Aisyah ngos-ngosan mengejar kecepatan gila Gufron. Keringat bercucuran membasahi kedua pipinya. Gufron berada di lantai paling atas. Menunduk ke arah Aisyah. Dia terus mengusapnya tanpa henti. Merasa kasihan, Gufron memberikan botol air kepadanya. Kecepatan botol semakin meningkat, sehingga Aisyah menangkapnya sekuat tenaga. Akan tetapi, gravitasinya terasa berat. Tangannya ikut terkena dampaknya.
"Apa kau gila?" bentaknya.
"Itu bagian dari latihanmu juga, Aisyah!" balas teriaknya.
Seketika, gadis berhijab itu menggerutu. Dia dengan seenaknya melemparkan botol tanpa memberitahukan kepadanya. Aisyah dilatih olehnya selama kurang lebih lima tahun. Umurnya sendiri 11 tahun. Tapi perubahan wajahnya tidak menampakkan tanda-tanda mulai menua. Aisyah terheran-heran dengan perubahan fisiknya. Semakin dia pergi, semakin Gufron menjadi kuat. Sampai Aisyah bertanya-tanya makna kuat itu kepadanya.
Gufron mengawasinya dari bawah. Terlihat banyak orang yang melihat dirinya. Dia merasa pergerakannya terlalu mencolok. Sampai ada seekor burung menghinggapi di bagian kepalanya. Burung pipit berkicau. Mematuk kepalanya.
"Sakit, oi!" gerutunya.
Burung tersebut diusir oleh Gufron. Langsung terbang bebas di langit. Aisyah melihatnya dari kejauhan. Kemudian menoleh ke Gufron. Tapi tidak ada.
"Jangan kehilangan fokusmu!" katanya mendorong perutnya hingga terkena pohon.
Aisyah terlempar hingga punggungnya terkena pohon. Terasa menyakitkan. Gadis berhijab batuk-batuk. Berusaha untuk bangkit. Dia mengusap bibirnya.
"Awas kau, Gufron!" katanya bernada geram.
"Siapa suruh kehilangan fokusmu," ucapnya nyengir.
Dia berlari kencang, bersiap mengayunkan kaki kanannya ke wajah Aisyah. Tapi berhasil dihindarinya. Sebaliknya, Aisyah menggunakan crossbow miliknya ke Gufron. Dia menarik pelatuknya. Dan anak panah meluncur ke kening Gufron. Tapi berhasil ditangkap dengan dua jari. Aisyah menarik senar panah sambil melangkahkan kedua kakinya untuk mundur. Gufron berada di depannya, meninju ke bagian perut. Aisyah menangkisnya, membalas serangan kepadanya. Gufron menghindarinya dengan cepat. Dia berdecih kesal, tidak membiarkan dirinya untuk menembak. Sementara Gufron tidak akan membiarkan Aisyah menyerang balik.
"Sialan!" umpat Aisyah.
Namun dirinya terkejut, mengenai serangan dari Gufron. Senjata tajamnya mengenai lehernya. Beruntung tidak sampai dalam. Walau demikian, darah menetes dari luar. Senyuman dan cengiran dari wajah Aisyah. Ekspresi sumringahnya, membuat gadis itu meluap-luap. Gufron tidak mengerti apa yang di dalam pikiran gadis itu.
Hingga pada akhirnya, Aisyah tersenyum dan mengucapkan sesuatu. Seketika, air menyembur keluar ke wajah Gufron. Orang-orang melihatnya terkejut. Gufron menghindarinya dengan cepat. Lalu muncul hentakan tanah dari dalam. Semua orang lari terbirit-birit. Aisyah menggenggam tangan kanan. Sebuah bola terbuat dari tanah yang dikeraskan. Kemudian dia melemparkan begitu saja ke arahnya. Gufron sudah memprediksikan hal itu. Akan tetapi dirinya terkejut melihat itu adalah sebuah jebakan.
