Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 54 - Chapter 21

Chapter 54 - Chapter 21

Kalau suka dengan cerita ini, silahkan VOTE ya! Bebas jika ingin berkomentar!

Selamat membaca!

_______________________________________

"Yang Mulia!"

"Tuan Putri!"

"Monster sialan! Rasakan ini! Dragon Hunt!"

*Whuuuuufff*

"Mati kau! God Judgement Thrust!"

*Wuuuusss*

"Dead End!"

*Syuuuu*

Semua Pasukan Khusus yang ditugaskan Sang Raja untuk menjaga Putri Liviara, tanpa ragu memulai serangannya terhadap monster besar yang sudah melukai Sang Putri. Mereka bukanlah prajurit biasa.

Pasukan Khusus yang telah dipilih langsung oleh Raja Arthos merupakan prajurit terbaik. Kekuatan mereka setara dengan Petualang Plat Gold. Masing-masing mereka sudah menguasai minimal satu skill tingkat atas di kelasnya.

Namun sungguh disayangkan. Monster besar yang sedang mereka hadapi bukanlah monster sembarangan. Monster yang mereka hadapi adalah Manticore. Salah satu monster kelas C yang berada di urutan atas.

Berwujud seperti singa dengan sayap kelelawar besar di punggungnya. Ekornya menyerupai ekor kalajengking yang menyimpan racun mematikan. Rambut keras yang menutupi tubuhnya bagaikan kawat-kawat baja, memberikan perlindungan tinggi bagi tubuh monster itu.

*Trakk*

Anak panah yang ditembakkan, patah ketika menyentuh rambut di tubuh Manticore.

*Crraasss* *craassss*

*Jleb*

"Khuaaaaakk!"

"Huukkk!"

"Ghaakk!"

Manticore mengalihkan perhatiannya menuju orang-orang yang berusaha menyerangnya. Dalam hitungan sepersekian detik, kedua cakar depan Manticore sudah berlumuran darah dari Pasukan Khusus yang dibunuhnya dengan instan.

Di saat yang sama, ekornya menancap di perut salah satu Archer, menembus chainmail yang dikenakan Archer tersebut. Dan ketika sengatnya dicabut, Archer tersebut langsung kejang untuk beberapa detik lalu kehilangan nyawanya.

Cepat sekali! Monster sebesar itu mampu bergerak dengan sangat cepat!

"Kalian berdua! Selamatkan Putri Livi--HOOKKK!!!"

Sang Kapten, langsung diterkam oleh Manticore sebelum ia selesai memberikan instruksi pada bawahannya. Tubuhnya terpisah menjadi dua bagian, terputus di bagian perut oleh cakar yang sangat panjang dan tajam milik Manticore.

Melihat Kapten mereka mati, orang yang ditunjuk sebagai wakilnya langsung mengambil alih komando.

"Dua orang, selamatkan Tuan Putri! Lainnya, seraaang!"

"Hah!!!"

Seorang tentara dengan kapak besar yang dipegang menggunakan kedua tangannya, menyerang Manticore dari belakang.

*Jroott*

Baru saja dia mulai berlari dan mengangkat kapaknya untuk menyerang Manticore dari belakang, malah sesuatu menusuk kepalanya menembus helm yang dipakainya. Ditusuk dari bagian belakang, sesuatu yang berlumuran darah keluar dari mata kanannya. Ekor Manticore!

Gila! Menakutkan! Kecepatan dari pergerakan monster ini tidak dapat dicerna akal sehat!

Hanya 15 dari 20 pasukan yang tersisa. Dan Sang Putri hanya bisa tertelungkup dengan dua buah luka robek besar pada betisnya. Pendarahan pun masih berlangsung pada betis yang robek tersebut.

Pasukan Khusus tak mampu melawan Manticore yang pergerakannya sangat cepat ini. Dia berlari dan bermanuver gesit untuk menghindari semua serangan dari Pasukan Khusus yang ada di sana. Dengan kepakan sayapnya, menambah kecepatan gerakannya dan meningkatkan kegesitan perpindahan tubuhnya.

