Chereads / Sagitarius Girl / Chapter 9 - Chapter 08. Babak Baru sebagai Pemanah

Chapter 9 - Chapter 08. Babak Baru sebagai Pemanah

Banyak siswa berbisik jika menyangkut Aisyah. Terlihat mereka menjauhinya. Aisyah sudah menduga karena tindakan heroiknya ditolak mentah-mentah. Sudah pasti dirinya dijauhi.

Kali ini, tas berisi crossbow hitam. Tidak membawa busur panah seperti biasanya. Fanesya melirik sekitar, meloloti mereka yang suka bergosip. Baginya, itu pembicaraan tidak penting. Tidak ada gunanya berteman dengan orang-orang seperti mereka.

"Pasti Aisyah bawa senjata lagi,"

"Sampai kapan sih dia tidak membawa senjata ke sekolah? Padahal sudah jelas-jelas membawa senjata dilarang lho,"

"Aku tidak mengerti dengan gadis itu,"

Bisikan demi bisikan terus mendesis layaknya ular sedang bersiap menerkam dan menggigit mangsanya kapanpun dia mau. Dan Fanesya sudah memperhitungkan hal itu. Ketika beberapa siswa mencibirnya, dia mengambil tindakan. Crossbownya disentuh-sentuh. Menatap tajam kepada siswa yang mencibirnya. Menyeringai jahat. Para siswa pergi dengan tubuh gemetar. Fanesya menutup tas milik Aisyah dan kedua pergelangan tangan dilipat. Matanya memejamkan sejenak.

"Ngomong-ngomong, tumben sekali membawa Crossbow? Biasanya busur panah setiap harinya," ucapnya.

"Kau mau mencoba ini?"

"Aku menolak. Senjata bukan spesialisku," katanya melambaikan tangan menolak tawaran Aisyah.

Wajar Fanesya menolaknya. Dia tidak memahami mekanisme senjata. Berapa kali pun dia mengayunkan pedang, tongkat hingga menarik pelatuk pistol tetap tidak bisa berjalan dengan baik. Bahkan Aisyah sering mengejeknya karena tidak bisa bela diri. Walau demikian, Fanesya berusaha keras untuk mempelajari sedikit bela diri. Terutama Aikido. Dia mempelajarinya dari Aisyah, yang semula tidak mau mengajarkan. Meski sekedar teknik dasar, Fanesya terus menekuninya. Ketika melakukan sparring match, Aisyah kalah telak oleh Fanesya. Sejak itulah, dia tidak pernah diejek lagi olehnya.

Sesampainya di pintu masuk sekolah, mereka berdua dicegat oleh Pak Tono. Terlihat rau wajah beliau mulai galak.

"Aisyah, sudah berapa kali kubilang—"

"Maaf Pak. Dia sedang kesal terhadap suatu hal. Jadi mohon Pak untuk pertimbangkan memberikan keringnan," ujar Fanesya memohon sambil membungkukkan badan.

"Tidak bisa! Kalian sendiri tahu aturan sekolah dilarang membawa senjata dengan alasan apapun! Parahnya lagi, Aisyah menaruh busur panah ke ruang BK! Hari ini kalian akan saya—" tiba-tiba aura intimidasi terpancar dari tubuh Aisyah.

Tatapan dingin dan menusuk ke wajah Pak Tono. Keringat beliau bercucuran dingin, membasahi kedua pipinya. Para siswa juga merinding melihat Aisyah yang dilimuti kegelapan mencekam. Perasaan buruk Fanesya akan muncul. Dia memutuskan untuk menenangkannya.

"Aisyah, sebaiknya ikut aku sebentar. Kurasa tidak ada salahnya kau bertemu dengannya kan?"

"Rachel ya?"

"Ya dong! Barusan Rachel mengajakku untuk makan bersama di kantin. Toh dia berencana mengajakmu untuk mengajari itu," tunjuk Fanesya ke Crossbow yang ditungganginya.

Pancaran kegelapan Aisyah perlahan-lahan memudar. Para siswa ketakutan melihatnya. Terutama Ivan yang terkejut aura gadis itu. Serasa gelap dan menyakitkan. Seandainya Pak Tono bersikeras mengambil Crossbownya, Aisyah tidak akan ragu untuk membunuh semua orang di sekolah. Beruntung sekali Fanesya bisa menenangkannya.