Di dalam bola tanah, terdapat api menjalar. Ketika Gufron memecahnya jadi beberapa bagian, Aisyah menyiapkan jebakan. Percikan-percikan api menyebar ke mana-mana. Membuat Gufron sadar.
"Jebakan ya!"
Namun reaksinya terlambat. Bajunya terbakar api sampai menghitam. Dia mengibas-ngibasnya. Saat dirinya lengah, Aisyah menembakkan anak panah ke Gufron. Laki-laki itu berhasil mengatasinya. Tapi di belakangnya, terdapat api menusuknya dari belakangnya.
"Sial!" umpatnya.
Aisyah menekan pisau belatinya ke leher Gufron. Dengan senyuman dan wajah sumringah, dia berhasil mengalahkannya.
"Menyerah sajalah, ya?"
Gufron tidak menyangka kekuatannya bisa berkembang pesat. Sebelumnya, dia kesulitan menghadapi Aisyah yang dinilai tidak bisa mengendalikan kekuatannya. Berkat itulah, dia dijauhkan dari teman-temannya. Meski demikian, Aisyah senang bisa berlatih dengannya.
"Aku kalah, Aisyah," ucapnya enteng.
Ekspresinya semakin gembira. Kedua tangan diangkat sambil diayunkan dengan semangat tinggi. Senyuman lebar mengiringi wajahnya. Selama 10 tahun lebih belum bisa mengalahkan. Pada akhirnya, Gufron berhasil dihentikan. Kemenangan pantas dirayakan bersama-sama.
"Dengan begini, aku bisa menyantap soto Pak Mamang," ucapnya bernapas lega.
"Tunggu sebentar! Kenapa harus makan di Pak Mamang? Memang sotonya enak ya?"
"Ya dong. Atau jangan-jangan aku harus membayar semua traktirannya?" bujuk rayu keluar dari mulut Aisyah.
Gufron kebingugan harus menjawab apa. Pada akhirnya, dia kewalahan menghadapi gadis suka makan itu.
"Baiklah. Aku akan mentraktirmu," katanya bernada terpaksa.
"Kok tidak ikhlas begitu sih!"
Bagi Aisyah, keinginan pertama Aisyah terkabulkan. Keduanya sepakat mengakhiri pertarungan. Sebelum pergi, Gufron menggunakan skill [Rewind] dan [Erase Memory] kepada semua orang. Kemudian, menghapusnya tanpa ketahuan.
~o0o~
Soto Pak Mamang memang makanan kesukaan Aisyah. Tempatnya nyaman, masakan berupa daging sapi atau ayam yang gurih. Krupuk sering menggunakan udang untuk menyantap hidangan terlezat. Belum lagi telur kuning direbus hingga dipotong menjadi beberapa bagian. Kuahnya terasa lezat. Sampai-sampai sulit membandingkan masakan di rumah dengan Pak Mamang.
Namun bagi Gufron, hidangan soto tidak lain merupakan hidangan kurang sedap di lidahnya. Wajar karena belum terbiasa dengan masakan khas Indonesia.
Aisyah mengucapkan basmallah dan menyantap sotonya. Dia juga mengunyah krupuk udang hingga masuk ke dalam tenggorokan. Gufron menyeringai geli melihat tingkah lakunya.
"Aisyah, memang soto itu enak ya?" tanya Aisyah.
"Coba Paman makan dulu. Baru deh rasain gimana sedapnya soto ini," ucapnya nyengir.
Mulanya ada keraguan dalam diri Gufron. Tapi karena lidahnya kelu, akhirnya tidak mampu menahan rasa lapar lagi. Gufron mengucapkan basmallah dan makan sotonya. Sepuluh kali kunyahan, begitu terasa enak di lidah. Kedua matanya terbelalak. Lidah mulanya terasa panas. Tetapi lama kelamaan, sudah lezat. Dia mengunyahnya dengan cepat. Bila dibandingkan dengan masakan lainnya, soto inilah yang diinginkan.