Manticore dapat melompat jauh dengan cepat karena bantuan sayapnya. Dengan begitu, setiap detiknya dia dapat membunuh satu atau dua pasukan pengawal sekaligus.

Untuk kekuatan serang saja, Manticore masih lebih lemah daripada naga kelas D yang dapat menyemburkan api dahsyat pada targetnya. Tapi, kelincahan yang tidak masuk akal darinya, membuatnya menjadi salah satu monster kelas C yang mematikan.

*Kroaakk*

Manticore menggigit kepala salah satu Tank dan menariknya dengan paksa. Membuat kepala tersebut terlepas dari lehernya. Instant death.

Pasukan Khusus yang memiliki kekuatan setara Petualang Plat Gold hanya dipermainkan seperti kucing yang bermain dengan bola kecil. Setiap cakaran, setiap gigitan, dan setiap tusukan ekornya, memberikan kematian instan pada musuhnya. Dan hanya tersisa 3 orang lagi.

"Huuukk!"

"Ghoookk!"

"Guhaaakkk!"

Tiga pasukan yang tersisa pun, akhirnya menemui nasib yang sama dengan 17 lainnya. Menjadi seonggok daging berlumur darah yang tak bernyawa.

"To-... Tolong... Dewi Gaea..." Ucap Sang Putri, lemah.

Sang Putri masih berusaha untuk mempertahankan kesadarannya. Pendarahan di betisnya masih berlangsung. Harapannya untuk tetap selamat hampir sirna. Namun, dia masih berharap sebuah keajaiban dari Dewi Gaea akan datang menyelamatkannya.

Manticore sudah selesai dengan 20 bola kecil yang dimainkannya. Dia kembali beralih pada seseorang yang sudah mengganggunya di tempat peristirahatannya. Sang Putri.

*Dug... Dug... Dug... Dug...*

Putri Liviara yang masih tertelungkup di atas pasir, merasakan getaran di tanah dari setiap hentakan langkah Manticore. Semakin dekat, semakin kuat juga getarnya. Manticore menikmati waktu yang dimilikinya karena sudah tidak ada lagi yang akan mengganggunya untuk bersenang-senang melampiaskan kemarahannya karena telah diusik.

*Deg deg deg deg deg deg*

Putri Liviara merasakan detak jantungnya yang semakin cepat berdebar. Dia takut. Dia ketakutan. Putri Liviara ketakutan hingga merasakan mual di perutnya dan rasa terbakar di tengkuknya. Bau darah yang menyengat di sekitarnya, membuat perasaannya menjadi semakin tidak karuan.

Dan tiba-tiba, dia merasakan hembusan udara hangat di lehernya, disertai dengan suara menggeram yang berat.

"Gggrrrrhhh..."

Manticore... Manticore sudah berada tepat di atasnya! Udara hangat ini adalah nafas Manticore! Geraman ini adalah suara Manticore yang sudah membuka mulutnya dan akan memakan Putri yang rapuh ini segera!

*Bhuuggg!*

*Bruuggg*

Suara hantaman keras terdengar di dekat telinganya. Dilanjutkan dengan suara benturan keras dari lokasi yang agak jauh, yang menggetarkan tanah di bawahnya.

*Drap drap drap drap...*

Kemudian disusul dengan suara derap langkah beberapa orang mendekatinya.

"Kamu masi idup?" Suara seorang laki-laki yang asing terdengar olehnya.

Di dalam hati, Putri Liviara sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Dewi Gaea yang telah menjawab doanya dengan mengirimkan bala bantuan untuk menyelamatkan nyawanya.

Dan dia merasa tak perlu lagi berusaha keras untuk mempertahankan kesadarannya. Dia melepas semua tekanan yang ada di dalam batinnya. Di saat itu pula, pandangannya berubah gelap.

