Setelah agak jauh berjalan menyusuri lubang, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak. Berjalan di lubang atau goa ini cukup melelahkan, jalannya agak naik sedang lantainya licin.
Kami memakan makanan kaleng yang dibawa oleh Albert tanpa dihangatkan, kami terlalu lapar. Aku melahap sup buah kalengan dengan cepat karena lapar dan haus yang melanda dari tadi, rasanya lumayan, sepertinya produk impor.
"Sepertinya sekarang sudah menjelang petang." Albert membuka pembicaraan sambil menikmati makanannya, "sudah lama sejak kita mulai berjalan menyusuri goa ini pagi tadi."
"Semoga di ujung goa ini kita menemukan anak Tuan Rusman," kata Bimo.
"Junior, kau dengar suara duyung, tadi?"
"Aku mendengarnya tapi tidak tahu apa maksudnya, Nick."
"Sepertinya kita akan menghadapi masalah yang lebih besar," Nick memandangku dengan serius. "Itu bahasa Yunani kuno, Junior, dia menyuruh kita pergi."
"Pergi?"
"Aku dengar dia berkata...
'I Ēchidna vasilissa tha einai thymoménos...
Cháryvdi tha afxithei...'
Kau tahu apa artinya?"
Uhuk! Uhuk!
Aku tersedak hingga Bimo yang duduk di sebelahku menepuk-nepuk pundakku.
"Echidna? Kenapa aku tak menyadarinya, dan Charybdis..."
"Yod, Charybdis, kan..."
"Ya, aku tak menyangka dan hampir tak percaya mereka menyebutnya di sini."
"Kahitna? Seperti nama grup musik." Albert bertanya dengan bodohnya, tapi aku maklum dia tidak tahu banyak mengenai ini.
"Echidna, Kapten." Bimo berkata dengan nada kesal, "Anda kira kita sedang berburu kaset Yovie and the Nuno?"
"Oh, haha. Maafkan saya."
"Echidna adalah wanita setengah ular, mirip duyung tapi setengah tubuhnya ular, dan dia hanya ada satu di dunia," kataku menjelaskan pada Albert.
"Betul, dia dijuluki ibu para monster, tidak seperti Medussa yang hanya mendiami suatu tempat, Echidna bisa ke manapun dia mau, dan dia juga memimpin beberapa makhluk." Nick melanjutkan penjelasan.
"Saya jadi teringat mitos Nyi Blorong atau Nyi Roro Kidul penguasa Laut Selatan." Albert melebarkan matanya, sepertinya dia sangat tertarik.
"Kalian tau, kan? Dia juga wanita setengah ular. Ah, tapi dia kan di laut selatan, sedangkan ini laut utara."
Kenapa aku tidak berpikir kesana, legenda Nyi Blorong sudah ada berabad-abad di sini, jika benar sebenarnya dia Echidna, berarti sudah banyak makhluk mitos dari luar yang masuk ke sini. Ah, tapi tidak mungkin, bodohnya aku memikirkan kata-kata Albert yang polos itu.
Aku melihat Nick, dia sedang terdiam, menopang kepala dengan menaruh kepalan tangan pada bibirnya.
"Nick, kita dalam bahaya jika benar berhadapan dengan Echidna. Apalagi Charybdis, makhluk yang sangat mengerikan itu, meski aku belum pernah melihat mereka secara langsung."
Charybdis, makhluk yang sangat besar dan mengerikan, saat mulutnya terbuka, air laut akan masuk dan mengakibatkan pusaran air yang besar, kapal laut yang besar pun bisa ikut tertelan ke dalamnya.
"Junior, kau masih ingat apa yang terjadi dengan orangtuamu?"
"Yang aku tahu mereka tidak pernah kembali, Nick, seperti yang kau bilang, mereka kecelakaan saat menangani kasus dan mayat mereka tidak ditemukan."
Nick mendekatiku, "Echidna, mereka terakhir menyelidikinya, tanpa menunggu aku datang dulu, mereka menghilang, Junior. Aku belum yakin Yodha--- maksudku Edward dan Julia sudah meninggal."
Aku kaget, melotot pada Nick dan tanpa sengaja menjatuhkan kaleng sup buah dari genggamanku.
....
"Junior, kau tidak apa-apa?" Nick menyentuh pundakku, "maafkan aku, Junior, kau boleh marah padaku."
"Tidak, Nick, aku tidak apa-apa meski kau berbohong tentang mereka. Dulu kau bilang padaku mereka telah meninggal, akupun percaya karena mereka tidak pernah kembali."
Dulu Nick mengatakan padaku bahwa ayah dan ibuku meninggal karena kecelakaan, kendaraan yang mereka tumpangi masuk ke jurang saat mereka menuju ke suatu tempat.