"Gila! Rasanya benar-benar mantap! Aku tidak tahu soto ini lezat sekali," ucapnya berbicara dan menyantap soto tanpa henti.
Aisyah tersipu-sipu mendengarnya. Dia mengacungkan jempol ke Pak Mamang. Balasannya juga serupa dengan Aisyah sembari nyengir-nyengir.
"Abang asli mana? Kok baru pertama kali menyantap soto?" tanya Pak Mamang.
"Aku tinggal di luar negeri. Jarang di sana ada masakan khas Indonesia. Kalau pun ada, harganya jauh lebih mahal," balasnya.
Pak Mamang termangut-mangut. Dia mengerti kenapa masakan Indonesia agak susah dicari di luar Indonesia. Beberapa menit kemudian, Gufron menaruh uang satu juta kepadanya. Mata Pak Maman terbelalak melihat sepuluh lembar uang 100 ribuan.
"Ini terlalu banyak, bang! Saya tidak ada uang kembalian!"
"Biar aku yang mentraktir seluruh pembayarannya yang ada di sini. Sisanya, amalkan saja Pak!"
Semua orang yang memakannya terkejut. Mereka langsung sumringah dan meminta tambah porsi lagi. Aisyah menggeleng-geleng kepala melihat Gufron. Dia ingin sekali menegurnya. Tapi biarlah. Gufron sendiri yang berkeinginan untuk mentraktir. Jadi Aisyah tidak mempermasalahkannya.
Satu jam kemudian ...
Mereka kembali berlatih. Kali ini sebentar dikarenakan kedua pihak telah menarik perhatian banyak orang. Ditambah Aisyah mulai kelelahan. Gufron menawarkan tumpangan berupa sepeda motor terbang.
Sekilas, motor tersebut mirip seperti Harley Davidson. Tapi jika diperhatikan baik-baik, roda depan maupun belakang berposisi horizontal. Memiliki tenaga pendorong pada bagian bawah. Tetapi orang awam melihatnya Harley Davidson biasa. Aisyah bertanya-tanya sihir apa yang dapat memanipulasi ilusi para warga.
Selama dalam perjalanan, tidak ada satu orang pun berbicara dalam perjalanan. Sama halnya dengan Aisyah. Dirinya tidak tahu apa yang ingin dibicarakan. Bunyi klakson kendaraan terus menggema di area sekitarnya. Gufron mengendarai motor terbang dengan santai. Kemudian, dia mengambil rute transjakarta. Ekspresi Aisyah rumit melihatnya.
"Kenapa Aisyah?" tanya Gufron.
"Apa tidak apa-apa melewati jalan ini? Nanti kita akan ditilang sama po—" belum selesai dia bicara, motor terbang berada di pinggir pagar pembatas dari beton.
Gufron mematikan ilusi yang ada di transjakarta. Polisi yang berada di area perempatan kebingungan melihatnya. Dia pasti berpikir ada orang iseng yang mengerjainya. Aisyah tertawa tergelitik melihatnya.
"Kau pasti bercanda, bukan?" tanya Aisyah tidak mampu menahan tertawa.
"Aku memiliki trik lainnya. Biasanya untuk mengelabui pemerintah atau kepolisian. Meski harus menggunakan sihir sih," katanya berteriak.
Hingga akhirnya, keduanya sampai pada rumahnya. Lokasinya cukup jauh dari tempat latihan berada. Walau demikian, kendaraan parkir di luar jalan atau ditaruh di garasi. Tergantung pemilik rumah itu sendiri. Aisyah turun dari kendaraan, mengembalikan helm yang sempat
"Paman, aku ingin bertanya sesuatu," kata Aisyah tiba-tiba bernada serius.
"Apa itu?"
"Bolehkah aku ikut berpetualangan bersama Paman? Kurasa aku sudah siap," ujarnya.