***

"Aaahhh... Nggak seru lawannyaaa!" Ruby menggerutu karena monster singa besar bersayap yang dipukulnya hanya dengan sekali pukulan menggunakan Cursed Dragon Claw, langsung tumbang dan tidak bergerak lagi.

"Loh, cewek ini malah pingsan..." Kata Kak Arka setelah menghampiri seorang perempuan yang betisnya terluka cukup parah.

Seorang perempuan yang umurnya tidak jauh dari umurku, tergeletak dalam posisi telungkup di area berpasir. Wajahnya menghadap ke samping kanan.

Rambutnya panjang bergelombang dengan warna coklat kemerahan. Sesaat sebelum ia pingsan, aku melihat iris matanya yang memiliki warna hampir sama dengan rambutnya. Hidung mancung di wajah cantik itu menambahkan daya tarik tersendiri.

"Ar, darahnya masih ngalir tuh di betisnya..." Kak Syla memberitahu Kak Arka.

"Ren, keluarin alat-alat medisku, tolong."

"Baik."

"Me-mereka... Di-dibunuh monster i-itu?" Gumamku.

Setelah sampai di lokasi terjadinya pembantaian ini, aku langsung melihat korban-korban bersimbah darah dan tak bernyawa bergeletakan dimana-mana. Sebagian dari mereka tidak lagi memiliki tubuh yang utuh. Aku kembali terbayang hal serupa yang pernah terjadi pada teman-temanku.

Seketika pula, tubuhku gemetar. Flashback kenangan bersama almarhum teman-temanku kembali teringat. Air mata... Mulai membasahi mataku, membuat pandanganku berpendar. Tak lama, kelopak mataku tidak lagi mampu membendung air mata yang terkumpul itu.

Aku menangis sambil gemetar.

"Aesa..." Kudengar suara lembut dari Kak Ren, dan sesaat kemudian aku merasakan sebuah pelukan hangat menyelimutiku.

"Hiks... Kak Ren... Hiks hiks..."

"Sudah, sudah... Semua akan baik-baik aja..."

"Aku... Hiks... Te-teringat... Hiks..."

"Sudah, jangan diteruskan kata-katamu itu..."

Untuk beberapa menit, aku hanya memeluk Kak Ren sambil menangis. Sampai akhirnya tangisanku berhenti sendiri karena aku sudah merasa sedikit lega.

"Makasih, Kak Ren..."

"Iya... Aesa nggak usah sedih, ya... Kan ada kami di dekat Aesa..."

"U-um..." Jawabku mengangguk.

Kuhapus air mataku. Aku harus bisa menerima kenyataan bahwa teman-teman lamaku telah tiada, dan kini aku punya teman-teman baru yang akan selalu menemaniku. Bahkan, ada Kak Arka juga... Calon suamiku... Aku harus kuat!

Kemudian kulihat Kak Arka. Dia sedang merawat luka robekan besar di betis perempuan itu. Kak Arka ternyata mempunyai hati yang baik di balik sepak terjangnya selama yang kuketahui. Dia bahkan bersedia repot-repot untuk menangani luka orang yang bahkan dia sendiri tidak kenal.

Saat ini, Kak Arka sedang menutup luka robek pada betis perempuan itu dengan beberapa lapis kain berwarna hitam. Lalu setelah sepertinya cukup, dia memberikan tekanan pada luka tersebut.

Cukup lama Kak Arka menekan kain hitam yang diletakkan menutupi luka. Wajahnya yang serius itu, terlihat lumayan tampan di mataku. Setelah beberapa lama, sepertinya Kak Arka berpikir 'sudah cukup', dan membuka kain hitam tadi secara perlahan.

Sebelum Kak Arka melakukan tindakan, darah masih mengalir dari dalam luka robekan itu. Tapi setelah Kak Arka menutupnya dengan kain dan menekannya selama sekitar 15-20 menit, pendarahannya kini menjadi berkurang hingga hampir tidak ada.

Pendarahan ternyata bisa dihentikan dengan menutupnya menggunakan kain bersih lalu menekannya lama-lama! Aku baru tahu ini...

