Di lain pihak, Gufron yang mendengarkan laporan dari Sakurachi, hanya bisa menepuk jidatnya sendiri.
"Intinya, kalian berdua menyerahkan kepada pasangan suami istri yang mandul dan memberikan secara cuma-cuma berupa bayi perempuan. Begitu?"
Sakurachi dan Goro menundukkan kepala. Mengakui perbuatan mereka sekaligus. Gufron menghela napas. Tidak menyangka bahwa tindakan mereka membuat hatinya kesal. Tapi di sisi lain, dia tahu bahwa bertemu dengan kedua orang tuanya. Yaitu Ratih, Ibunya dan Hartoyo, ayahnya. Walau demikian, Gufron menggunakan skill [Erase Memory permanent] supaya mereka tidak boleh terlibat dalam pertarungan ini. Apalagi, Rhea juga salah satu ibu kandungnya.
"Baiklah, baiklah. Kurasa kalian berdua akan kuhukum karena ketelodoran kalian. Tapi ... aku berterima kasih kepada Goro dan Sakurachi,"
Gufron pun pergi meninggalkan mereka berdua. Memilih mengurung diri di kamar. Sedangkan Goro dan Sakurachi hanya bisa memiringkan kepala. Bingung dengan tindakan Kapten Gufron yang berubah drastis.
"Gufron pasti mengalami hal berat ya?" celutuk Goro.
"Kau benar,"
Akhirnya mereka berdua melanjutkan aktifitasnya masing-masing.
Sejak itulah, Gufron bertanggung jawab untuk mengawasi pertumbuhan Aisyah. Pemberian nama dari Ratih dan Hartoyo. Bahkan ketika dia bergaul dengan Fanesya. Gufron tetap mengawasinya dari kejauhan. Tidak ada tanda-tanda perubahan fisik dalam dirinya. Hingga pada akhirnya, Gufron menemukan sesuatu yang mencengangkan.
Di mana, Aisyah kedapatan menggunakan sihir api saat menyalakan kompor gas. Mulanya, gas tersebut habis. Dan warung yang berjualan tidak ada sama sekali. Akhirnya, Aisyah menggunakan pemantik korek api. Saat itulah, seluruh tubuhnya terbakar api. Dia mencoba memadamkan api. Tapi tidak bisa diakibatnya. Perlahan tapi pasti, mulai menyusup ke dalam permukaan kulitnya. Aisyah meronta-ronta meminta tolong. Tapi mulutnya dibungkam oleh Gufron. Dia memadamkan apinya dengan dua buah jari. Seketika, Aisyah terkejut.
"Seorang gadis berumur 6 tahun, tidak pantas menyalakan korek api," nasehat Gufron.
Aisyah terkesima dengan kekuatan Gufron. Dia pun berterima kasih kepadanya. Sejak itulah, gadis itu memohon kepadanya untuk melatih kemampuan. Ketika Aisyah menunjukkan sihir miliknya di depannya, Gufron sudah menduga bahwa sihir miliknya lebih besar. Belum lagi kapasitas sihir dan elemen yang dipakai olehnya. Api berkobar cukup besar. Sampai-sampai ukurannya bisa segenggam tangan. Setelah itu, air mengalir cukup deras. Aisyah buru-buru mengambil ember. Sama halnya dengan tanah. Hanya saja, angin berhembus kencang. Rambut Gufron terbang kemana-mana. Kedua matanya berkedip-kedip. Tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Apa kau sudah bisa mengendalikannya?" tanya Gufron.
Gadis berhijab itu menggeleng kepala. Dia tahu, apabila menceritakan kepada orang lain, dirinya tidak akan pernah menjalani kehidupan normal umumnya. Ditambah lagi, Aisyah akan hidup dalam pengasingan. Baik keluarganya, teman-temannya maupun orang lain. Gufron tidak akan membiarkan hal itu terjadi padanya.
Lalu, dia mengirimkan sebuah secarik kertas kepada robot android. Kebetulan, dirinya menyuruh robot tersebut untuk bersembunyi. Takut Rina Shirasaki Alternate akan menentangnya. Setelah itu, kapal argo meninggalkan dirinya. Gufron merasa baikan. Sejam kemudian, dia menerima telpon. Tentu saja dari Rina Alternate Shirasaki. Gufron mengrenyitkan kening. Gufron membuang napas. Bersiap untuk memasang telinga baik-baik. Dia menekan tombol hijau dan menaruh ke lubang indera pendengaran.
