Koorrrrraaaaa! Vote dan komen temeee!
Selamat membaca kusoyaroooou!
_______________________________________
*Braaakkk*
*Jedeeerrr*
*Bruuukk*
*Praaangg*
"Arkaaa! Arkaaaaaaa!"
***
Aku dan Syla sedang bersantai di salah satu meja di bar yang ada di kapal ini. Mengobrolkan hal yang ringan hingga berat, apapun bisa menjadi bahan pembicaraan kami.
Ren sedang berada di depan bartender yang agak jauh dari kami. Dan tiba-tiba, kami dengar teriakan Ren yang memanggil-manggil namaku. Teriakan distres itu disertai suara barang-barang yang terhempas dan terbanting.
"Ar! Itu Ren, Ar!"
"Iya, Syl, aku denger. Kita kesana!"
Kami berdua bangkit dari kursi dan langsung berlari ke arah sumber suara.
"Arkaaaa!" Ren menjerit sambil berlari ke arahku, hampir menangis. Dia langsung memelukku erat. Ah... Payudaranya yang kenyal itu... Eh, fokus.
"Ada apa, Ren!?"
"Mereka mau menculikku!"
"Mere-- oh... Rupanya mereka belum nyerah... Syl, jagain Ren."
"Ok."
Aku dapat langsung memahami situasinya setelah melihat enam orang pria berbadan besar tergeletak kesakitan di lantai. Meja, kursi, dan gelas pecah juga berhamburan di sekitar mereka.
Enam orang itu, mengenakan pakaian yang sama persis dengan dua orang ajudan Pangeran Lardyn yang sudah kuhabisi sebelumnya. Mereka ingin menculik Ren untuk membalaskan dendam, kan?
Pasti. Dan kali ini, mereka sudah melampaui batas. Mereka sudah mencoba menyakiti Ren. Mereka sudah berani menyentuh Ren-ku.
Untungnya, Ren sangat kuat dan mampu melumpuhkan mereka hanya dengan kekuatannya saja. Tapi, ini bukan masalah siapa yang kuat dan siapa yang menang. Ini masalah percobaan penculikan.
Aku geram. Aku emosi. Kepalan tanganku gemetar. Pecundang itu harus menerima pelajaran dari kekurangajarannya. Aku tidak akan membunuhnya. Aku hanya akan membuatnya menderita, hancur dan remuk, hingga dia berharap bahwa lebih baik aku membunuhnya saja. Tidak ada lagi yang bisa menahanku.
"Kalian berdua, balik ke kamar. Syla, jagain semua orang."
"Iya, Arka... Yuk, Ren..." Kata Syla sambil merangkul Ren yang masih ketakutan.
"Bartender!" Teriakku kepada Bartender yang tercengang setelah melihat semua yang terjadi.
"I-iya!" Jawab Bartender itu ketakutan.
"Ceritakan semua yang kau lihat tadi!"
"Ba-baik, Tuan!"
Bartender itu menceritakan semua yang dilihatnya. Waktu itu, Ren sedang memesan cocktail. Si Bartender membuatkan pesanan Ren. Dan tiba-tiba, enam orang berbadan besar ini membekap Ren dan memegangi kedua tangan dan kaki Ren.
Ren langsung panik. Akhirnya Ren melepaskan semua bekapan dan pegangan mereka, lalu memukul dan melempat mereka satu per satu sambil berteriak memanggil-manggil namaku.
Aarrggh! Mereka berani menyentuh Ren! Mereka berani melakukan hal itu. Tidak akan kumaafkan. Harus kulampiaskan armarah yang membuatku frustrasi saat ini.
Dimana dia? Dimana babi pecundang itu? Kulihat ke sekelilingku, tidak ada dia. Akan kutelusuri seluruh kamar VVIP yang ada di kapal pesiar ini. Hanya ada 3 atau 4 kamar VVIP di sini. Pasti dia di salah satunya.
