Chereads / Sagitarius Girl / Chapter 24 - Chapter 13. Manipulasi? (Part 1)

Chapter 24 - Chapter 13. Manipulasi? (Part 1)

30 menit saat pertarungan berlangsung. Tepatnya pasca Fanesya tersungkur tanah dalam kondisi tidak sadarkan diri. Senjata Sakurachi memancarkan aura buas dan membara. Terutama gada dan kepala yang masih misterius.

Aisyah tidak menyangka pertarungan melawan Sakurachi bisa secepat ini. Apalagi gadis berambut pink tidak segan untuk menahan diri kekuatan. Dia berlari kencang, mengayunkan gada milknya. Tapi berhasil dihentikan oleh Florensia. Tangkisan gadis bandana merah polkadot terus dilancarkan. Lalu tangan kanan mengeluarkan panasnya api. Sakurachi menghindarinya dengan mudah. Sebaliknya dia memutarbalikkan tubuhnya searah jarum jam. Gada tersebut terhempaskan ke langit. Sakurachi menyeringai, meninju perut Aisyah dan Florensia. Tapi ditangkis berkali-kali. Gada milik Sakurachi telah nyaris mendarat ke tanah. Mata Sakurachi tidak lepas dari gada itu. Melakukan sliding sambil mengayunkan senjatanya ke bagian kaki. Aisyah dan Florensia terbelalak dengan tindakannya. Mereka berdua kecolongan. Dan benar saja, Sakurachi melancarkan serangan balik. Kedua kaki mereka mengalami ketidakseimbangan. Di saat jatuh, Sakurachi meninju sebanyak tiga kali ke Aisyah dan Florensia. Pukulan yang dilontarkan cukup keras hingga keluar berbusa atau batu berdahak.

Sedangkan Goro yang melihatnya hanya bisa pasrah. Dia merasa kasihan terhadap Florensia dan Aisyah. Keduanya dibully habis-habisan oleh Sakurachi. Setelah gadis berambut pink selesai mengalahkannya, Goro bergegas memeriksakan kondisinya. Terlihat mereka tidak sadarkan diri. Lalu dia menoleh Ivan yang terbelalak melihatnya. Celananya basah, berkeringat dingin. Goro menghela napas panjang. Tubuhnya menghilang dan memukul saraf lehernya hingga tidak sadarkan diri. Kini mereka bertiga tersungkur ke tanah.

"Untuk apa kau melakukannya?"

Namun perkataan Sakurachi tidak ditanggapi oleh Goro. Sebaliknya, dia menggunakan [Rewrite] untuk semua orang melihatnya. Goro berharap tidak ada satu orang pun yang menyaksikan kejadian tersebut. Tatapan semua orang kosong. Goro dan Sakurachi saling mengangguk.

Beberapa menit kemudian, muncul seorang gadis bersama temannya, sedang selesai makan di kantin. Mereka bertiga melihat Aisyah dan Florensia tergeletak di lantai. Teriakan lantang keluar dari mulutnya. Saat itulah, Sakurachi dan Goro bersembunyi terlebih dahulu, langsung bertindak.

"Ada apa?"

"Aisyah dan Florensia pingsan!"

"Baiklah! Kami berdua akan menggotongnya. Tapi nanti kalau ditanyakan para guru, bilang saja kalian melihat mereka bertiga tergeletak di sini. Ok?"

"Baiklah!"

Goro sekilas melihat nama di bagian seragam sekolahnya. Namanya Rachel. Sakurachi tersenyum tipis melihatnya. Dia pun mengikuti alur cerita yang dilakukan Goro. Sambil mengamati sekitarnya.

Setelah mengurusi mereka bertiga, tinggal mengamati Ivan yang menempel di dinding. Kondisinya masih belum kunjung sadar. Sakurachi dan Goro membawanya ke ruang kelas. Sambil berjaga-jaga, keduanya melirik kelas yang ditempatinya. Tidak lupa juga mengenakan jubah tidak kasat mata. Alasannya karena merepotkan jika menyusup lebih dari ini. Gadis bernama Rachel pasti akan curiga jika sampai ketahuan.

"Tapi kenapa harus menggunakan kain tidak kasat mata? Memangnya ini film mata-mata?" gerutu Sakurachi.

"Kau sendiri bagaimana! Kenapa malah menyuruhku menggendong bocah ini? Dia berat tahu!" balas Goro.

"Habis berat badanmu lebih besar daripada anak itu," katanya tanpa ada rasa bersalah.

Goro tidak mampu menahan amarah lagi. Dia memukul kepala Sakurachi keras. Sampai-sampai gadis berambut pink merasa kesakitan.

"Apa yang kaulakukan!"

"Itu akibatnya memperlakukanku seperti budak!"

"Memangnya siapa yang bilang kau itu budak!"

"Lalu kenapa kau tidak mau membantuku? Dan tolong jawab pertanyaanku mengenai kain tidak kasat mata!"

"Berisik kau!"

Keduanya terus bertengkar tanpa henti. Secara tidak sadar, mereka berdua telah menarik perhatian banyak orang.