"Halo?" kata Gufron bernada santai.
"Kau ini bodoh ya! Kenapa kau tinggal di sana! Bukankah kau kemari hanya untuk mengawasi saja?" umpat Rina Alternate Shirasaki. Membuat telinga Gufron berdengung.
"Biarin saja kenapa? Lagipula, aku tidak bisa mengabaikan orang yang memiliki kapasitas sihir," balasnya.
Rina Shirasaki Alternate menghela napas. Terdengar suara helaan dari mulutnya. Gufron mengelus-elus kepalanya. Meminta maaf atas sikap egoisnya. Tapi bagi Rina, Gufron wajar melancarkan aksi agresif karena dia dididik oleh orang tua Aisyah. Dia berkeinginan untuk berlajar ilmu agama. Tapi sampai sekarang, tidak ada ahlinya. Atau yang membagikan ilmu agama dengan kejiwaan. Itu penting mengingat tim yang dipimpin olehnya adalah orang-orang memiliki kekuatan abnormal. Sehingga eksistensi mereka patut dipertanyakan.
"Percuma saja melarangmu. Kau tidak ada bedanya dengan Koichirou-kun," keluhnya.
Seketika, Gufron kegirangan mendengarnya. Sedangkan Rina Shirasaki Alternate tersenyum simpul. Di belakangnya, ada Koichirou sedang mengonsumsi sate dango. Makanan manis yang dikukus atau masak berbentuk bulat. Lainnya mengikuti Koichirou.
"Kalau begitu, aku tutup dulu ya. Latihan akan dimulai nih," ujar Gufron melalui suara.
Telponnya ditutup. Gufron langsung menoleh ke Aisyah, yang masih berumur 6 tahun. Tatapan polosnya membuat dirinya terenyuh. Gufron menyuruh Aisyah ke lapangan sehabis menaruh korek api di dapur.
Untuk mengontrol kemampuannya, Gufron mengumpulkan berbagai macam latihan. Elemen air diambil ketika Aisyah berenang di kolam renang. Elemen api dengan cara menaruh dua lilin diantara telapak tangan. Elemen tanah menggenggam sebongkah tanah. Sedangkan angin menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Keempat elemen saling membutuhkan hingga menjadi satu bagian. Aisyah dituntut menguasai empat elemen dalam latihan yang dibuat Gufron. Yang pertama adalah berenang di kolam renang. Dia berenang memang lumayan jago. Cipratan air ke mana-mana. Membasahi wajahnya.
Pakaian yang dia kenakan masih bersifat sopan. Aisyah mengenakan baju renang, menutupi seluruh anggota tubuhnya. Warna hitam dengan legging mencolok. Hijabnya menutupi telinganya, supaya tidak kemasukan air.
"Ok! Mulai!" kata Gufron memberikan aba-aba kepadanya.
Aisyah langsung berenang dengan gaya bebas. Dia terus berenang. Menggerakkan kedua kakinya tanpa henti. Kepalanya melelep di dalam air. Memegang pelampung merah. Gufron mengawasinya dari belakang. Bunyi sentuhan antara pelampung dan dinding kolam memantul. Aisyah mendongak ke dinding. Dia memutar badannya. Lalu kaki kanan mendorong di dinding kolam. Laju kecepatannya semakin meningkat. Terlihat cipratan ombak mulai membesar. Orang-orang yang berenang terkena dampaknya. Beruntung, mereka tidak mempermasalahkan karena kolamnya tidak meninggi. Jadi tidak mengenai bagian luar kolam. Walau demikian, ada rasa kekhawatiran dari Aisyah, bahwa kekuatan dalam dirinya menyakiti orang-orang sekitar.
Dan benar saja. sebuah ombak dari lautan membesar. Bersiap mengenai luar dinding kolam. Beberapa orang mundur sejenak. Sedangkan penjaga kolam terhenyak ombak kolam begitu besar. Gufron menggunakan sihir miliknya.
"[Time Stop]! [Rewind]!"