"Ren, tolong siapin air minum, krim antibiotik, lotion anestesi, dan Sleep Bomb, dong..."

"Baik, Arka." Jawab Kak Ren sambil menyiapkan semua yang diminta Kak Arka.

"Syl, bantu siramin lukanya dengan air minum dong. Mau kubersihin."

"Okay!" Kata Kak Syla sambil mulai menuangkan air minum yang telah disiapkan oleh Kak Ren.

Kak Arka membersihkan luka dengan kain hitam baru, sambil Kak Syla menyiram lukanya dengan air.

Setelah cukup, Kak Arka mulai menyiapkan peralatan-peralatan aneh yang berwarna hitam pekat miliknya.

"Syl, tolong olesin lotion anestesinya di sekitar luka, ya..."

"Siap, bos!"

Beberapa menit setelah Kak Syla mengoleskan lotion entah apa ke sekitar lukanya, Kak Arka mulai memainkan peralatan aneh yang tadi sudah dipersiapkannya.

"Hoi makhluk lemah! Kau sudah membuat Tuan Arka-ku repot! Rasakan ini! High Voltage! Mampus! High Voltage! Mati kau! High Voltage! Makan itu!"

Di sana, di dekat monster yang dikalahkan Ruby tadi, Kak Cyane sedang marah-marah sambil menyiksa monster itu menggunakan skill setruman listrik miliknya. Berkali-kali. Sampai yang tersisa dari monster itu hanyalah arang dan debu. Kemudian aku melihat Kak Arka lagi.

Kak Arka... Menjahit lukanya? Ternyata seperti ini menjahit luka itu? Wah, ini... Aku baru lihat secara langsung! Aku baru lihat prosesnya secara langsung seperti ini! Walaupun kulit dada hingga perutku pernah dijahit, tapi saat itu aku sedang pingsan.

Setelah luka di betis perempuan ini tertutup kembali karena telah dijahit, Kak Arka mengoleskan sebuah krim entah apa, lalu menutup lukanya dengan kain hitam yang baru lagi, dan membalutnya dengan kain hitam baru yang lain.

Kak Arka... Hebat!

"Waaa! Itu! Kucing-- bukan, Luminox!" Kak Syla mengagetkan lamunanku.

Melihat seekor Luminox di depan jalan masuk gua, Kak Syla dengan cepat langsung menangkapnya. Luminox itu ternyata sangat jinak! Kak Syla kemudian memberinya makanan berupa daging dan ikan yang dibawakan oleh Kak Ren. Kucing hitam bercahaya itu langsung bisa terlihat cukup dekat dengan Kak Syla.

Kemudian Kak Arka menggendong perempuan itu dengan princess carry. Seperti seorang putri saja dia digendong seperti itu. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Kota Arvena.

Tapi... Kenapa aku merasa kesal? Aku kesal melihat perempuan itu digendong oleh Kak Arka? Eh? Perasaan apa ini? Cemburu? Tapi, aku... Kak Arka... Aku naksir dengan Kak Arka!?

"Arkaaa! Aku mau digendong kayak gitu jugaaa!" Teriak Kak Syla.

"Kamu bisa jalan sendirikan? Kalo udah nggak bisa jalan, baru deh kugendong. Atau, kamu mau kupatahin dulu kakimu biar aku gendong abis itu?"

"Ih, jahaaat! Katanya sayaaang! Manaaa!"

"Weeekk! Hahaha..." Kak Arka mencibir ke Kak Syla, lalu tertawa.

Bercandaan Kak Arka sepertinya sedikit menyeramkan, ya? Tapi, Kak Syla tak terlihat seperti tidak menyukai bercandaan kasar itu. Mungkin, kalau sudah selalu bersama dalam waktu yang lama, aku juga akan menjadi seperti mereka berdua? Uuuu... Aku terlalu malu untuk membayangkan itu!

"Aku juga jadi nggak bisa gandeng tangannya Arkaaa!"

"Sabar dulu, Neng Syla... Dikit lagi nyampe Arvena, kok."