Sadar apa yang mereka lakukan terlalu mencolok, dengan cepat-cepat pergi. Goro menyalakan bunyi bel di sekolah sejumlah tiga kali. Setelah itu, para siswa yang melihatnya, masuk ke dalam kelas. Bahkan ada beberapa orang yang sibuk merekam video di depannya, walau tidak menampakkan batang hidungnya.

Mereka sudah pergi duluan. Dan tidak menimbulkan suara kegaduhan lagi semenjak itu.

Siang hari menjelang bel berakhir, Aisyah bangkit dari kasurnya. Mencoba untuk berdiri. Dia menatap jendela dengan rasa amarah tinggi. Akan tetapi, Aisyah ingat yang dipelajari selama berada di rumahnya. Apabila seseorang merasa marah atau kesal, dipersilahkan untuk duduk, membaca istighfar dan menarik napas dalam-dalam. Dan itu dilakukan oleh gadis berhijab itu. Setelah itu, Aisyah melirik jam dinding, menunjukkan pukul hampir pukul tiga sore. Kurang sepuluh menit lagi.

Dia keluar dari ruang UKS, melihat sosok Sakurachi di depannya. Aisyah terkejut dan menyerang gadis berambut pink itu. Tapi itu hanyalah ilusi semata. Aisyah mengucek-ngucek kedua matanya. Di sampingnya, terdapa tiga orang sedang ketakutan. Gadis berhijab itu menyadari hal itu. Menutup matanya pelan-pelan. Setelah itu dia pergi dengan langkah tertatih-tatih. Sebetulnya trauma kekalahan melawan Sakurachi masih membekas di ingatan dan hatinya. Seakan-akan luka lama terus menganga dan sulit disembuhkan.

Aisyah telah sampai di masjid sekolah. Begitu kokoh dan kuat. Ada speaker di atas tangga. Berukuran sedang, mengumandangkan adzan sholat ashar. Untuk saat ini, Aisyah memutuskan untuk sholat berjamaah di masjid. Kendati demikian, dirinya sudah pasti menarik perhatian banyak orang.

Dia membuka kerudung putih, mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat sunnah. Tidak lupa juga memasang mukena, pinjam dari masjid sekolah. Setelah menunaikan sholat dan dzikir, dia berdoa kepada Tuhan supaya cobaan yang dialaminya bisa dimudahkan dan diangkat permasalahannya.

Setelah itu, dia berjalan menuju ruang kelas. Tapi luka yang diterima masih belum sembuh. Dan terus berjalan menahan rasa sakit yang dialaminya. Aisyah dikejutkan oleh teriakan Rachel.

"Aisyah!"

"Rachel! Kenapa kau ada di sini?" tanya Aisyah bingung.

"Justru aku ingin bertanya kepadamu. Apa yang terjadi padamu?" tanya balik Rachel.

Aisyah kebingungan. Bukannya dia menolong dirinya saat kondisi tidak sadarkan diri bersama Florensia dan Fanesya. Seketika, Aisyah menyadari sihir yang digunakan oleh Sakurachi dan Goro.

"[Rewrite] ya?" gumamnya.

"Rewrite? Apa itu kata dari bahasa Inggris?"

"Y-ya … begitulah,"

Ternyata Sakurachi dan Goro mengubah ingatannya. Mereka berdua diam-diam melakukan sulit ditebak. Aisyah menghela napas. Dia berharap tidak mengubah ingatan Fanesya dan Florensia.

"Aku habis bertarung sama Florensia," katanya.

"Bertarung? Kau bertarung melawan Florensia menggunakan senjata apa? Kok banyak sekali luka di tubuhmu," katanya mengkhawatirkan kondisi Aisyah.

Namun Aisyah buru-buru menepisnya. Dia menggenggam kedua tangan Rachel.

"Tolong rawat Fanesya dan Florensia. Aku masih ada urusan lain. Untuk saat ini, kupercayakan ekskul panahan kepadamu," katanya Aisyah berlalu.

"Tunggu sebentar! Kau mau pergi ke mana! Oi!" teriak Rachel melihat Aisyah semakin menjauh.

Perkataan Rachel tidak diindahkan oleh Aisyah. Dengan kondisi itu, Rachel tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi karena permintaan Aisyah, dia harus bergegas ke ruang UKS.

Di lain pihak, Aisyah membulatkan tekad untuk mencari tahu kebenarannya sendiri. Meski Sakurachi dan Goro menjadi penghalang bagi dirinya. Tidak lupa juga busur panah miliknya diambil dari dalam kelas. Memang teman-temannya tidak berani memegangnya dikarenakan busur panah tersebut didesain khusus untuknya. Ketika Aisyah sudah ke kelas, dia meminta ijin kepada guru bersangkutan untuk pulang lebih awal. Dan guru tersebut mengantongi ijin Aisyah. Setelah gadis berhijab pergi, pelajaran mulai dilanjutkan.

Bayangan miliknya, Aisyah berharap Rachel bisa menghentikan Florensia dan Fanesya. Jika diperlukan, dia bisa mengatasi permasalahan ini.