Malam harinya, Aisyah menunaikan sholat Isya' dan mengaji. Dia melantunkan surah Al-Kautsar. Suara merdu keluar dari mulutnya. Sampai 10 menit kemudian, dia mengakhiri bacaannya. Al-Qur'an ditaruh di atas meja. Melepas mukenah dan membuka resleting tas. Crossbow yang dibeli secara online, hancur akibat pertarungan melawan Florensia.
"Pedang Templar ya? Kalau mengikuti era modern, Jacques de Molay pasti senang mengangkat Florensia jadi Grandmaster terakhir," gumamnya dalam hati.
Dia membayangkan Florensia menjadi seorang Grandmaster. Dia pasti menyuruh-nyuruh para pelayan untuk melayaninya. Entah disuapi, berlatih pedang hingga memerintah para ksatria dengan baik.
Seketika, Aisyah tertawa membayangkan apabila hal tersebut terjadi di dunia modern. Dalam sejarah Templar sendiri, mereka dikategorikan sebagai pasukan ksatria terkuat di dunia. Sampai satu atau dua abad. Hingga pada akhirnya, Templar dituduh melakukan pemberontakan. Dan Jacques de Molay dibakar hingga mengutuk keturunan Raja Phillip IV of France. Yang membuat Aisyah bingung adalah Florensia. Keturunannya tidak ada satu pun yang dari Templar. Meski demikian, Florensia mendapatkan pedang legendaris itu. Sebuah pedang berlogo Templar. Api menyala-nyala dan bersiap menyebar kapan saja dan di mana saja. Bisa ditebak kemampuan Florensia adalah elemen api. Kekuatan sekaligus kutukan yang diterimanya. Tanpa disadari, sihir miliknya serupa dengannya. Bedanya adalah Aisyah memiliki elemen sihir berupa api, air, tanah dan udara.
Dia terus menggali sejarah mengenai Templar itu sendiri. Organisasi tersebut didirikan pada tahun 1119 sampai 1312. Tujuannya yaitu menyebarkan aliran Kristen ke seluruh dunia, tanpa kecuali. Apabila mereka kalah, tentu dukungan semakin melemah. Belum lagi, mereka dinilai terlalu kuat. Raja Phillip IV of France tidak mau sampai Templar mencaplok wilayahnya. Dia bekerja sama dengan pendeta Clement V untuk menyingkirkan mereka. Pada tahun 1312, semua prajurit membawa sebuah surat berisi penangkapan dan menganggap Templar adalah symbol pengkhianatan kepada gereja. Mereka tidak terima dan langsung kabur. Termasuk Grandmaster Jacques de Molay. Sayangnya, mereka ditangkap dan dibakar hidup-hidup.
Itulah yang Aisyah pernah baca dalam berbagai sumber. Entah dari film dan game. Masalahnya, penyebaran pasca Templar bagaimana caranya. Tidak mungkin menyebar ke seluruh penjuru dunia karena semua ksatria Templar dibumihanguskan.
"Ternyata sejarah berbeda dengan realita. Aku berusaha mencari dokumentasi pasca Templar bubar. Tapi tidak ada petunjuk," gumamnya lemas.
Aisyah bergulung-gulung di kasur. Mencoba mengingat pelajaran yang diajarkan oleh Gufron. Tapi sampai sekarang dirinya tidak ingat. Seharusnya, Aisyah mencatatnya daripada merekam. Terakhir dia melakukannya, smartphone miliknya rusak dan tidak bisa diperbaiki. Semua data penting hilang bagaikan disapu bersih oleh ombak besar.
Oleh sebab itulah, gadis berhijab itu menulis ulang dan mencatat apa yang dia ingat. Walau demikian, hasilnya tidak sempurna.