"Terima kasih infonya, Bartender. Kupastikan, mereka yang akan membayar semua kerusakan di sini. Kau hitung saja dan kumpulkan bukti-bukti kerusakannya."
"B-baik, te-terima kasih, Tuan!"
Aku langsung berlari keluar bar. Aku berlari sekencang yang kubisa. Sesampainya di geladak, aku langsung menciptakan sepasang sayap di punggungku dan topeng untuk menutup kepalaku dengan dark magic, lalu terbang mengitari dek paling atas dimana kamar-kamar VVIP berada. Aku terlalu terburu-buru untuk bisa mengaktifkan Lucifer Mode secara keseluruhan.
Kulihat dari jendela seluruh kamar. Kamar pertama, orang lain. Kedua, orang lain. Ketiga... Itu mereka. Aku tidak melihat Pangeran Babi itu di dalamnya. Tapi aku bisa melihat beberapa ajudannya sedang berjaga-jaga di dalam kamar.
Habis kalian!
Aku tak ingin merusak jendela kamar. Aku tidak ingin merugikan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini, terutama pemilik dan pegawai di kapal pesiar ini. Aku masuk lewat pintu utama dek VVIP, like a boss.
Hah... Percuma aku terbang mengitari dek VVIP barusan. Dari pintu masuk pun sudah terlihat ada dua ajudan yang berjaga di depan pintunya. Ah, biarlah. Yang penting tujuanku saat ini mencari lelaki bangsat itu. Dan menghajarnya.
Aku berlari menuju dua ajudan yang sedang berjaga di depan pintu.
"Hoy! Dimana Pangeran Tai kalian itu!?" Bentakku kepada mereka.
"Kurang ajar! Siapa kau!?"
"Berani sekali kau menghina Pangeran Lardyn!"
"Devil's Glare. Jawab!"
"Hiii... Kkkuhhh..."
"Hiya! K-k-kami... T-t-tidak tahu!"
"Brengsek!"
*Brrakkk brraaakk*
Kubanting mereka berdua ke lantai, kepala duluan. Dan mereka berdua pingsan. Mendengar suara berisik di luar, ajudan lainnya membuka pintu dan keluar.
Devil's Glare masih aktif. Sesaat setelah membuka pintu, tubuh mereka kaku karena ketakutan.
"Dimana Pangeran Tai itu!?"
"T-t-t-tida--"
"T-ti-tid--"
*Brakk brraakk*
Hal yang sama kulakukan pada dua ajudan yang baru keluar dari kamar VVIP tempat Pangeran mereka berada. Aku masuk ke dalam kamarnya dan melihat sekeliling. Dua orang yang tempo hari kuhajar hingga mengalami patah tulang, sedang meringkuk ketakutan melihat kehadiranku.
"Darkness Sense." Aku memindai seluruh ruangan yang ada di kamar VVIP ini, tanpa melewatkan sejengkalpun.
Pangeran Tai Babi itu memang tidak ada di sini. Berarti dia sedang bersembunyi di salah satu sudut kapal pesiar ini. Dia tidak akan bisa lari dariku.
Aku keluar dari dek VVIP setelah menghajar semua ajudan yang ada di sana hingga mereka tidak sadarkan diri. Lalu aku kembali mengaktifkan skill Darkness Sense untuk memindai seluruh ruang dan celah yang ada di kapal pesiar ini.
Aku berkonsentrasi penuh untuk memindai seluruh bagian kapal pesiar ini. Mencari wajah hina itu. Setiap orang, setiap wajah yang ada di kapal ini kuperhatikan satu per satu menggunakan Darkness Sense.
Dan...
Ketemu! Dia berada di kabin Kapten Kapal. Aku tak peduli dengan apa yang dilakukannya di sana. Aku langsung terbang menuju kabin Kapten.
"Hoooyy!!! Buka atau kuhancurkan pintu ini!!!"