Gufron menggaruk-garuk kepala. Dia turun dari sepeda motornya. Mematikan mesin dan menatap tajam muridnya itu.
"Kenapa begitu? Aku ingin mendengarkan alasanmu kenapa kau ikut denganku,"
Aisyah memang tidak diperbolehkan berpetualangan bersama Gufron. Itu sudah perjanjian bersama dirinya dan keluarga adopsi Aisyah, yaitu Hartoyo dan Ratih. Gufron paham bahwa putri semata wayangnya ingin terus bersamanya. Dan dia tidak bisa menolaknya. Walau demikian bukan berarti lepas tangan. Gufron siap bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya. Apapun alasannya.
"Paman tahu keluargaku tidak menyukai apapun berkaitan dengan sihir. Memang betul sihir dilarang dalam agama Islam. Masuk kategori musyrik. Walau demikian, aku ingin menggunakannya untuk kebaikan orang lain. Dan juga ... aku ingin mengetahui dunia yang Paman lakukan selama ini," jelas Aisyah.
Hawa dingin menusuk permukaan kulit mereka. Keduanya saling menatap, tidak menyadari daun-daun berserakan. Bukan itu saja. Kendaraan melintas tidak diindahkan sama sekali.
Gufron menghela napas. Menggelengkan kepalanya. Nampak kedua matanya berkaca-kaca. Serasa pertemuan mereka akan menjadi yang terakhir kalinya.
"Kenapa Paman? Apa aku belum cukup kuat?" tanya Aisyah murung.
"Bukan begitu. Aku tidak bisa mengajakmu karena dunia ini harus kau lindungi sekuat tenaga," ujarnya.
"Dunia ... ini? Apa maksud Paman?"
Gufron menjelaskan bahwa dirinya merupakan time keepers atau istilah penjelajah waktu dan dunia. Waktu yang mereka lakukan untuk melindungi dari ancaman mematikan. Entah dari Iblis, Titan atau ras yang bisa berpotensi menghancurkan peradaban dunia. Akan tetapi, bumi yang ditinggali oleh Aisyah merupakan peradaban modern dan kehidupan di sana normal. Jadi meski dikatakan aneh sekali pun, selama Aisyah bisa mengendalikan dengan baik tidak masalah.
"Dengan kata lain, Paman tidak bisa mengajakku karena Paman akan melindungi dunia ini ya?"
"Ya. Tapi jangan khawatir. Aku akan kembali ke sini begitu urusanku selesai. Untuk saat ini, kau harus banyak berlatih. Karena dunia yang kau tinggali akan dipenuhi kekacauan dan ketidakadilan," jelas Gufron.
"Tunggu. Paman bilang ketidakadilan? Apa maksudnya?" tanya Aisyah lagi.
Laki-laki pendamping Aisyah menekan sebuah tombol pada jam tangannya. Muncul sebuah hologram dengan berbentuk globe dunia. Dia menunjukkan permukaan daratan warna merah. Sedangkan biru relatif aman. Titik merah berkedip-kedip. Membuat Aisyah semakin penasaran.
"Sekarang begini. Apa yang kau ketahui tentang keadilan?" tanya Gufron kepada Aisyah.
Sayangnya, dia hanya menggeleng-geleng kelapa. Padahal Gufron memberikan kesempatan untuk berpikir dan menjawab. Dia memijat kedua bagian matanya.
"Keadilan adalah suatu kondisi di mana kebenaran ideal secara moral. Entah berupa benda atau orang. Biasanya memiliki kepentingan besar dan akan muncul masa mendatang,"
Gufron menunjukkan sebuah berita mengenai sidang MK mengenai pemilu. Memang terlihat ada ketidakadilan dalam kesaksian para saksi. Tapi MK tidak mempedulikan hal itu. Dan dia mengambil keputusan berupa pemilihan umum dinyatakan sah. Meski demikian, pihak oposisi berkeberatan atas tindakan MK. Tapi MK berdalih bahwa kesaksiannya itu palsu dan saat ditelusuri, mereka dibayar karena suruhan pihak Oposisi. Sejak itulah, makna keadilan itu ditampilkan tidak peduli dalam bentuk apapun. Untuk bersikap adil, dibutuhkan kedua pihak yang berseteru. Mampu menjadi pendengar yang baik, mempertimbangkan langkah yang diambil dan mengambil keputusan. Tanpa mengandalkan berdasarkan emosi sesaat.