Sebelum beranjak tidur, Aisyah menunaikan sholat isya' supaya rejekinya mendapatkan berkah. Baik Hartoyo maupun Ratih sedang berbincang serius. Hidangan makanan dan minuman tidak dihidangkan. Tapi dia tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Mas, sudah hentikan aktifitas yang dianggap mudarat. Mas coba lihat sekeliling! Tetangga kita membutuhkan uang untuk menafkahi keluarga masing-masing. Jika Mas pergi, lalu siapa yang bisa mejagaa mereka kalau bukan diri kita,"
Ratih berkata benar. Hartoyo memang niat membantu. Tpianaaknd karena caranya salah, jadi hasil yang didapat juga salah. Wajar jika Ratih berusaha menghentikan suaminya. Aisyah berdiri menuju lantai bawah.
"Apa maksud Mama bilang begitu? Apa yang terjadi, Pa!" ucap Aisyah kepada kedua orang tuanya.
Akhirnya Ratih menceritakan yang sebenarnya kepada Aisyah. Mendengar kisah dari beliau, gadis berhijab berurai air mata. Tidak mampu membendung air mata.
"Kenapa Papa ingin ikut aksi demo sih? Bukannya bahaya jika ikut bersama mereka. Apalagi kondisinya masih memanas akibat calon kandidat masih belum kunjung mundur?" katanya benada khawatir.
Hartoyo tahu hal itu. Ekspresinya muram. Tetap saja, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa jika menyangkut balas budi. Sekali dia mendapatkannya, Hartoyo dan sekeluarga tidak akan pernah lepas begitu saja. Hal itulah yang Aisyah tidak mengerti karena tiap karakter orang berbeda-beda.
Aisyah menggertakkgan giginya, langsung pergi meninggalkan mereka berdua dan masuk ke kamar pribadinya. Suara pintu dibanting keras.
Dia tertunduk lemas. Sampai kedua kakinya ikut juga. Aisyah menutup wajahnya. Air matanya tidak tertahankan. Tangisannya terisak-isak. Aisyah terus mengusapnya tanpa henti. Dia berjalan cepat. Mengecek semua perlengkapan yang dimilikinya. Kemudian menghitung jumlah anak panah dan kondisi busur panah. Tidak lupa juga membawa dua buah crossbow dan anak panah berukuran kecil.
Ketika Aisyah menyiapkan segala sesuatu untuk besok, dia teringat perkataan barusan. Gadis berhijab itu menggeleng cepat. Fokus dengan apa yang ada di matanya besok. Setelah itu, dia mematikan lampu dan memejamkan matanya. Berharap besok akan menyelesaikan permasalahannya dengan Florensia.
Di lain pihak, sebuah rumah kosong tidak berpenghuni. Hanya tersisa lilin yang setiap saat meleleh kapanpun. Florensia membuka sebuah buku tua biru. Dia mengelus-ngelus permukaan kulitnya. Florensia berjalan pelan, menatap nenek moyangnya. Terutama Grandmaster terakhir bernama Jacques de Molay. Nampak berdiri kokoh dengan karismanya layaknya seorang pemimpin. Florensia berlutut di depannya.
"Atas nama Ksatria Templar, Florensia Sihombing … saya akan melaksanakan perintah anda untuk menyelesaikan urusan dengan Aisyah Marwadhani," katanya bernada tinggi.
Lilin-lilin yang semula menyala, mulai redup tertiup angin. Pedang Templar yang semula tidak ada, mulai menampakkan diri disertai cahaya api besar.
Keesokan harinya, pagi hari menjelang matahari terbit. Aisyah terus menembak target tanpa henti. Keringat keluar dari pipinya. Sehabis sholat, dia cepat-cepat melakukan pemanasan. Tujuannya untuk melemaskan otot yang kendur akibat tidak bergerak seharian. Sama halnya dengan Florensia. Dia terus mengayunkan pedang tanpa henti.
Sampai pagi harinya, mereka berdua saling bertemu di lapangan. Angin berhembus kencang, tidak membuat situasi menjadi dingin. Malahan kedua aura terpancar masing-masing. Baik Aisyah maupun Florensia memegang senjatanya.
