Chereads / Sagitarius Girl / Chapter 10 - Chapter 09 Florensia vs Aisyah (part 1)

Chapter 10 - Chapter 09 Florensia vs Aisyah (part 1)

Berita menayangkan mengenai salah satu kandidat yang dituntut mundur dalam pencalonan. Aksi massa terus bergerak mengelilingi Ibukota. Bahkan puluhan ribu mengelilingi Monas, hanya untuk menyeruakan pendapat yang menganggap biang keladi selama ini.

Namun bagi Aisyah, itu hanyalah sebuah alur, di mana para politikus tidak mau masuk penjara karena calon kandidatnya orang jujur dan tegas dalam mengambil tindakan. Mereka butuh semacam monkey business, mencari usaha yang siap jadi sapi perah bagi kepentingan sendiri, hingga mengambil uang rakyat tanpa sepengetahuan mereka.

Dia tidak sendiri. Aisyah bersama Florensia dan Fanesya berada di ruang BK. Keduanya duduk dengan tenang. Sedangkan Fanesya berkeringat dingin melihat dari punggung mereka berdua. Tidak menampakkan ketegangan sama sekali dari raut wajah mereka.

"Apa kalian menyesal dengan apa yang kalian lakukan?"

"Tidak!" ucap mereka berdua serempak.

"Apa? Apa kalian tidak kapok juga!"

"Tuhan menyuruh umat manusia untuk tidak takut dalam berbuat kebajikan dan kebaikan! Apalagi saya menantang Aisyah atas nama Tuhan yang saya anut. Dan saya tidak menyesali tindakan apapun kepadanya!"

Para guru BK kebingungan melihat reaksi mereka yang bersikap seolah-olah sudah benar. Padahal, tindakan mereka bisa membahayakan sekolah dan murid-muridnya.

"Apa sebaiknya kalian kupanggil orang tua masing-masing? Biar kalian kena—"

"Skors ya? Saya mengajukan Fanesya untuk tidak dilibatkan di sini. Dia tidak tahu apa-apa soal ini," potong Aisyah.

"Betul. Gadis ini," tunjuk Florensia dengan mengacungkan jari telunjuk ke wajahnya. "Dia tidak melakukan apapun atau terlibat dalam pertarungan ini."

Aisyah benci mengakui ini. Tapi dia mengamini ucapan Florensia. Wajar keduanya membela Fanesya. Ekspresi keduanya masih tidak ada rasa bersalah sama sekali.

"Saya ingin bertanya kepada kalian,"

"Silakan," balas Florensia singkat.

"Kenapa kalian berani menentang para guru di sini? Terutama Aisyah. Anda tahu … saya tidak mengerti kenapa kalian bisa bersikap berani seperti ini. Apa kualitas kami masih diragukan sebagai kapasitas sebagai seorang guru?"

Fanesya menduga pertanyaan kali ini menjebak. Mereka berdua pasti mendapatkan hukuman skors dari guru BK. Terlihat para guru menunjukkan senyuman licik kepada mereka berdua. Keringatnya bercucuran. Menetes membasahi pipinya.

Aisyah dan Florensia nampak tidak panik. Mereka berdua berdiri, memohon maaf atas perbuatan karena melibatkan sekolah.

"Biarpun anda semua sudah dipastikan menghukum kita berdua, kapasitas sebagai seorang pengajar masih diragukan. Apalagi tidak mau tunduk terhadap system baru di sekitar anda," ucap Florensia menjelaskan.

"Jika memang anda menghukum kami, silakan. Tapi kami berdua akan tetap menentang guru dirasa merugikan para murid. Apabila kalian bungkam siswa karena takut terjadinya skandal, suatu saat kalian akan saya bongkar sendiri kebobrokan system di sekolah sini," Aisyah menambahkan perkataan Florensia.

Mereka berdua pamit pergi. Disusul oleh Fanesya. Dia sudah menebak reaksi apa yang akan terjadi setelah ini. Untuk saat ini, Fanesya menutup pintu rapat-rapat. Membiarkan para guru BK melampiaskan kekesalannya terhadap kedua murid tersebut.

Florensia dan Aisyah saling tidak bicara satu sama lain. Begitu juga Fanesya. Langkah kaki mereka bergerak cepat. Terlihat teriakan kencang dari ruang BK. Fanesya sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

"Kalian berdua, jangan menentang para guru. Toh mereka itu dianggap pahlawan tanpa tanda jasa," Fanesya mencoba menghentikan aksi mereka berdua.

Namun Florensia dan Aisyah melotot tajam kepada Fanesya. Aisyah memasang muka cemberut. Sedangkan Florensia bersikap datar.

"Aku tidak setuju. Generasi lama masih menganut system lama. Tahu sendiri kan? Mereka tidak mau disalahkan. Seandainya seperti itu, bagaimana dengan dosen di Universitas seluruh Indonesia?"

"Aku benci dengan Florensia. Tapi perkataannya ada benar juga, Sya. Coba mereka mengadaptasikan system di luar negeri, sudah dipastikan kualitas pengajar di sekolah dan Universitas semakin lebih baik dari sebelumnya," tambah Aisyah.

Fanesya paham dengan keresahan hatinya. Apalagi Aisyah memang tidak menyukai system yang mengekang kebebasan untuk berekspresi dan mengerucutnya hingga masuk ke perusahaan yang tidak disukainya.

"Kita selesaikan urusan kita besok hari,"

"Aku setuju. Kurasa kita satu suara kali ini mengenai system pendidikan Indonesia,"

"Kau juga. Tidak buruk juga mengenai pertanyaan kritis seputar sejarah Indonesia. Harusnya sih pemerintah segera memberikan informasi penting seputar negara kita," ucapnya tersenyum.

Fanesya dan Aisyah saling memandang. Mereka berdua tidak mampu menahan senyuman. Melihat Florensia untuk pertama kalinya tersenyum tulus.

"Wah, wah. Sepertinya ada yang senang nih," nyengir Aisyah.

"Berisik! Awas saja kau, Aisyah. Besok akan kukalahkan kau di lapangan! Dan juga … bawa anak panahmu! Akan kubuktikan bahwa pedang Templar bisa mengalahkan panah!" ucapnya meyakinkan diri sendiri.

Cara bicaranya, bersikap dan tuturnya memang tidak seperti seorang ksatria Templar. Tapi, memang diakui Florensia sangat kuat. Apalagi dalam tubuhnya mengalir sebuah kobaran api membara. Fanesya berharap besok tidak satu orang yang mencampuri pertarungan mereka. Bisa-bisa sekolah ini dalam bahaya besar.

To be Continued