"Maaf, Sya. Ituku kambuh," akuinya merasa tidak enak badan.

"Ya, ya. Aku mengerti kok. Sana cuci muka dan sholat dhuha. Sisanya biar aku yang mengurus," ujar Fanesya tersenyum.

Aisyah langsung pergi meninggalkan Fanesya sendirian. Setelah dia menjauh, dengan buru-buru Pak Tono menemuinya.

"Kenapa anda mau berteman dengan orang seperti dia? Dia itu aneh dan susah dikendalikan,"

"Terus saya harus bilang wow gitu?" ucapnya datar.

"Apa?"

Fanesya menghela napas panjang. Tidak menyangka guru juga termasuk kategori orang bodoh. Walau dia menduga teman-temannya tidak pandai, tapi kemampuan berpikirnya sudah mulai membaik. Sebaliknya, para guru malah mengadopsi system lama.

Gadis itu memberikan formulir berupa pendaftaran anggota Perpani. Dia juga menunjukkan surat-surat berupa sertifikat dan piagam penghargaan kepada Aisyah. Pak Tono melihatnya. Terbelalak membacanya.

"Tidak mungkin! Bagaimana bisa?"

"Karena Aisyah tidak mau memamerkan hasil jerih payahnya kepada siapapun. Sebenarnya, dia sudah terampil dan bercita-cita menjadi atlet. Tapi karena terkendala sekolah yang tidak memiliki fasilitas memadai dan restu dari Kepala Sekolah, maka dia membawa peralatannya sendiri secara diam-diam. Bahkan aku sendiri juga kesulitan mencari target dengan bahan yang sesuai untuknya," akui Fanesya.

"Bapak mungkin tidak sadar. Tapi dia menggunakan nama aliasnya supaya dipertandingkan. Jika tidak diijinkan, ya terpaksa Aisyah akan melakukan hal di luar nalar Bapak. Yaitu membawa itu," Tambahnya menunjuk ke tas milik Aisyah.

Dalam sebuah aturan, Aisyah harus mendapatkan ijin dari orang tuanya dan sekolah bersangkutan untuk ikut serta dalam pembinaan atlet panahan. Rencananya, peserta akan diseleksi di Jakarta dan Surabaya. Aisyah berencana mengambil Surabaya sebagai jalan pertama.

Oleh sebab itulah, Fanesya membantu meyakinkan Hartoyo dan Ratih supaya merestui secara diam-diam. Tapi tetap saja, keputusan mereka tidak berubah. Yaitu tidak mengijinkan putri semata wayangnya ikut atlet panahan.

"Sekarang anda paham kan, kenapa dia terus membawa anak panah. Jika sudah paham, maka enyahlah dari sini Pak. Saya tidak suka dengan cara bapak yang tidak respek terhadap siswa-siswi di sini," ujarnya bernada datar.

Setelah Pak Tono pergi, Fanesya menyusul Aisyah segera. Semenjak itulah, banyak murid dan guru takut terhadapnya.

~o0o~

Rachel menyesal memberitahukan traktiran kepada Fanesya. Pasalnya, yang memakan adalah Aisyah. Bukan dirinya. Helaan napas keluar dari mulutnya. Dibandingkan dengannya, gadis ini makan banyak sampai tiga porsi. Sebenarnya Rachel merasa sungkan membantunya. Tapi karena hati Aisyah bad mood, mau tidak mau dia mentraktirnya.

Para siswa menatap tajam ke Rachel dan teman-teman. Gadis berambut panjang itu mengedipkan mata, melihat reaksi teman-temannya dengan sinis. Dia melotot tajam ke Aisyah.

"Aisyah, apa yang sebenarnya kau lakukan?" bisik ke telinganya.

Namun tidak dijawab olehnya. Sepertinya moodnya jelek. Kemudian, muncul Fanesya membersihkan kacamata dengan santai.

"Oi, Sya. Lainnya menatapku dengan sinis. Memang ada apa sih sebenarnya?"

"Oh, dia lagi PMS. Biasa lah, dia melampiaskan kemarahannya ke Pak Tono," ucapnya tersenyum.

"Pak Tono katamu bilang?" Rachel terbelalak mendengarnya.

Mereka bertiga menelan ludah. Tetesan keringat mengalir di pipinya. Selera makan mereka berkurang. Hanya bisa ditatap keburu dingin.