"Atas nama Ksatria Templar, Florensia Sihombing … saya mengacungkan pedang Fidaus ini, kepada Aisyah Marwadhani. Dan perintah anda akan saya laksanakan sampai ajal menjemputnya!" dia melakukan isyarat penyaliban di bagian dada.
"Bismillah, semoga pertarungan ini tidak ada satu orang pun yang mati," kata Aisyah memanjatkan doa kepada Tuhan.
Keduanya langsung menyerang. Aisyah mengayunkan busur panah.memasang sebilah pisau berbentuk ular mendesis. Florensia berhasil menghindarinya. Lalu mengeluarkan elemen api di tanah. Aisyah bergerak cepat, melepaskan tembakan ke Florensia. Gadis bandana merah polkadot menepisnya. Terkejut dengan pola serangan Aisyah yang cepat. Dia menyeringai dengan tenang. Florensia mengayunkan pedangnya. Tapi Aisyah menundukkan kepala. Menjegal kakinya.
"Apa?"
Florensia memegang tumpuan kaki kanan, lalu menendang dari arah belakang. Aisyah menangkisnya. Membalas serangan dengan pukulan terkuatnya. Florensia menepisnya juga. Pedang miliknya mengalirkan elemen api cukup membesar.
"[Fireball]!"
"[Waterball]!"
Keduanya melancarkan dua elemen berbeda. Florensia berelemen api, sedangkan Aisyah air. Dua elemen menjadi satu sehingga timbul asap dan terjadinya penguapan. Aisyah menembakkan ketiga anak panah ke Florensia. Ketika gadis itu berniat menangkisnya, anak panah berubah arah ke belakang Florensia. Elemen api melindungi punggungnya.
"Rupanya mengalahkan Florensia tidaklah cukup," gumamnya.
Fanesya yang melihatnya terkesima sekaligus takut. Wajar saja karena keduanya menggunakan sihir yang tidak biasa. Bahkan, pertarungan mereka menarik banyak orang. Terutama guru dan murid. Mereka berdua tidak bisa dihentikan. Satu-satunya cara hanyalah salah satu dari kedua pihak tumbang atau tidak sadarkan diri.
Dan kini, kedua pihak sama-sama belum tumbang. Terlihat mereka saling bertarung satu sama lain. Florensia terus menekan pertarungannya. Sedangkan Aisyah berusaha bertahan. Walau demikian, Aisyah melancarkan aksi balasan. Anak panah disertai elemen tanah, mencampuradukkan ke arah Florensia. Tiba-tiba suara bom meluncur dari panah tersebut. Florensia terkejut dan melepaskan elemen api untuk menghanguskan anak panah. Tetap saja ledakan tidak bisa terelakkan.
"Sudah kuduga, yang kemarin itu baru menahan diri. Setidaknya … aku bisa mengalahkannya dengan serius," gumamnya dalam hati.
Pedang Firdaus milik Florensia mengeluarkan aura aneh. Terlihat elemen cahaya silih berganti. Api yang mulanya berada di sampingnya, berubah menjadi sinar cahaya mengkilap. Menyilaukan pandangan mereka yang menonton atau melawannya. Terutama Aisyah dan Fanesya yang berusaha menyipitkan mata dan menutupi dengan kedua tangannya.
"Cahaya apa itu?" teriaknya.
Seketika, cahaya tersebut merubah wujud Pedang Firdaus menjadi pedang bercabang. Mirip seperti ranting pohon.
Aisyah mengintip dari celah-celah kelopak mata. Florensia tiba-tiba menyerang dari arah samping kiri. Gadis berhijab menunduk lebih cepat. Melakukan tendangan memutar dan pergelangan kaki menukik ke atas. Tepat mengenai dagu Florensia.
"Tch! Sialan!" gerutunya.