Aku berteriak dari luar, mencoba membuka pintu masuk kabin tersebut. Pintunya dikunci dari dalam. Kucoba gedor pintu besi itu, lalu kutunggu beberapa saat. Namun tidak ada tanda-tanda pintu besi tersebut akan dibuka.
Kalau begini, mau tak mau aku harus menghancurkan pintunya.
***
"Yang Mulia... Kami melihat kelompok orang yang kemarin menyerang Yang Mulia itu sedang berada di dalam bar yang bernama 'Angel and Demon'."
"Hm. Bagus. Enam orang akan mengintai mereka. Lalu ketika salah satu dari dua perempuan itu ada yang memisahkan diri dan lengah, tangkap dia dan bawa ke ruangan ini!"
"Laksanakan, Yang Mulia!"
"Satu lagi. Lima orang periksa ke kamarnya! Ambil semua hartanya dan jika ada orang di dalam, terserah kalian mau apakan. Dan apapun yang kalian lakukan, pastikan hal itu akan membuatnya sakit hati dan marah."
"Dimengerti, Yang Mulia!"
"Pergi sekarang!"
"Baik, Yang Mulia!"
Semua ajudan Lardyn yang berasal dari pasukan khusus keluarga royal, segera bergerak untuk mengeksekusi perintah dari Lardyn. Lardyn merencanakan penculikan malam ini. Dia masih sakit hati atas perlakuan Arka terhadap dirinya sekitar seminggu yang lalu.
"Fufufu... Kau akan menyesali perbuatanmu. Kau akan memahami betapa tidak berdayanya dirimu di hadapan kekuatan besar dari pasukan yang kumiliki... Fufufu... Muhahahahaha!" Lardyn berbicara sendiri di depan cermin yang terdapat di dalam kamar VVIP miliknya.
Tidak sampai di situ. Lardyn sudah merencanakan untuk menghasut Kapten Kapal agar menganggap Arka dan teman-temannya sebagai sosok yang membahayakan bagi penumpang lainnya dan harus segera ditangani oleh pihak kapal.
Dia sudah merencanakan ini sejak hari dimana dia dipermalukan oleh Arka dan Syla di depan umum. Dia akan membalas sakit hatinya dan mengembalikan harga dirinya sebagai seorang Pangeran.
"Sekarang, sebaiknya aku menemui Kapten Kapal dan mengajaknya berbicara empat mata."
Lardyn segera berjalan menuju Kabin Kapten yang berada di atas dek VVIP. Sesampainya di lokasi Kabin Kapten, Lardyn membuka sebuah pintu logam dan masuk ke dalam kabin.
"Kapten Jumae..."
"Oh! Yang Mulia Lardyn, silahkan silahkan! Ada hal apa ini sampai membuat Yang Mulia sendiri datang kemari?"
"Kapten... Aku tidak akan basa-basi. Tapi sebelumnya kita harus menutup kabin pintu ini rapat-rapat agar kita aman. Dan aku hanya ingin berbicara empat mata denganmu, Kapten."
"Baiklah, Yang Mulia. Ader, Ogin, kalian beristirahat saja dulu." Kata Kapten Jumae.
Kedua asistennya pergi keluar kabin. Lalu Kapten Jumae menutup dan mengunci pintu logam tersebut.
"Yang Mulia, apa yang bisa hamba bantu?"
"Kapten, pintu ini, apakah kuat? Apa kita aman di dalam sini?"
"Pintu ini terbuat dari material Titanium yang sangat keras, Yang Mulia. Sedangkan material bening tembus pandang ini, terbuat dari Sapphire yang dipadatkan lagi dengan menggunakan magic, Yang Mulia. Tidak ada manusia yang mampu menembus kabin ini."
"Oh, bagus. Begini, Kapten..."