"Pak Tono itu kan guru BK paling menakutkan di sekolah. Kenapa Aisyah bisa seberani gitu sih?" bisik Rachel.

Akhirnya Fanesya menceritakan kehidupan singkat Aisyah. Termasuk cita-cita dan lomba yang pernah dilakoninya.

"Begitu rupanya. Aku tidak tahu kalau Aisyah membawa nama baik sekolah, tapi enggan terus terang kepada pihak sekolah," gumamnya.

"Benar sekali. Aisyah merasa tidak enak memamerkan sesuatu yang tidak disukai kalangan banyak. Apalagi sindiran-sindiran terus menghampirinya. Jadi kusarankan untuk menyembunyikan fakta itu di depan banyak orang. Untuk apa orang mendukung kita, jika mereka sendiri tidak mau menghargai kita," ucap Fanesya.

Rachel termangut-mangut mendengar perkataan dari Fanesya. Soal satu ini, Fanesya tidak terima jika Aisyah diacuhkan begitu saja. Rachel tersenyum tipis. Mengangguk-angguk paham atas hubungan persahabatan keduanya.

"Kalian berdua membuatku iri,"

"Apa maksudmu? Apa karena kita berdua lengket seperti orang kondangan," sindirnya terhadap kedua hubungan mereka.

Dia menepuk jidatnya sendiri. Rachel dan kedua temannya saling memandang.

"Tidak apa-apa. Aku bodoh menanyakan orang sepertimu," nyengirnya.

"Apa maksud dari perkataanmu, huh?" kata Fanesya tidak terima.

Aisyah melihat tingkah laku mereka berdua. Dia tidak bisa menahan tertawa lagi. Sampai-sampai dirinya menangis bahagia.

"Gimana? Apa hatimu sudah baikan, Aisyah?" tanya Fanesya.

"Ya. Ngomong-ngomong Rachel. Makasih ya sudah mentraktirku makan," ucapnya menundukkan kepala.

"Tidak masalah kok buatku. Aku lega bisa membuat hatimu tenang. Walau harus kehilangan duit sih," balasnya menjulurkan lidah.

Untuk membalas budinya, Aisyah mengajarkan Rachel dan teman-temannya untuk menggunakan crossbow. Sebagai gantinya, dia meminta kepada mereka untuk merahasiakan hal ini dari siapapun. Terutama orang tuanya sekali pun. Alasannya karena dirinya tidak berminat menonjol dalam prestasi sekolah, selama belum menjadi atlet. Oleh sebab itulah, dia terus memanah sampai benar-benar sempurna.

Dia menunjukkan formulir kepada mereka supaya tertarik untuk belajar memanah. Pada mulanya, mereka bertiga sempat ragu. Tapi karena Aisyah menawarkan crossbow, bukan panah umumnya, mereka tidak keberatan. Fanesya yang semula ogah-ogahan ikut ekskul, kini tertarik ikut untuk menjadi Ketua ekskul Panahan. Dan dia mengajukan formulir pembuatan ekskul. Mengenai masalah dana, Rachel menggunakan dana pribadi atau hasil tabungan yang dia gunakan.

Malam harinya, Rachel menjelaskan mengenai jangka panjang ekskul panahan. Orang tuanya bertanya mengenai uang yang didapat. Kemudian Rachel menjelaskan struktur dan bagaimana prosesnya. Dia juga menjelaskan akan ada event untuk panahan se daerah setempat. Rachel mendapatkan alatnya berupa crossbow. Aisyah membeberkan bahwa penggunaan crossbow mudah. Yang susah adalah jeda pengisian memakan waktu lebih dari sepuluh detik. Jika belum terbiasa, bisa lebih dari itu. Aisyah memberikannya secara cuma-cuma untuknya. Menganggap sebagai hadiah ulang tahun untuknya.

Orang tua Rachel terperangah ketika putrinya berhasil menembakkan sebuah apel. Dekat dengan meja makan di area halaman. Terus dia menembakkan berkali-kali hingga puas. Karena itulah, mereka menawarkan sponsor kepada ekskul panahan. Dan Fanesya menerimanya dengan senang hati. Dana yang dicairkan berupa 1 milyar. Junlahnya sangat banyak. Akan tetapi, mereka berlima ikut serta dalam lomba yang diadakan daerah terdekat.