Pedang Firdaus milik Florensia menerjangnya. Aisyah menangkis bagian tengah sekaligus menahan serangan. Luka lecet mengenai bahunya. Dia memfokuskan diri untuk melakukan tendangan dari arah samping. Mengenai pinggang kanan. Florensia menyadari secara cepat, menyikut ke wajah Aisyah. Darah mengalir dari gigi dan hidungnya. Matanya lebam akibat terkena sikutnya.
"Bagaimana cara mengalahkan Florensia?" gumamnya dalam hati.
Di saat Florensia menyerang, Aisyah berusaha keras untuk menghindarinya tanpa henti. Seolah-olah dia sedang menari di atas pedang Florensia. Aisyah mundur beberapa langkah. Kedua kubu sama-sama mengalami kelelahan secara fisik maupun mental. Semua orang yang melihatnya menarik napas panjang. Begitu juga dengan Fanesya. Untuk kali pertama, dia melihat lawan yang sepadan dengan Aisyah.
"Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu," ucap Aisyah keluar dari mulutnya.
"Katakan," balasnya singkat.
"Siapa Mentor yang mengajarimu kemampuan sihir dan Mukjizat?" tanya Aisyah.
Namun tidak ada respon. Malahan, dia memasang kuda-kuda. Aisyah menaruh busur panah ke punggungnya. Mengeluarkan dua bilah pisau karambit. Muncul energi sihir dari ujung belati tersebut.
"Grandmaster Templar … Jacques de Molay," katanya menghirup napas panjang.
"Tidak mungkin. Bukannya dia tewas dibakar oleh Raja Phillip IV of France!"
"Memang begitulah kenyataannya!" tiba-tiba dia berlari kencang dalam sekali hentakan.
Aisyah menghindarinya. Tapi terlambat reaksi. Pedang Firdaus berhasil menjangkaunya. Menebas tubuh Aisyah. Beruntung lukanya tidak terlalu dalam. Tapi, serangan tebasan menimbulkan efek nyata baginya. Dia menekan luka tersebut.
"[Healing]," gumamnya.
Seketika lukanya langsung sembuh. Florensia terkejut dengan kekuatan sihirnya.
"Itu barusan … sihir kan?"
"Ya. Gufron mengajariku mengontrol sihir. Supaya tidak mengamuk akan datang," jelasnya.
Aisyah berlari kencang, mengarahkan pukulan ke wajah Florensia. Kecepatan keduanya semakin meningkat. Dan pertarungan kecepatan semakin tidak terelakkan.
Sementara itu, salah satu siswa berusaha menghubungi polisi untuk menghentikan pertarungan keduanya. Bahkan Kepala Sekolah ikut melihatnya.
"A-a-apaan ini?"
Wajar beliau terkejut dengan pertarungan antara Florensia dan Aisyah. Padahal keduanya tidak mengenal satu sama lain. Seketika, Kepala Sekolah membantu siswa untuk menghubungi polisi. Tapi alat komunikasinya terputus. Tidak ada sinyal. Bukan itu saja. Internet tidak berfungsi. Dan barrier mengelilingi sekolahnya.
"Kenapa jadi begini! Apa diantara kalian punya alat komunikasi lainnya! Setidaknya menghubungi polisi?" tanya Kepala Sekolah.
Belum selesai bicara, salah satu guru dengan napas ngos-ngosan datang membawa kabar buruk.
"Bu, kita tidak bisa menghubungi pihak luar! Semuanya … tidak mendengarkan teriakan saya, Bu!"
"Apa yang terjadi di sini?" gumamnya gelisah.
Salah satu wanita berambut merah muda, sedang berdiri di atap genteng. Menadahkan kedua tangannya untuk mematikan semua alat komunikasi dan akses internet. Bahkan tidak diijinkan untuk merekam pertandingan. Benda gada berbentuk tabung dengan puluhan runcing di tiap sudut. Bahkan sebuah kepala diikat pada bagian pinggangnya. Pakaian yang dikenakan berupa seragam berwarna putih bergaris merah dan kuning.
