphone milik Ivan. Matanya tidak lepas dari layarnya hitam. Kedua temannya berusaha menyadarkan gadis berhijab itu sampai tiga kali. Barulah pecah lamunan Aisyah.

"Apa?"

"Aisyah, apa kau baik-baik saja?"

"Katakan saja kalau kau tidak baik-baik saja," Florensia menenangkannya.

Saat itulah, gadis berambut merah muda meluncur dari atas kepala Aisyah. Sadar dirinya dalam bahaya, dia mendorong Fanesya dan Florensia ke samping. Gadis berhijab itu mundur ke samping kanan. Nyaris kedua kaki masuk ke selokan. Asap mengepul mengaburkan pandangan di depan mata.

"Aku tidak akan membiarkan kau pergi, Aisyah Marwadhani,"

Ternyata Sakurachi muncul di depan mereka berempat. Dia mengenakan baju tempur ala Yunani kuno. Berzirah emas dan mengenakan senjata gada dan kepala Ymir.

"Kau gadis yang barusan terluka, bukan?"

"Maaf, aku terpaksa melakukan ini kepada kalian!" Sakurachi melancarkan pukulan melalui gada miliknya.

Semua pandangan berubah menjadi hitam pekat. Ivan, Aisyah, Fanesya dan Florensia dibuat terkejut dengan serangan tiba-tiba Sakurachi.