Salah satunya Aisyah. Dia ingin menunjukkan bakat terpendam kepada semua orang, bahwa dirinya bisa menjadi atlet. Meski tidak didukung sekolah bersangkutan. Keesokan harinya, kelima murid latihan memanah di area sekolah. Setelah latihan selama kurang lebih 30 menit, mereka mengakhirinya segera dan bergegas ke kelas masing-masing. Sambil menunggu, Fanesya dan Aisyah mengecek PR masing-masing. Bahkan ada beberapa murid menyalin buku dari Fanesya. Mengabaikan bahwa gadis hijab itu di sampingnya.

Aisyah menyadari hal itu. Memutuskan untuk pergi menjauh dari Fanesya. Gadis berhijab mengerti, bahwa rumor tersebut memang benar. Di mana dirinya telah membuat para guru ketakutan. Ketika Aisyah melangkahkan kakinya untuk pergi, tangannya digandeng. Tidak lain adalah Fanesya sendiri.

"Fanesya ... kau—"

"Aku tidak akan membiarkanmu sendirian lagi. Tidak seperti sebelumnya," ucapnya bernada serius.

Fanesya memahami kepedihan ketika mengetahui kebenaran masa lalu Aisyah. Dia merasa butuh dukungan moral dari teman-temannya.

"Kemarilah,"

"Tapi—" ucap salah satu temannya berusaha menolaknya.

Dia menatap teman sekelasnya. Memalingkan wajah atas perlakuan Fanesya terhadap mereka. Aisyah tiba-tiba memeluk teman-teman sekelasnya. Seketika, dia kaget.

"Tu—"

"Aku mengerti ketakutan kalian. Tapi bukan berarti kalian menjauhiku hanya karena rumor kan?" tanya Aisyah menunjukkan senyuman tulus kepada mereka.

Teman-teman sekitarnya menyadari kesalahan mereka. Aisyah berusaha keras untuk berteman dengannya. Memang sangat disayangkan dirinya dimarahi oleh Pak Tono mau pun guru lainnya. Tapi gadis itu berhak mendapatkan sebuah kenangan manis selama dirinya masih remaja.

Fanesya memainkan bolpen. Memutar searah jarum jam. Tangan kanan menyentuh pipinya dengan nyengir. Lalu dia memiliki sebuah ide. Fanesya berdiri dan menghadap ke teman-teman kelasnya.

"Aku akan umumkan sesuatu kepada kalian! Aisyah membuat ekskul panahan, lho! Dia akan mewakiliki sekolah dalam lomba panahan di Surabaya!"

"Tu—"

Seruan dari para penonton bergemuruh. Mereka terperanjat kaget mendengar perkataan dari Fanesya.

"Apa itu benar, Sya!"

"Kok kita tidak diberitahu sih?"

"Sekolah ngapain aja sih sampai melupakan atlet mereka sendiri?"

"Terus apa kau sudah mendaftar di sana?" tanya salah satu teman sekelasnya.

Fanesya mengacungkan jempol. Teman-teman antusias untuk mendukungnya. Sebagai gantinya, dia akan meminta bantuan kepada Rachel untuk menyiapkan kendaraan. Tentu saja firasatnya buruk ketika ada sesuatu berkaitan dengan uang.

Di lain pihak, Florensia membaca buku novel Kafka. Dia menutup bukunya, mendongak ke Fanesya. "Bisakah diam sejenak? Sebentar lagi guru IPA datang lho."

Mendengar perkataan Florensia bernada datar, semua orang cepat-cepat untuk duduk di bangku. Langkah sepatu hitam terdengar dari kejauhan. Muncul lah Pak Yasir membawa peralatan laboratorium. Pria berperawakan tua, berambut uban, hingga berkacamata lensa tebal. Kulit sekujur wajahnya menampakkan keriput dan bekas luka di bagian pergelangan tangan.

"Selamat pagi, anak-anak!"

"Selamat pagi, Pak Yasir!" jawab serempak dari muridnya.

"Hari ini kita akan melakukan praktek uji coba terhadap rempah-rempahan. Di mana memiliki khasiat tinggi dalam kesehatan kita," jelasnya.

Semua orang antusias mengikuti pelajaran beliau. Termasuk Aisyah dan Fanesya. Mereka belajar berkelompok. Mencoba meneliti rempah-rempahan yang dibawakan. Mereka berdua mendapatkan kunyit.