"Kenapa sih aku mendapatkan tugas seperti ini?" gerutunya.
"Mau bagaimana lagi, Sakurachi? Kita kena hukuman akibat tindakan seenaknya, bukan?" suara berat laki-laki lewat radio
"Tapi tidak begini juga. Aku juga ingin ke Isekai, bukan terjebak dalam dunia penuh kedamaian semu," gerutunya menguap.
Rasanya penyesalan selalu berada di belakang, pikirnya dalam hati. Sakurachi hanya bisa mendesah. Tidak mampu berbuat apapun. Sama halnya dengan Goro Tsukishima. Mereka berdua ditugaskan oleh Gufron untuk mengawasi Aisyah. Memang ada sesuatu yang aneh dengan musuh Aisyah. Dia terlihat mampu menguasai kemampuan sihirnya. Tapi bukan itu yang dikhawatirkan Gufron. Suatu magnet yang dapat menghipnotis semua orang melihat jalannya pertandingan. Tanpa berkedip sekali pun.
Sebelumnya, Sakurachi mengira tempat ini merupakan tempat yang cocok untuk mencari tambahan orang. Entah orang tersebut baik atau buruk. Tinggal penilaian dari Gufron apakah orang tersebut diterima atau tidak. Sayangnya ekspetasi Sakurachi terhadap dunia ini terlalu tinggi. Sehingga dia melupakan satu hal. Bayi perempuan yang dititipkan ke Hartoyo dan Ratih. Sakurachi berharap apabila bayi tersebut ditaruh di sini, bisa jadi ada perubahan signifikan pada sihir. Nyatanya tidak sama sekali.
Banyak rumah dan apartemen, kendaraan berlalu lalang, polisi yang berjaga hingga para pekerja yang banting tulang, menafkahi keluarganya masing-masing.
Itulah yang Sakurachi tidak suka. Ketidakterbukaan dari Gufron membuatnya naik pitam. Tapi dirinya tidak bisa menyalahkan dia terus menerus. Mengingat statusnya sebagai Overlord dan Keeper Timeline alias penjaga keamanan waktu.
Florensia menari begitu indah. Aisyah merasakan pedang Firdaus miliknya memiliki kemampuan lebih dibandingkan sebelumnya. Ranting pohon berusaha menangkapnya. Aisyah berlari kencang, mengarahkan anak panah ke Florensia. Dia melepaskan tembakannya. Lalu menekan sesuatu berupa pengendali jarak jauh ledakan. Suara dentuman keras dan ledakan terjadi. Florensia keluar dari timbunan asap, mengusap cepat wajah dipenuhi debu. Aisyah muncul di depan matanya. Florensia menebasnya. Tapi pergerakan gadis hijab itu sangat cepat. Bahkan lebih dari apa yang dia kira. Untuk saat ini, kekuatan keduanya sangat berimbang.
Kedua pihak sama-sama mulai kehabisan tenaga. Baik Florensia maupun Aisyah menarik napas cepat. Kedua gadis itu saling menatap, mencoba mensimulasikan pertarungan melalui otak.
Aisyah melakukan meditasi, menaruh kedua telapak tangannya dan kedua kaki bersilang. Sedangkan Florensia memejamkan kedua matanya, melakukan penyaliban. Semua orang tidak mampu berkata apapun. Termasuk para guru. Memang ada salah satu guru berusaha mendekatinya. Tapi dicegah oleh guru lainnya.
"Pak Hendra, lebih baik hentikan segera. Daripada nyawa anda melayang," ucap salah satu guru memohon.
"Tapi—"
"Sepertinya aku terlambat ya,"
Semua orang menoleh ke salah satu laki-laki tidak dikenal. Dia mengenakan topeng badut dengan bibir sedih. Tapi kedua bola mata tidak nampak. Hanya bibir yang sedikit terbuka di sela-sela.
"Anda siapa? Kenapa bisa masuk—" tiba-tiba dia membuka topengnya. Seketika semua orang langsung tertidur pulas.
