Chereads / Sagitarius Girl / Chapter 27 - Chapter 15. Aksi Demo Gagal Total

Chapter 27 - Chapter 15. Aksi Demo Gagal Total

Hartoyo menundukkan kepala. Tertunduk lemas akibat dirinya lemah dalam penyiksaan. Laki-laki bertopeng badut terus menyiksanya tanpa henti. Hingga jiwa dan mentalnya hancur total. Belum termasuk jari-jarinya menyisakan beberapa saja. Tetesan darah mengucur di ujung kursi. Kedua matanya gelap, penuh kosong. Pasca laki-laki berjas hitam membuka kain penutup mata, dirinya berharap segera dibunuh olehnya. Tapi disisi lain, Hartoyo merindukan pelukan istri tercinta. Ratih dan putri semata wayangnya, Aisyah Marwadhani.

Dia meratapi penyesalan mendalam, mengikuti emosional sesaat daripada kesejahteraan keluarganya. Uang bisa dicari, tapi kebahagiaan tidak bisa ditemukan berapa kali pun dia mencoba. Air mata tangisan kini tidak terbendung lagi.

"Ratih ... Aisyah ... maafkan aku ... seharusnya papa menolak saja dan mempertimbangkan berkumpul bersama kalian," katanya.

Kalimatnya terus dia lontarkan tanpa henti. Tubuhnya gemetaran, lidahnya berkelu akibat perkataannya diulang-ulang.

Dia ingat betul saat dirinya sebelum bertemu para demonstran. Dirinya dan beberapa temannya berkumpul dalam satu titik poin. Tepatnya berada di tempat sepi.

Beberapa jam sebelum kejadian ...

Hartoyo dan Ustadz Amin berada dalam satu ruangan. Mereka melihat banyak sekali para demonstran berbaju putih. Bukan itu saja. Hartoyo terkejut para demonstran diikuti oleh para ulama yang sering nongol di Televisi. Bahkan membawa ceramah mengenai pemimpin yang tidak kompeten menangani kasus pengangguran. Sehingga kemiskinan terjadi di mana-mana. Belum lagi, calon kandidat pemimpin adalah non muslim. Mereka tidak segan-segan melemparkan pernyataan. Menuntut untuk mundur. Salah satu dari politikus, hadir dalam pertemuan tersebut. Terlihat laki-laki bertopeng badut dan kedua berjas hitam, sedang berdiri tegak. Politikus itu menyalakan cerutu, mengenakan tongkat berlapis emas. Berambut putih

"Mau sampai kapan kita di sini?"

"Betul. Apa benar setelah kita berdemo di depan panitia pemilihan, kita dapat duit sejumlah 10 juta?"

Namun tidak ada tanggapan darinya. Sebaliknya, laki-laki bertopeng badut membungkukkan badan dengan elegan. Tangan kiri dilipat sembari menatap para demonstran.

"Tenang saja. Kalian lampiaskan kekesalan kalian pada pemerintah, kemudian menuntut calon kandidat pemimpin non muslim untuk mundur dalam pemilihan umum. Dengan begitu, laki-laki ini akan maju menggantikan presiden," katanya bernada sopan.

"Begitu ya? Kalau begitu, saya tidak akan menahan diri lagi!"

"Benar yang dikatakan Ustadz Amin. Mana sempat mereka mikirin orang-orang kecil seperti kita. Yang ada mereka sibuk remisi sini, remisi sana. sampai-sampai hak rayat kecil juga diremisi!"

"Lagipula, pemimpin kita itu tidak konsisten dalam ucapannya. Biarpun ada sosok pengganti, aku malah ragu apabila dia non muslim!"

"Bisa-bisa kita disuruh keluar dari agama kita dan menggunakan kekuatan untuk mendoktrin kita!"

Semua kasak-kusuk berhasil dilancarkan dengan sempurna. Tentu saja, laki-laki berambut putih senang dengan hal itu. Meski demikian, ada sesuatu yang kurang. Laki-laki bertopeng badut masih memikirkannya.