Lardyn menceritakan hasil manipulasi fakta yang dialaminya. Kebenaran cerita itu jadi berbalik 180° dari kenyataannya. Namun, Lardyn mampu menceritakannya dengan sangat meyakinkan.
Kapten Kapal yang mendengar berita ini, sontak terkejut. Bagaimana tidak? Dari cerita Lardyn, dia menangkap bahwa ada sekumpulan orang-orang berbahaya yang menyerang dan mengancam beberapa penumpang.
Lardyn menceritakan bahwa dia berusaha menghentikan mereka, namun dua orang pengawalnya dan dirinya sendiri malah menjadi korban sepak terjang orang-orang itu. Bahkan, dua pengawalnya mengalami patah tulang karena dihajar habis-habisan. Dan dia sendiri dicekik hingga pingsan.
"Wah... Ini berbahaya. Kita tidak bisa membiarkan orang-orang seperti itu berkelia--"
*Dongg dongg doongg*
"I-itu pasti dia, Kapten!"
"Y-Yang Mulia, saya akan panggilkan pihak keamanan kapal segera!"
"Cepat! Atau kita bisa mati!"
Kapten Jumae segera mengaktifkan alat komunikasi dan menghubungi bagian keamanan kapal. Mereka mengatakan bahwa pasukan keamanan akan sampai di sini dalam 3 menit.
"Buka atau kuhancurkan pintu ini!"
Mereka mendengar teriakan seseorang dari luar. Kemungkinan orang yang sama dengan yang menggedor pintu barusan.
"Yang Mulia, tenang. Kita aman di sini."
"Tidak bisakah mereka segera kemari lebih cepat lagi?"
"Pusat komando keamanan berada di dek nomer dua paling bawah, Yang Mulia. Dan kita berada di dek paling atas. Secepat apapun mereka berlari, tidak akan bisa instan."
"Brengs--!"
*Bruoooonggg*
*Deerrrr*
Pintu kabin yang terbuat dari Titanium itu, penyok dan terlepas dari engselnya. Lalu terjatuh ke lantai.
"Kau! Beraninya kau menyentuh Ren! Keparat!"
Pria bertopeng hitam dan bersayap itu pun menerobos masuk ke dalam kabin dengan teriakan yang terbalut emosi.
"Kau! Siapa kau!" Teriak Sang Kapten kepada Pria Bertopeng Hitam.
"Aku hanya ada urusan dengan Pangeran Tai Babi itu. Hupp! Haahh!"
Pria Bertopeng itu melompat ke depan Lardyn, mencengkram leher bagian belakangnya, dan membawanya pergi keluar dengan cepat. Sesampainya di luar, dia langsung terbang tinggi dan menghilang di balik gelapnya malam.
***
"Syl! Kenapa pintu kamar kita terbuka?"
"Eh, iya, Ren! Ayo cepat!"
Syla dan Ren berlari dengan cepat ke depan kamar mereka. Yang mereka lihat dari depan pintu hanyalah ruangan yang berantakan.
"Ruby! Aesa!" Teriak Syla.
"Sylaaa! Kami di kamaaar!" Jawab Ruby yang suaranya terdengar dari dalam kamar.
Mendengar jawaban Ruby, Syla dan Ren langsung berlari ke kamar dimana Ruby berada.
"Kalian nggak apa-apa?" Tanya Syla.
"Amaaan!" Jawab Ruby.
"Mereka orang yang berpakaian sama dengan yang menyerangku tadi, Syl."
Setelah masuk ke kamar, mereka melihat ada tumpukan orang-orang yang sedang merintih kesakitan di pojokan kamar. Setelah diperhatikan, pakaian mereka adalah pakaian ajudan Pangeran Lardyn.
"Aesa, aman?"
"Hiks... A-aman... M-mereka cuman narik-narik tanganku tadi. Pas aku te-teriak, R-Ruby langsung datang menyerang mereka semua." Jawab Aesa terbata.
"Arka mana?" Ruby dengan ekspresi bingung mencari Arka.