Sakurachi dan Goro Tsukishima merasakan aura negatif dekat lapangan. Keduanya saling memanggut. Sakurachi mengayunkan gada miliknya. Menghancurkan tanah di sekitarnya sehingga mengenai wajahnya. Sayangnya, dia menangkis dengan mudah.
"Sakurachi ya?"
"Kau … darimana kau tahu namaku?"
Di saat Florensia dan Aisyah sedang sibuk bermeditasi, Sakurachi bertugas melindungi gadis berhijab itu. Akan tetapi laki-laki bertopeng itu mengetahui namanya.
Gaya pakaian berjas setelan hitam, mengenakan sarung tangan putih dan sepatu rapi. Rambut rapi, diberi gel pada rambut. Senjata yang digunakan juga tidak ada.
"Siapa kau?"
"Kejam sekali. Padahal aku sudah susah-susah kemari ingin bertemu denganmu dan Gufron," sindirnya.
"Dengar ya. Aku dan Gufron tidak memiliki hubungan seperti itu!" Sakurachi mengayunkan gada ke arah laki-laki bertopeng badut.
Namun laki-laki itu melompat ke belakang, melemparkan lima buah pisau ke Sakurachi. Gadis itu berhasil menangkisnya. Tapi, matanya melirik pada energi tipis tersebut.
"Kau … pengendali jarak jauh ya?"
"Pengendali jarak jauh? Itu julukan kemampuan aneh menurutku," kata laki-laki bertopeng badut.
Goro Tsukishima mengayunkan kapak ke laki-laki tersebut. Tapi berhasil ditangkap dengan dua jari. Goro menatap laki-laki bertopeng badut secara serius. Dia mengumamkan sesuatu. Hingga benih-benih ledakan muncul dari arah sampingnya. Ledakan besar yang dapat menghancurkan wajah sekaligus. Tapi orang tersebut berhasil backstep dengan sempurna. Tangan kanan mengerem supaya tidak terjungkal. Dia membetulkan topeng badutnya.
"Aku terkejut. Ternyata kau juga sama seperti kami ya,"
"Begitukah?"
"Ya. Jadi, kami tidak akan menahan diri lagi seperti sebelumnya!"
Sakurachi menggunakan [Hyperdimension] bersama Goro Tsukishima menghadapi laki-laki bertopeng badut. Mereka berdua tidak mau menghancurkan dunia yang ditinggali Aisyah. Bisa-bisa mereka kena semprot oleh Gufron lagi. Sebuah portal muncul diantara ruang kelas. Mereka bertiga masuk ke dalam portal sambil menjentikkan jari. Portal tersebut perlahan-lahan mulai menghilang.
Di lain pihak, Aisyah dan Florensia membuka kedua bola matanya. Aisyah berdiri cepat.
Mengarahkan anak panah ke Florensia. Sebaliknya, gadis bandana merah polkadot menepisnya. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa panah yang ditembakkan Aisyah berupa bom ledakan. Florensia terlambat reaksi, diserang oleh Aisyah. Bahkan kemampuan pisaunya lebih baik dari sebelumnya. Dia mengayunkan pisaunya seperti melakukan tarian pedang. Saling berirama satu sama lain. Florensia menyadari pergerakan Aisyah yang semakin berubah. Dia mencoba mengayunkan sedikit. Tapi tidak mempan.
"Bagaimana caranya bisa mengalahkannya?" gumam Florensia dalam hati.
Fanesya bergidik. Tidak tahu apakah harus menghentikannya atau membiarkan saja. Dia menoleh ke salah satu laki-laki di sana. Betapa terkejutnya hanya Ivan satu-satunya yang bisa berdiri dengan tatapan takut. Tubuhnya menggigil gemetaran. Mencoba bersikap tenang dan menarik napas panjang. Yang membuat Fanesya bingung adalah para siswa dan guru malah tertidur di lantai.
"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Fanesya dalam hati.
To be Continued