Manfaat kunyit sendiri digunakan sebagai alat bumbu masak. Tapi bukan itu saja. Rempah-rempahan dengan istilah latin culcuma longa dapat meredakan nyeri sendi, penyakit jantung, kanker, mengendalikan diabetes, Alzheimer, mengurangi depresi hingga meningkatkan kesehatan pada kulit. Tiap penyakit harus dikonsumi kunyit dengan berbagai macam takaran masing-masing.

Semua orang mencoba meneliti kunyit. Termasuk Aisyah dan Fanesya. Keduanya sama-sama serius dalam percobaan ini. Satu persatu mereka menaruh serpihan atau remah-remahannya kunyit di gelas ukur.

Di saat melakukan eksperimen, kobaran api menyebar di meja Florensia. Takut apabila api menyebar ke seluruhanya, dia langsung mengelapnya. Aisyah melirik meja Florensia dipenuhi abu. Dia langsung membantunya dengan menurunkan tnagan kanannya. Menggunakan sihir air dan tanah untuk melapisi permukaan meja. Setelah itu, dia melanjutkan aktifitasnya seperti biasa. Sedangkan Florensia menoleh ke Aisyah. Dia menyadari bahwa gadis berhijab itu memiliki kemampuan sihir. Sama seperti dirinya.

Setelah jam pelajaran IPA selesai, dia bergegas menemui Aisyah. Ketika dirinya mau bertatap empat mata dengannya, salah satu murid memberitahukan bahwa Pelajaran olahraga diliburkan karena Pak Gina, guru olahraga sedang sakit. Oleh sebab itulah pelajaran ditiadakan. Semua murid di kelas pada gembira. Mereka tidak jadi ganti baju. Akan tetapi, Aisyah dan Fanesya bergegas ke kamar mandi sekaligus mengambil crossbow di dalam tas.

Resleting tas dibuka. Mengambil crossbow hitam dan sepuluh anak panah berukuran kecil. Dia mengecek senar dan pelatuk sekaligus.

"Sya, apa kita hubungi Rachel untuk minta ijin latihan?"

"Mustahil! Kau tahu sendiri, kan? Guru sejarah yang membencimu?"

"Benar juga,"

Jika diingat-ingat, hanya gara-gara pertanyaan yang logis saja tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran sejarah oleh Bu Mirah. Sebenarnya, guru macam apa yang bisa melakukan hal itu. Jika memang tidak ada jawaban, mengakui saja itu sudah cukup. Toh Aisyah bisa menjelaskan secara singkat kronologinya. Tapi guru sekarang mana mau mendapatkan ilmu baru. Sebaliknya murid harus patuh pada guru.

Mengingatnya saja membuat Aisyah sakit kepala. Fanesya menepuk-nepuk pundaknya. Dia mengirimkan pesan whatsapp kepada Rachel dan teman-temannya. Bila perlu, hindari pertanyaan yang di luar konteks buku. Sejak itulah, Bu Mirah terkejut dengan para murid yang tidak banyak bertanya. Biasanya kelas yang dihuni Rachel lebih banyak bertanya.

"Ok! Kita berangkat!"

"Baiklah! Oh ya, Florensia. Kau mau ikut denganku?" tawar Aisyah.

"Ikut dengan kalian berdua?"

~o0o~

Florensia kebingungan apakah ikut atau tidak. Ketika dia mengiyakan jawabannya, yang ada malah sebuah lapangan dan pohon berukuran raksasa di depannya. Kemudian, Aisyah menaruh target dekat pohon.

"Kenapa pula aku harus ikut dengan kalian?"

"Biarkan saja kenapa? Toh daripada kau menanyakan sesuatu yang berbahaya," celutuk Fanesya tersenyum.

"Pertanyaan berbahaya?"

"Misalnya ... penggunaan api ketika di dalam kelas. Sehingga permukaan meja jadi abu," tebak Fanesya.

Seketika wajah Florensia memerah. Dia melirik sekitarnya. Lalu menyuruhnya untuk tutup mulut.

"Kau mengetahuinya darimana?" tanya Florensia.

"Sudah jelas, bukan? Kau begitu ceroboh menggunakan api,"

Tangan kanannya dikepalkan begitu saja. Lalu dia menunjuk jari telunjuk ke arah Aisyah.

"Aisyah, aku menantangmu berduel!" teriak Florensia.