"Tapi Paman tidak menjawab pertanyaanku,"
"Sebentar. Aku belum selesai bicara. Ayahmu memintaku untuk bersikap adil kepadamu. Tidak peduli keputusan yang kuambil. Jika dirasa merugikanmu dan keluargamu, pasti Hartoyo dan Ratih akan menegurku. Tapi nyatanya tidak. Kau harus bersyukur atas sikap toleran dan adil terhadapnya," ujarnya.
"Tapi itu tidak adil. Harusnya Paman ikut denganku," katanya menundukkan kepala.
Gufron mengerti keras kepalanya dia. Tapi dirinya tidak bisa memberitahukan situasi terkini di dunia sana. Resikonya adalah pergeseran waktu semakin tidak menentu. Sama seperti dirinya dan Aisyah. Perbedaan umurnya semakin dekat. Gufron masih terlihat sama. Sedangkan Aisyah umurnya semakin bertambah.
"Aisyah ... kau sepatutnya mendapatkan teman saat ini. Karena salahku, kau tidak memiliki banyak teman dan fokus terhadap pelatihan. Untuk itulah, inilah kesempatanmu untuk banyak interaksi. Bersikap adil terhadap sekitarmu. Jangan biarkan emosi negatifmu merasuki otakmu," nasehat Gufron.
"Tapi—"
"Dan jangan lupa patuh pada orang tuamu walau bukan orang tua kandung. Percayalah, mereka lebih sayang kepadamu dibandingkan apapun di dunia ini," ucap Gufron mengelus-elus kepalanya.
Aisyah menundukkan kepalanya. Berusaha menahan air mata yang jatuh. Dia mengepalkan tangannya, memeluk Gufron lebih erat. Sudah saatnya dirinya harus berpisah dengannya.
"Jangan nakal ya," katanya tersenyum mengusap air mata Aisyah.
Kapal argo datang untuk menjemputnya. Hembusan angin cukup kencang, nyaris menyapu bersih area sekitar. Aisyah terkejut dengan pesawat yang ditumpangi olehnya. Apalagi Gufron tiba-tiba menghilang dan berada di dalam pesawat. Melambaikan tangan sambil membawa sepeda motor terbang. Sampai detik terakhir, mulutnya menganga dan kedua matanya terbelalak. Tidak percaya dengan apa yang dilihat.
Aisyah mencubit kedua pipinya. Berharap tidak mimpi. Nyatanya, ini sama sekali bukan mimpi. Semenjak itulah, Aisyah rajin berlatih memanah dan mengendalikan sihirnya melalui meditasi. Atau ikut pelatihan memanah. Khususnya pengendalian sihir yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
~o0o~
"Kenapa ya aku dilahirkan di sini? Apa karena kasihan? Sehingga mereka mengadopsiku? Apalagi punya permasalahan di dalam kelas," gumamnya dalam hati.
Cahaya sinar pada fase bulan separuh. Begitu terang dan menenangkan jiwa. Jendela sengaja dibuka. Membiarkan serangga seperti kunang-kunang menghinggapi rumah Aisyah, yang sibuk merenungkan sesuatu. Entah apa yang terlintas dalam pikiran gadis hijab itu. Memejamkan mata sejenak.
"Kuharap besok bisa lebih baik lagi," ucapnya pelan.