Hartoyo merasakan aura kebencian dari para demonstran. Mereka berdemo asalkan mendapatkan uang. Di sampingnya, Ustadz tergiur dengan harta dari laki-laki berambut putih. Hartoyo memiliki firasat tidak enak akan hal ini.

Di saat Hartoyo mau pamit pulang, dia dikejutkan oleh suara ketukan keras di lantai masjid.

"Kau mau kemana?" tanya laki-laki bertopeng badut.

"Aku ..." tiba-tiba dirinya merasakan aura terpancar dari laki-laki bertopeng badut.

Orang itu benar-benar berbahaya. Bahkan Hartoyo tahu jika laki-laki bertopeng badut bukanlah manusia biasa. Malahan, aura terpancar yang ada berupa malaikat pencabut nyawa atau iblis pencabut nyawa. Keringat membasahi tubuhnya.

"Aku ... mau ke toilet. Tidak tahan lagi," kata Hartoyo gugup.

"Baiklah. Cepatlah," katanya singkat melambaikan tangan ke arahnya.

Hartoyo kini tidak bisa berkutik lagi. Dia berharap seseorang menolong dirinya untuk melepaskan diri dari laki-laki bertopeng badut. Jika Hartoyo kabur, dirinya akan dijadikan buronan atau dibunuh di tempat. Hartoyo pernah diajarkan oleh Aisyah untuk mengetahui warna aura. Cara tersebut memang dirasa aneh. Tapi dia terus melatih mental dan fisiknya.

Biasanya aura terpancar bisa berbagai macam. Merah, putih, biru, hijau, kuning, oranye dan lain-lain. Tapi untuk pertama kalinya, Hartoyo merasakan aura hitam berada di sekelilingnya. Serasa tidak berguna untuk kabur, dia memilih menetap sambil berharap ada seseorang yang mau menyelamatkan dirinya.

Hingga demo berlangsung, para demonstran menyuarakan hak aspirasi rakyat kepada DPR atau DPRD mengenai tuntutan untuk calon pemimpin harus mundur dari pemilihan umum. Serta menurunkan harga sembako dan minyak.

"Kami meminta pemerintah untuk segera menunda pemilihan umum. Karena telah menghina agama kita. Jika tidak diindahkan, maka kami akan terus berdemo besar-besar di menara ancol!" kata demonstran berkalung surban disertai membawa toa.

"Allahu Akbar!"

"Allahu Akbar!"

"Allahu Akbar!"

Teriakan menyeruakan nama Tuhan terus menggema di menara monas. Laki-laki bertopeng badut menyuruh para demonstran untuk berdemo di sana. Tujuannya bisa menarik perhatian banyak orang untuk bersuara. Demo yang dilontarkan barusan menarik banyak perhatian. Terutama kalangan media untuk meliput. Bahkan media terus membombardir berita-berita biasa menjadi heboh. Judulnya bisa membuat kalangan banyak orang mengrenyitkan dahi. Dunia juga melihat berita demikian. Sehingga banyak orang mencibir pemerintah Indonesia. Ada juga kalangan meminta pemerintah untuk melakukan perjanjian ulang. Entah di bidang ekspor impor, pariwisata, infrastuktur maupun lainnya. Akibatnya, kebijakan pemerintah tidak disetujui oleh kalagan DPR, mengingat demo skala sudah membesar.

Para polisi tidak memberikan ijin untuk mengadakan dzikir di monas. Tapi mereka tetap saja bandel. Hal itu dikarenakan laki-laki bertopeng badut dan Mr. Alexei memberikan uang tutup mulut kepada kepolisian dengan harga tiga milyar rupiah.

Dari kejauhan, laki-laki bertopeng badut dan Mr. Alexei mengamatinya dengan penuh gembira. Wajar mereka senang langkah ini bisa sukses. Melebihi ekspetasi mereka berdua.