Baik Fanesya dan Aisyah mengerutkan kening. Mereka berdua kebingungan mendapatkan tantangan dari gadis bandana merah polkadot.

"Tunggu sebentar! Kenapa aku yang kena! Bukannya Fanesya?" protes Aisyah.

"Karena Fanesya tidak memiliki kekuatan sepertiku! Tapi kau ... kau yang bisa mengguankan elemen air dan tanah. Benar kan?"

Memang yang dikatakan Florensia benar. Tapi untuk apa dia mengajaknya berduel, apabila dirinya ingin menggunakan kekuatannya untuk melindungi orang lain.

Helaan napas keluar dari mulutnya. Aisyah mengambil semua anak panahnya. Kemudian dia berjalan menuju ke lapangan. Dia memegang crossbow lebih erat. Sedangkan Florensia menampakkan pedang berlogo templar. Sebuah pedang bergagang coklat, terbuat dari besi khusus supaya tidak patah. Baju yang dikenakan bukan lagi seragam sekolah. Melainkan Templar Knight versi modern. Menampakkan lengan berototnya. Tatapan tajam mengarah kepada Aisyah.

Suasana atmosfir menjadi mencekam. Beberapa orang melihatnya ketakutan. Aura yang terpancar begitu menakutkan. Sehingga tidak ada satu orang pun yang menghentikannya. Fanesya berkeringat dingin. Tubuhnya tidak mampu bergerak. Bahkan menyuruhnya untuk diam mematung.

Salah satu siswa bersin, Aisyah dan Florensia berlari cepat. Keduanya melancarkan serangan secara bersamaan. Aisyah menembakkan crossbow ke bagian kaki Florensia. Tapi melompat tinggi. Dia mengayunkan pedang berlogo Templar ke arah Aisyah. Gadis berhijab menangkisnya dengan crossbow. Tapi keburu patah benda tersebut. Aisyah melemparkan crossbow begitu saja. Kini dia tidak memegang senjata apapun.

"Percuma saja! Tanpa panah, kau tidak akan bisa mengalahkanku!"

"Begitu ya? Jika itu perkataanmu—" Aisyah berlari kencang melakukan tendangan.

Florensia mundur beberapa langkah. Dia terus meninjunya hingga mengenainya. Akan tetapi pergerakan Florensia tidak mudah terbaca. Dia terus menghindar dengan santai. Aisyah merasa tidak diuntungkan dengan pertarungan ini. Malahan, gadis berhijab itu mencari cara untuk mengalahkannya. Tanpa harus menggunakan senjata busur panah.

"Ada apa denganmu? Apa hanya seginikah kemampuanmu?" ejek Florensia ke Aisyah.

"Apa katamu bilang!" provokasi dari Florensia menyulut emosi Aisyah.

Dia meninju lagi. Tapi berhasil ditahan olehnya. Lalu Florensia menggunakan gagang pedangnya, mendorong tubuh Aisyah hingga terguling-guling. Florensia berjalan pelan, mengacungkan pedang ke leher Aisyah.

"Membosankan. Kukira kau akan menggunakan sihirmu di sini. Ternyata pertarungan kali ini lebih cepat dari kukira," ucapnya bernada datar. "Terimalah—"

"Kalian berdua! Hentikan pertarungan ini!"

Suara itu tidak salah lagi. Pak Tono, guru BK yang membuat Aisyah kesal. Florensia berdecih kesal. Menyembunyikan pedang Templar miliknya. Dia menatap gurunya, menahan emosi yang kapanpun bisa meluap-luap seperti gunung meletus.

"Besok kerahkan seluruh kemampuanmu, Aisyah. Bawalah busur panahmu dan kita akan bertarung lagi," ucapnya bernada datar.

Florensia pergi meninggalkan lapangan. Napas Aisyah tidak beraturan. Jantungnya berdetak cepat. Keringat membasahi kedua pipinya. Kedua tangannya perlahan mengepal. Kesal lantaran kalah dalam duel tersebut.

Beruntung Pak Tono ada di lapangan untuk memarahi mereka berdua. Baik Aisyah maupun Florensia. Meski Fanesya sudah menjelaskan panjang lebar, tetap saja keduanya tidak akan lepas dari hukuman.

Sejak itulah, takdir antara Templar Knight dan Gadis pemanah akan menentukan nasib akan datang.

To be Continued