Secara tidak langsung, angin bertiup kencang. Daun-daun menuju ke telinga Aisyah. Tidak menyadari ada sepucuk surat ditaruh di meja. Tertulis nama penerima: Aisyah. Amplop putih bertandatangan Gufron.
Keesokan harinya, pada pukul jam 4 pagi. Aisyah terbangun dari istirahatnya. Kedua tangannya diregangkan. Mencoba untuk menarik napas dalam-dalam selepas tidur cukup lama. Dia mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat shubuh di rumah. Ketika mengambil air wudhu, Aisyah melihat sepucuk surat mengatasnamakan dirinya. Tapi dia yakin bahwa dirinya sudah mengunci pintu dari dalam. Bahkan sudah menaruh tulisan Keep Out supaya tidak mau diganggu.
"Surat apaan ini?" gumam Aisyah penasaran.
Isinya sebagai berikut:
Malang, 19 November 2018
Untuk Sahabatku,
Okta Via
Di Surabaya
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Hallo Vi, gimana kabarmu? Baik-baik saja kan Vi? Aku harap kamu di Surabaya berada dalam keadaan yang sehat. Semoga kamu dan keluargamu juga selalu berada dalam kebahagiaan dan lindungan Allah SWT. Aamiin.
Vi, kangen sekali aku rasanya. Sudah berapa lama ya Vi kita tidak bertemu, tepatnya semenjak kita lulus SD dan kamu memutuskan untuk pindah ke Surabaya. Mungkin sudah sekitar dua tahun yang lalu ya Vi kita terakhir bertemu. Dan sejak saat itu aku tidak pernah lagi mendengar kabar tentangmu. Semoga kamu masih selalu ingat denganku ya Vi.
Oh iya Vi, aku ada kabar baik nih buat kamu. Sepertinya aku dan keluargaku berencana datang ke Surabaya untuk mengunjungi saudaraku yang akan menikah disana. Kemungkinan besar aku akan ikut Vi kalau tidak ada jadwal ujian disini.
Aku harap ketika aku di Surabaya, aku bisa bertemu denganmu ya Vi. Nanti kita main bareng lagi seperti jaman SD dulu. Aku masih ingat sekali dulu saat dimana kamu dan aku mencoba bereksperimen membuat berbagai macam makanan. Walaupun rasanya sedikit aneh dan gosong, tapi kita tetap tertawa sambil memakan makanan itu ya Vi.
Tapi, kalau sekarang ini aku sudah bisa memasak sedikit-sedikit loh Vi. Jadi, kalau nanti aku bertemu kamu, aku udah siap nih memasak segala jenis makanan. Dan pastinya kali ini nggak gosong lagi dan rasanya juga lumayan lah bisa dinikmati.
Vi, sekian dulu ya kabar dari aku, sampaikan salamku sama ibumu yang cantik dan baik hati itu ya. Jaga kesehatan terus ya Vi, jangan sakit sampai aku datang kesana. Sampai berjumpa di Surabaya ya Vi.
Pas ketika Aisyah membaca surat, dia menepuk jidatnya sendiri. Tapi di baliknya, ada surat lagi. Berharap yang ditulis bukanlah contoh surat pribadi untuk sahabatnya.
Yo!
Bagaimana kabarmu hari ini? Sehat-sehat saja kan? Maaf ya aku iseng memberikan surat tidak jelas kepadamu. Habis ekspresimu selalu serius sih. Coba perhatikan sekelilingmu. Bedakan dirimu sendirian dan ada temanmu. Cobalah berkenalan dengan temanmu. Bercanda kok! Aku yakin kau bisa dan sudah punya banyak teman.
Anyway, aku punya permintaan buatmu. Akan ada bahaya besar menantimu. Entah berniat menghancurkan dunia atau menghancurkan negara yang kau tinggali. Tapi yang paling penting, sesuatu akan menghampirimu dalam waktu dekat ini. Jadi ... kuharap kau memiliki persiapan untuk melindungi orang-orang yang kau cintai. Terutama teman dan keluarga. Pacar pun juga tidak apa-apa (meski tidak punya sih).