"Nanti janji gendong ya! Janji dulu!"

"Iyaaa... Janji... Tapi dikit aja."

"Hehehee... Ok! Arka udah janji!"

"Hahhh... Ngomong-ngomong, kita anter kemana, ya... Cewek ini?

"Kalau dilihat lokasi kejadian tadi, kayaknya mayat-mayat itu Tentara Kerajaan. Bagaimana kalau kita bawa ke istana aja?" Usul Kak Ren.

"Hmm... Bener juga yang dibilang Ren. Ok, kita bawa ke istana. Hampir aja kujual ini cewek ke pedagang slave."

"Di-dijual!? Dicampakkan begitu saja!? Uhhhh! Aku... Aku iri!!!" Kak Cyane menceletuk.

"Sekalian jual kamu, Cy!" Respon Kak Arka dengan dingin.

"Kuuhhhh! Merinding! Sisik kuduk hamba merinding, Tuankuuu!" Kata Kak Cyane sambil meliuk-liukkan tubuhnya dengan ekspresi cabul.

Hihi... Kak Cyane yang mesum parah tak tertolongkan itu... Tingkahnya kelihatan lucu! Aku jadi lumayan terhibur.

Setelah berjalan tidak terlalu lama, kami sampai di Kota Arvena. Tapi, kami ditahan di gerbang utara. Sang penjaga, melihat perempuan yang digendong oleh Kak Arka, langsung panik dan memanggil temannya.

Singkat cerita, kami diundang ke istana ketika tim yang menjemput perempuan itu datang dengan kereta kuda yang sangat mewah. Siapa sebenarnya perempuan itu? Seumur hidupku, aku belum pernah melihatnya. Bahkan aku belum pernah ke ibukota sebelum ini.

Disinilah kami, di Ruang Singgasana Raja. Perempuan tadi dibawa ke ruangan lain. Kami harus menunggu agak lama, sampai akhirnya...

"Raja Arthos Grein Balvara, telah tiba!"

Seorang pengawal raja meneriakkan kata-kata tersebut. Lalu tak berapa lama, seorang lelaki paruh baya dengan mahkota emas di kepalanya, mengenakan mantel bulu hewan eksotis. Dan di balik mantel, dia mengenakan scale armor berwarna keemasan. (Scale armor : armor yang terbuat dari lembaran-lembaran logam yang disusun menyerupai sisik).

Wajahnya memiliki beberapa kemiripan dengan perempuan yang kami selamatkan tadi. Rambutnya berwarna coklat kemerahan dan bergelombang. Iris mata yang berwarna coklat kemerahan. Dengan hidung yang mancung.

Kak Arka dan yang lainnya berlutut di hadapan Sang Raja. Aku, otomatis mengikuti mereka. Kak Cyane awalnya tidak mau berlutut, tapi setelah disuruh oleh Kak Arka, pada akhirnya dia patuh kepada semua perkataan Kak Arka.

"Silahkan berdiri... Sebelum aku mengatakan segala hal yang akan kusampaikan, aku ingin berterimakasih kepada kalian semua, karena telah menyelamatkan putriku, bahkan sampai merawat luka di kakinya. Apa yang bisa kulakukan untuk membalas jasa kalian?"

Waaa! Perempuan tadi merupakan Putri Raja! Pantas saja... By the way, aku penasaran dengan apa jawaban Kak Arka atas pertanyaan Raja Arthos barusan. Harta? Tahta? Atau... Wanita?

"Yang Mulia... Apakah... Kami boleh meminta apapun yang kami inginkan?"

"Ya. Selama itu masih dalam batas kemampuanku. Katakanlah..."

"Baiklah Yang Mulia. Kalau begitu, kami tidak akan segan-segan. Sebagai imbalannya, kami menginginkan..."

***BERSAMBUNG...***

_______________________________________

Terima kasih! Jangan lupa vote dan komentar, ya!

Nama penting di chapter ini :

- Raja Arthos Grein Balvara