Malam sebelumnya, ibu berpamitan padaku, dia bersama ayah akan pergi ke pedesaan di Wales. Aku tinggal di rumah bersama beberapa asisten rumah tangga di Glasgow, Skotlandia. Esoknya, Nick datang ke rumah dan mencari ayah, aku ingat dia cepat sekali, begitu tahu ayah tidak di rumah, dia langsung pergi, belakangan jika aku ingat, dia pasti telah mengetahui tempat tujuan ayah dan ibuku.
Selang beberapa hari, Nick pulang ke rumahku tanpa mereka, dan seperti yang aku bilang tadi, Nick mengarang cerita. Lalu kami pindah ke Jawa, ke rumah lama ayah dan tempat kelahiranku. Hingga banyak cerita sampai kami berpisah dan Nick tinggal di Kalimantan. Sekarang aku paham, dia bermaksud agar aku berhenti berharap, tapi ada yang mengganjal dalam pikiranku.
"Benar kau tidak marah, Junior? Lalu apa yang membuatmu terkejut seperti itu? Apa karena Echidna? Ya, aku sendiri pun terkejut."
"Salah satunya itu, Nick." Aku memungut kembali kaleng sup buah yang jatuh tadi, tapi ternyata isinya sudah kosong tertumpah.
"Aku tahu alasanmu mengarang cerita kecelakaan, agar aku tidak bertanya apa yang sedang mereka selidiki, dan sekarang, itu mengejutkanku. Lalu, pernyataanmu, kau bilang mungkin mereka masih hidup."
"Saya mungkin tahu, di jawa, orang yang diculik atau dijadikan tumbal untuk Nyi Blorong sebenarnya masih hidup, tapi tubuhnya diganti dengan yang lain." Tiba-tiba Albert ikut berceloteh dengan polosnya tentang apa yang dia pahami sendiri.
"Kapten, anda terlalu sering menonton film kolosal." Hanya Bimo yang menanggapi celoteh Albert.
"Kau betul, Junior. Aku paham sifatmu, jika aku cerita yang sebenarnya pasti kau akan bertanya makhluk apa yang bisa membuat Yodha, ayahmu yang hebat itu lenyap, lalu sepanjang hidup, kau akan mengejarnya."
Seperti yang sudah ku bilang, Nick biasa memanggil ayahku Yodha, seperti nama panggilanku saat ini.
"Aku tahu Echidna adalah makhluk paling mengerikan, Nick, yang membuatku terkejut, ayahku pernah menghadapinya dan itulah sebab kenapa dia menghilang."
"Akan aku ceritakan detailnya, Junior."
....
"Mungkin beberapa hari kedepan aku akan ke Wales, Nicky." Yodha berbicara tanpa menatapku, dia membolak-balik halaman buku di tangannya tanpa membacanya.
"Kau mendapat laporan dari sana?" Aku suka sekali duduk di ruang baca Yodha, selain nyaman, Julia, istrinya selalu menyuguhkan teh dan kue kering yang enak untukku.
"Aku punya kenalan di sana, dia bilang ada suatu tempat di dekat sebuah desa, penduduknya memiliki adat yang aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Setahun sekali, mereka mengorbankan ternak mereka pada sesuatu, dan diyakini itu adalah makhluk pelindung mereka."
"Lalu?" Aku mendengarkan Yodha berbicara sambil memakan kue manis dan meminum teh tawar segar dari Julia, ini sangat menarik.
"Temanku bilang, sebenarnya bukan ternak, mereka menutupinya, tapi mereka mengorbankan manusia."
"Ehhmm! Makhluk macam apa yang seperti itu, Yodha?"
Tiba-tiba kunyahan kue terasa menyangkut di tenggorokanku, aku segera mengambil cangkir teh dan meminum isinya.
Yodha menoleh padaku, "mereka bilang--- Orthros."
"Uhuk! Uhuk!" aku tersedak, sampai air teh yang kuminum keluar dari hidungku, bahkan rasanya banyak yang masuk ke kepala dan otakku kebanjiran air teh.
"Makanya pelan-pelan kalau minum."
Aku mengelap hidungku dengan lengan baju, kepalaku sedikit sakit rasanya.
"Kau belum yakin itu dia kan, kawan? Orthros sudah mati."
"Makanya aku ingin ke sana, Nick." Yodha meletakkan bukunya di rak, kemudian duduk di depanku, "semoga bukan Orthros."
Dia tersenyum lalu meminum teh dari cangkir di depannya.