Kedua sihir tersebut merupakan langka dan sulit digunakan oleh siapapun. Akan tetapi Gufron mampu menggunakannya. Dia memutar balikkan waktu. Sampai pada di mana rasa kekhawatiran dalam diri Aisyah.
Gufron memosisikan diri di belakang Aisyah. Setelah itu, dia memulai dengan menyentuh jemari kakinya. Aktifitasnya kembali berjalan normal seperti biasanya.
"Aisyah, kau terlalu banyak berpikir!" kritik Gufron.
"Maafkan aku!" kata Aisyah berteriak.
Dia menggeleng-geleng kepala melihatnya. Gufron berjalan mengarungi arus kolam.
Sementara itu, dalam pelatihan angin. Aisyah disuruh melakukan meditasi. Sejujurnya, Gufron ikut dalam pelatihan. Akan tetapi dirinya ingin mengetahui apakah Aisyah mampu melaksanakannya dengan baik.
Hembusan angin cukup kencang. Dedaunan beterbangan di mana-mana. Rerumputan bergoyang kesana kemari. Kupu-kupu terbang menghinggapi kepala Aisyah, yang duduk bersila. Kedua tangannya bersemedi. Jari telunjuk dan jempol ditekuk. Merasakan hembusan angin.
"Rasakan angin masuk ke dalam tubuhmu," ucapnya menggetarkan hati Aisyah.
Memang Aisyah dituntut untuk mengendalikan kemampuan anginnya. Supaya tidak ada insiden sebelumnya terulang. Pasca Gufron menggunakan [Time Stop dan [Rewind], dia harus menjelaskan kepadanya. Untungnya, gadis berhijab itu mengerti.
Aromatherapy merasuki permukaan kulit hingga lubang hidungnya. Pernapasan diafragma telah dilakukan. Aisyah menarik napas dalam-dalam dari tubuhnya. Lalu keluarkan secara kasar. Seketika, angin semakin kencang dan menghancurkan pepohonan.
Gufron mengernyitkan dahinya. Tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Gufron menepuk pundaknya dan berbisik. "Sekali lagi."
Seketika, bisikannya membuat Aisyah menggembungkan pipinya. Ekspresinya ngambek. Mau tidak mau mengulangi lagi dari awal.
Baru beberapa menit, suara bersin keluar dari hidung Aisyah. Kali ini, kekuatan angin cukup besar. Daun terbelah menjadi beberapa bagian. Mengenai orang-orang sekitarnya. Beberapa dari mereka terkena angin kencang, sehingga secara tidak langsung memperlihatkan pakaian dalam bagi wanita. Sedangkan laki-laki baju yang dikenakan seperti jaket atau topi ikut terbang. Tapi terlalu kencang sehingga tidak bisa mengambilnya.
Gufron menggunakan sihir itu lagi. Sebelum dia melakukannya, laki-laki itu memukul bagian kepala belakangnya.
"Sakit tahu!" gerutunya.
"[Time Stop]! [Rewind]!" ucapnya bernada tinggi.
Dia memutar balikkan waktu sampai Aisyah bersiap untuk melakukan pernapasan diafragma. Seketika, Gufron menghentikannya. Tapi terlambat. Aisyah malah bersin ke wajahnya. Hingga pakaian dan celananya hancur seketika. Aisyah shock melihatnya dalam keadaan bugil Gufron menutup bagian bawahnya, dan wajahnya merah merona. Mirip seperti udang rebus.
"Maaf! Aku tidak sengaja lagi!" katanya bersujud tanpa mendongak.
Namun Gufron mengepalkan kedua tangannya. Mencoba untuk bersabar. Dia menyuruh Aisyah untuk melakukan lagi dari awal. Kali ini, Gufron meminjam pakaian dari orang tuanya, walau dalam hatinya merasa sungkan terhadap Hartoyo.
Untuk elemen api dan tanah, dilakukan secara bersamaan. Dia disuruh untuk memadamkan api dengan elemen tanah. Walau kemungkinan kecil, setidaknya tanah bisa memadamkan walau sedikit membekas. Gufron menaruh minyak hingga membentuk lingkaran. Lalu menyalakan korek api. Kobaran api terus mengelilinginya. Mengelilingi Aisyah dan area terdekatnya. Ekspresinya mengeras. Tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Nah, saatnya untuk memadamkan api dengan elemen tanah itu. Jika kau berhasil, maka latihanmu akan kukurangi," katanya menjanjikan sesuatu kepadanya.