Kau pasti bertanya-tanya kenapa aku menginginkanmu melindungi duniamu. Alasannya karena dunia yang kau tinggali lebih damai dibandingkan dunia lainnya. Tidak jarang mereka menghalalkan segala cara untuk damai. Mengorbankan nyawa orang tidak bersalah, membunuh dan merenggut suatu kehidupan di sana. Tidak peduli aku tinggal di sana, ujung-ujungnya dunia sedang terancam. Apalagi, ras bernama Isekai masih baru di mata mereka. Sudah dipastikan, kekuatannya tidak masuk akal atau di luar nalar manusia. Wajar jika dunia lainnya terancam bahaya.
Berbeda denganmu yang dihuni oleh kedamaian dan keramahan banyak orang. Walau demikian, kau perlu mewaspadai orang-orang yang mengancam keselamatan orang lain. Terutama keluarga. Sekali nyawa terenggut, tetap saja orang tersebut tidak akan kembali ke asal semua. Dipenuhi hasrat membenci, napsu membunuh dan iri terhadap orang lain. Kuharap kau jangan seperti lainnya.
Itu saja pesanku kepadamu. Jaga kesehatanmu, menunaikan sholat wajib dan selalu patuh kepada orang tua. Suatu saat, mereka pasti bangga terhadap apa yang kauperbuat. Jangan takut salah dan menegakkan keadilan.
Salam,
Gufron.
"Aku bodoh membaca tulisan ini," gerutunya.
Hanya kalimat itulah yang terlontar dari mulutnya. Tapi disisi lain, dirinya baru mengetahui akan ada bahaya menanti. Entah setahun, dua tahun atau akan datang. Oleh sebab itulah, Aisyah berusaha bersikap tegar. Mengusap air matanya dan menampar kedua pipinya. Fokus dengan apa yang dilakukan.
Kini, wajahnya penuh ketegasan. Tidak mempedulikan dengan perkataan orang lain dan mempelajari apa yang didapat. Setelah menunaikan sholat, dia rajin membaca buku dan mencatat hal-hal yang ketinggalan atau ilmu yang diajarkan oleh guru.
Pagi harinya, Ivan membuka pintunya dengan langkah gontai. Wajah penuh kelelahan, mencoba bersikap dingin terhadap sekitarnya. Langkahnya berjalan, berpapasan dengan Ayah dan Ibu Ivan. Ayahnya sendiri merupakan CEO dari perusahaan Amerlya, perusahaan besar bermultinasional. Bahkan, lebih sibuk dibandingkan sebelumnya. Sedangkan Ibunya seorang artis papan atas. Walau demikian, dia menomorsatukan karir dibandingkan keluarganya. Wajar jika Ivan merasa diasingkan oleh kedua orang tuanya.
Akan tetapi, dirinya tahu itu hanyalah akal-akalan mereka. Salah satu pelayan memergoki mereka sedang berbincang dengan kedua buah hatinya. Tidak menganggap Ivan sebagai anaknya atau orang asing.
Terlihat dari sikap dan gesturnya berbeda dari dua buah hatinya. Lauren dan Natasha yang berusia 9 tahun. Mereka berdua begitu dimanjakan. Tapi ketika melihat Ivan turun dari tangga, sikap dingin terpancar dari kedua pihak. Ayah dan Ibu mengabaikan dirinya. Terus mengelus-elus pipi mereka.
Ivan berdecih kesal. Dia memasangkan sepatu dengan segera, hanya berkata "Aku berangkat." Kalimat itulah yang keluar dari mulutnya. Sayangnya, tidak ada satu pun yang membalasnya. Ivan sudah menduga hal itu. Pelayan di samping Ayah dan Ibu hanya membungkukkan badan. Berdoa semoga Ivan majikannya tidak terjadi sesuatu padanya.
To be Continued