Aku tahu dalam hatinya, dia berharap itu benar-benar Orthros, makhluk mengerikan seperti anjing raksasa berkepala dua, anak dari Echidna, ibu para monster.
"Yodha, jika itu benar dia, akan sangat bahaya. Aku menyarankan agar kita jangan ke sana."
"Ayolah, Nick, Orthros sebenarnya tidak bebahaya bagi hewan atau manusia."
"Tapi saudara-saudaranya, Yodha! Kau tidak ingat dia anak Echidna, makhluk mengerikan pemakan daging mentah manusia, kau tidak curiga dengan adat yang mengorbankan sesuatu untuk makhluk yang tidak mengganggu? Pasti ada sesuatu di balik itu."
"Nicky, kau tahu, kan? Inilah obsesiku, melihat dan bertemu langsung makhluk legendaris. Sudah banyak makhluk biasa yang kita temui, unicorn, kurcaci, centaur, bahkan Juniorku pun biasa bermain dengan griffin."
"Tapi, Yodha ...."
"Nick! Orthros, Cerberus, Hydra, bahkan Echidna, mereka hanya ada satu di dunia, suatu pencapaian tertinggi bagi orang seperti aku berhadapan dengan makhluk legendaris seperti mereka, aku akan membayar dengan apapun untuk itu."
Aku hanya bisa menatap mata Yodha yang penuh api semangat tanpa bisa berkata apapun.
"Percuma kau mencegah kami, Nick." Suara wanita di belakang membuatku menoleh.
Seorang wanita berambut panjang berwarna pirang gelap mengenakan baju tidur panjang berwarna hitam, sangat cantik, dia Julia, istri Yodha.
"Kau juga, Julia, kau tidak merasa ini terlalu berbahaya?"
"Justru ini yang kami nantikan, Nick. Aku dan Edward tidak bisa tahan dengan melewatkan kesempatan langka seperti ini," kata Julia yang kemudian membungkuk di belakang kursi Yodha, menyandarkan badannya dengan menaruh siku pada bahu suaminya.
"Kalian memang gila, apa kalian tidak berpikir tentang Junior?"
Mereka berdua tersenyum. "Tidak akan ada apa-apa, Nicky," kata Yodha.
Dua hari setelah pembicaraanku dengan Yodha, aku kembali datang ke rumahnya. Sebuah rumah keluarga Eropa yang besar dengan halaman luas dengan pintu gerbang. Aku tidak melihat mobilnya yang biasa terparkir di depan rumah setelah aku masuk ke halaman dengan mengendarai mobilku.
Aku menghentikan mobil disamping halaman rumput depan rumah. Kulihat Junior sedang bermain, mengecat patung-patung kecil dari kayu yang berbentuk pegasus dan naga. Dia punya banyak patung-patung kecil yang dibuatnya sendiri, sesuai apa yang dia lihat di buku atau yang sudah dia lihat sendiri secara langsung .
"Junior! Mana ayahmu?" Aku berbicara padanya dengan melongokkan kepala dari dalam mobil.
Junior mendongakkan kepala lalu memandangku. "Mereka ke Wales," jawabnya singkat lalu kembali menunduk bermain dengan mainannya.
"Dasar, Yodha dan Julia, mereka pergi tanpaku."
Aku lalu pergi dari rumah Yodha dan menuju bandara, tujuanku selanjutnya adalah sebuah tempat di Wales.
Aku sampai di suatu desa kecil di wilayah Snowdonia, sesuai informasi yang aku dapat dari teman Yodha. Semua temannya aku kenal, termasuk Adam Arnett, seorang lelaki setengah tua yang tinggal di suatu kota kecil di Wales. Dan kini dia ikut bersamaku mencari Yodha.
Dia bercerita sama seperti yang pernah Yodha ceritakan padaku, dia juga bilang kalau Yodha dan Julia tidak mampir ke rumahnya, artinya mereka langsung menuju ke tempat ini.
Mobil kami memasuki jalanan di sebuah pedesaan yang masih tradisional, dengan rumah-rumah kayu berderet yang tidak nampak jelas karena kabut, para penduduk dengan pakaian petani berjalan dan sebagian menunggang gerobak yang ditarik kuda.
Sepanjang jalan, orang-orang desa menatap kami dengan pandangan aneh. Seorang perempuan tua yang menggunakan mantel dan penutup kepala, tiba-tiba muncul mengejutkanku, di samping jendela mobil kami yang berjalan pelan
Buk! Buk!
Dia memukul kaca pintu mobil dengan telapak tangannya yang keriput. Aku membuka kaca jendela dan berhadapan dengan wajah tuanya.
"Ada apa, Nyonya?"
"Pergi kalian dari sini!" Suaranya yang bergetar membuatku merinding.