Namun mendengarnya saja membuat Aisyah merasa lebih lega. Pasalnya Gufron memberikan pelatihan cukup keras. Bahkan tidak memiliki waktu untuk belajar seperti yang diinginkan. Meski demkian, jika itu berguna untuk mengendalikan, apapun akan dia lakukan.
Api menjalar terlalu lebar. Salah satu orang melihat api membesar. Dia menghubungi pihak pemadam kebarakan untuk memadamkan. Tapi dihentikan olehnya.
"Biarkan saja dulu. Ada orang di sana," katanya tersenyum.
"Apa kau gila? Kalau dia mati ba—" Gufron menepuk bagian belakang lehernya hingga tidak sadarkan diri.
Dirinya tidak suka ada orang yang ikut mencampuri urusannya. Gufron mengintip celah-celah api menjalar. Aisyah memejamkan mata. Membayangkan dirinya mengangkat sebuah batu berukuran raksasa. Lalu dia hempaskan hingga memadamkan api. Suara ledakan tanah bergemuruh. Membuat tanah berpijak menjadi terbelah. Gufron menghela napas.
"Kau terlalu mengeluarkan tenagamu, dasar bodoh!" bentaknya.
Kini dirinya tidak tahu harus berbuat apa. Dia ingin mencoba metode lainnya untuk melatih Aisyah. Di samping itu, ledakan tanah barusan sudah pasti menarik banyak orang.
"Sial. Kita berdua terlalu mencolok sih," gumamnya.
Dengan terpaksa, Gufron menggunakan [Time Stop] dan [Rewind] sekali lagi. Kali ini, dia berencana mencari cara untuk melatihnya. Kedua matanya terfokus dengan pergerakan mundur. Hingga akhirnya dia menemukan yang pas.
"Aku tahu apa yang harus kulakukan,"
Gufron membuatkan sebuah anak panah dan busur panah untuknya. Tidak lupa memasangkan sarung tangan untuk mengendalikan kekuatan sementara. Apabila tidak digunakan, kekuatan sihirnya lepas kendali. Dan menyebabkan orang lain terkena dampaknya.
Setelah selesai dibuatkan, Aisyah menarik senar dan menariknya disertai anak panahnya. Lalu dilepaskan menuju target yang telah disiapkan Gufron. Anak panah meluncur cepat. Tertancap pada bagian lingkaran merah.
"Mustahil. Kau bisa mendapatkan nilai sempurna. Apa kau seorang pemanah jitu?" katanya mengerutkan dahi.
"Tidak juga kok. Kebetulan juga aku sering melihat Ayah bermain panah untuk menuntaskan hobinya. Sama kayak ibuku," akuinya.
Kini senyuman mengambang di bibir Gufron. Dia pun memberikan anak panah kepadanya.
"Kalau kau tidak bisa mengendalikan sihirmu, gunakan cara ini. Pelan-pelan saja dan rasakan empat elemen menyatu dalam tubuhmu. Anggap saja memanah merupakan meditasi," katanya menjelaskan walau agak sedikit melenceng dari apa yang diharapkan.
Mata Aisyah berbinar-binar mendengar penjelasan singkat dari Gufron. Dia terus mengawasi gadis berhijab itu sampai benar-benar mahir. Tembakan dan akurasi semakin meningkat tajam. Hingga akhirnya Gufron harus kembali ke kapal Argo. Sebelum pamit pergi, Gufron memberikan penjelasan kepada orang tua angkat Aisyah. Bahwasanya, sudah tidak ada masalah dengan lepas kendali kekuatan sihirnya. Tapi sebagai gantinya, Gufron meminta untuk membiarkan Aisyah memanah. Mulanya Hartoyo agak keberatan.
"Tidak bisa! Itu belum cukup! Saya ingin kekuatan anak saya hilang sepenuhnya!"
"Kalau menghilangkan kekuatan anak bapak tidak bisa! Hal itu mengalami penentangan terhadap Dewa, Pak. Satu-satunya cara adalah membiarkan kekuatan sihirnya mengalir begitu saja," tuntutnya.