"Tidak kusangka, rakyat Indonesia benar-benar tidak berdaya jika menyangkut uang. Rupanya uang bisa membutakan hati nurani ya," ujar laki-laki bertopeng badut.

"Ya. Rasanya tidak sia-sia bisa menghancurkan ekonomi Indonesia secara perlahan-lahan," katanya.

Mereka berdua didampingi oleh para pria berjas hitam. Kemudian, laki-laki bertopeng badut berbisik kepada salah satu pengawalnya. Kemudian bergerak ke arah kepolisian yang berjaga.

"Rencana kedua akan dimulai," gumam laki-laki bertopeng badut.

Para polisi menerima uang cek dan transfer, langsung bergerak untuk memadamkan kobaran api yang menyuarakan kebencian kepada pemerintah dan calon pemimpin. Hartoyo tidak percaya, bahwa semua orang diamankan oleh para kepolisian. Bukan itu saja yang membuat dia khawatir. Para polisi memasang gas air mata. Dilemparkan ke tiap sudut-sudut. Setelah itu, mereka menyerah begitu saja.

Hartoyo tiba-tiba melihat para polisi mulai menyalakan sirene. Mereka membawa pentungan, perisai dan bus berisi semprotan. Hartoyo menarik tangan Ustadz Amin untuk pergi dari sini. Tapi dia masih terdorong nafsu duniawi. Hartoyo tidak memiliki pilihan lain kecuali menyelamatkan diri.

"Semuanya! Dimohon untuk bubarkan demo segera! Jika tidak, kalian semua akan ditangkap atas nama mengganggu ketertiban umum!" teriak salah satu polisi menggunakan toa

"Tidak bisa! Sampai tuntuan kami dipenuhi, kami tidak akan beranjak dari sini!"

"Betul! Betul!"

Para demonstran tidak mau dibubarkan secara damai. Sebaliknya, mereka meneriaki ke para polisi bahwa mereka melanggar janji. Ketegangan memuncak ketika salah satu orasi mendekati polisi tersebut. Hartoyo sudah bisa menebak apa yang terjadi.

Lemparan batu mengarah ke salah satu demonstran. Nyaris mengenai kepala Hartoyo. Dia langsung menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Terus membungkuk tanpa henti.

"Pergi kau, polisi bangsat!"

Kini lemparan batu mulai berdatangan. Hartoyo berteriak histeris. Terus menutupi kepalanya sembari melirik ke langit. Berharap batu tersebut tidak mengenainya. Dia terus berdoa kepada Tuhan supaya tidak tertimpa musibah.

Pada akhirnya, demo pun ricuh. Para polisi berpencar ke seluruh area. Akibatnya, para rakyat menjadi korban.

Saking gemasnya, rakyat ikut dalam provokasi pendemo. Demo yang semula damai, berakhir ricuh. Rakyat melempari batu ke para polisi. Mereka menggunakan perisai, tapi tidak menggunakan pentungan atau pistol. Malahan, salah satu polisi melemparkan gas air mata ke mereka. Seketika, para pendemo langsung pergi. Menutupi wajah atau hidung. Beberapa polisi berlari menangkap provokator di balik semua ini.

Beberapa rumah, ruko dihancurkan oleh pendemo. Bahkan pintunya juga dipukul sampai menimbulkan bunyi tidak karuan. Pasca dilempar gas air mata, mereka memilih pergi. Membuang semua senjata atau benda tajam ke jalan raya. Lari terbirit-birit. Takut dikejar oleh pihak kepolisian.

Hartoyo bersembunyi di sela-sela ruko. Menutupi mulutnya.

"Kenapa bisa jadi seperti ini?" gumamnya.

Tetap saja dirinya terus mengutuk tanpa henti. Berharap demo bisa terselesaikan. Ketika dia menoleh ke belakang, sebuah pukulan mendarat ke leher Hartoyo. Dan terjatuh hingga tidak sadarkan diri.

Kedua mata dan ingatan tidak pernah lepas dari kenangan buruk itu. Dia memejamkan mata, mencoba melupakan semuanya.

To be Continued