Seketika, Hartoyo tidak berkutik berdebat dengannya. Ratih juga mengalami hal serupa. Keduanya memasang ekspresi wajah rumit. Gufron sendiri tidak tahu apakah harus membiarkan masalah ini berlanjut atau diakhiri. Tapi dia tidak mau mencampuri keluarganya lebih lama lagi.
Hingga akhirnya dia pamit pergi menuju kapal Argo. Setelah Gufron pergi, dirinya ingin bertemu dengan Aisyah.
~o0o~
Mengingat latihan keras yang diberikan Gufron membuat Aisyah berpikir keras. Hartoyo sudah menjelaskan singkat mengenai masa lalunya. Situasinya menegang. Baik Aisyah, Hartoyo maupun Ratih.
"Dengan kata lain, aku anak pungutan dari Bumi lain. Lalu tanpa sengaja, Sakurachi-san dan Tsukishima-san menitipkanku kepada Mama dan Papa. Benar begitu?"
"Itu benar, Nak. Kami menyesal karena tidak memberitahukan kepadamu soal ini," ucap Hartoyo bernada penyesalan.
Namun Aisyah bangkit berdiri, memutuskan untuk pergi ke ruangan. Langkah kakinya terasa berat.
"Maaf, Ma, Pa. Aisyah ingin sendiri dulu," katanya membalas singkat.
Pintu dikunci dari dalam. Aisyah merebahkan dirinya ke kasur. Tangan kanannya menutupi wajahnya dipenuhi air mata. Meleleh di sekujur pipinya.
"Padahal aku ingin berbagi keluh kesahku kepada kalian. Tapi Kenapa malah membebani dengan menceritakan masa laluku?" gumamnya bernada sedih.
Perlahan-lahan, dirinya tertidur dalam kelelapan. Air matanya enggan dihapus. Membiarkan untuk lebih lama lagi.
Pada malam harinya, Ivan membawa tas sekolah. Dia disambut oleh salah satu pelayan berkemeja hitam. Dengan penuh kaku, dia membungkukkan badannya.
"Aku pulang," kata Ivan bernada datar.
"Selamat datang, Ivan-sama. Kami telah menunggu kedatangan anda," ucapnya.
Namun Ivan tidak bergeming. Sebaliknya, dia memunculkan ekspresi ketidaksukaannya terhadap keluarganya sendiri. Langkah kakinya bergetar. Tidak mempedulikan percakapan keluarganya. Mereka sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada rasa sakit dalam diri Ivan. Mereka seperti biasanya, mengabaikan keberadaan dirinya. Hingga akhirnya, pelayan berbicara dengan pelan.
"Ivan-sama. Kenapa anda tidak mampir bertemu dengan Yohannes-sama?"
"Tidak perlu. Paling-paling mereka mengabaikanku. Aku mau istirahat dulu," ucapnya bernada datar.
Setelah itu, dia masuk ke dalam ruangan dengan hati gundah. Bawaannya emosi melulu. Dia mengepalkan kedua tangannya. Tapi dia menarik napas panjang-panjang. Mengabaikan sekitarnya.
"Ivan-sama ... apakah anda masih membenci keluarga ini? Jika itu benar, maka anda tidak jauh berbeda dengan Yohannes-sama," gumamnya dalam hati.
Helaan napas keluar dari mulut pelayan. Pintu dibanting, mengunci pintunya dari dalam. Memang ada hal yang tidak bisa disampaikan melalui kata-kata. Setidaknya, pelayan berharap Ivan tidak diperlakukan sebagai orang luar. Sayang, mulut tidak sinkron dengan pemikirannya.
"Semoga anda cepat sadar, Ivan-sama. Karena ... anda adalah pria yang sebenarnya baik," gumamnya lagi.
Sehabis pintu kamar dikunci, Ivan merebahkan kasur. Menutup matanya sembari merogoh sesuatu di dalam bantalnya. Sinar rembulan menyinari jendela kamar. Lalu tangan kanannya menggenggam bungkus plastic berisi sabu-sabu. Dia membukanya dan mengendus-endusnya. Tidak lupa juga menciumnya sambil menikmati sabu-sabu. Dia terbatuk-batuk, mengusap bibir dan hidung Ivan.
To be Continued