"Dia lagi ngurus masalah ini dengan pemimpin mereka. Tadi Ren juga mau diculik sama orang-orang ini. Biarin aja Arka yang nyelesein. Yang penting kita semua aman."
"Ruby, ayo bantu Ren merapikan kamar..."
"Okay, Ren!" Jawab Ruby dengan ceria.
"A-a-aku takut..." Kata Aesa sambil meneteskan air mata.
"Tenang aja, Sa. Kan ada kami di sini. Ntar kalo udah beres kamarnya, kita tidurnya barengan aja ya di ruang tengah..."
"I-iya, Kak Syla..."
"Yaaaay! Tidur rame-rameee!" Kata Ruby, gembira mendengar proposal Syla.
***
"Kau... Pangeran Tai!"
*Plakk plaakkk* kutampar kedua pipinya sampai bagian dalam mulutnya berdarah.
"Aaakkkhh!"
"Kau nggak denger kata-kataku waktu itu, ya!?"
Kubawa Pangeran Tai Babi ini terbang ke langit, menembus awan. Dan sekarang, hanya ada kami berdua di awang-awang ini. Tidak ada yang bisa melihat kami dari kapal, karena kami sudah berada di balik awan. Kerah pakaian mewahnya kucengkram dengan satu tangan.
Langit malam yang bertabur bintang dan bercahayakan sinar dari tiga buah rembulan, terlihat sangat indah. Andai tidak ada makhluk hina ini, pasti kami sedang bersantai menikmati indahnya langit malam di tengah samudera.
"Agffbrrfff akhcrrrbff" Lardyn berusaha berbicara, tapi mulutnya penuh darah dan gigi patah.
"Ngomong yang bener, babi!"
*Bletrakk* kutinju hidungnya hingga patah dan bengkok.
"Nggaaaaahhhhrrggrr!"
"Kau... Kau berani menyuruh ajudanmu untuk menyentuh wanitaku dengan tangan nista mereka!"
*Prraakkk* Kutendang kakinya hingga mengalami deformitas.
"Ghaaaaahhhkkkrrgh"
"Kau mau cari mati, kan!? Ya, kan!?!?"
*Kreekkk!* Kuremas pergelangan tangannya hingga susunan anatomis tulang-tulang pergelangannya menjadi tidak beraturan lagi.
"Aaaakkkkkk!"
"Kau tak akan kubiarkan mati begitu saja. Kau akan kubuat menderita! Kubuat cacat seumur hidup!"
*Phuugg phuugg bhuug* kupukul rusuk kirinya dua kali dan ulu hatinya sekali.
"Ghoeeekk!"
"Mampus kau babi! Anjing! Tai anjing! Tai babi!"
*Bhugg prak krekk prakk kreess prok bhugg praak*
Pukulan dan tendangan kulontarkan ke seluruh bagian lengan dan tungkainya. Tamparan-tamparan keras kulayangkan ke seluruh wajahnya.
Entah berapa tulang ekstremitasnya yang lebur dan patah-patah kubuat. Tidak tahu sudah berapa patahan gigi yang diludahkannya. Tapi aku menghindari serangan terlalu keras ke badannya dan organ-organ vitalnya. Aku tidak ingin dia mati. Aku ingin dia menderita, cacat, dan meratapi kesalahan yang telah diperbuatnya selama seumur hidupnya.
Kuhabiskan waktu di atas awan ini untuk memuaskan amarahku. Menghajarnya, mencaci maki Pangeran Tai Babi ini, sambil meleburkan seluruh tulang lengan dan tungkainya. Hingga akhirnya aku puas, dan dia pun pingsan.
Berikutnya, apa yang harus kulakukan dengan makhluk najis ini, ya?
***BERSAMBUNG...***
_______________________________________
Makasih kuso udah baca! Genjeeeeaaahhh!
Nama penting di chapter ini :
- Kapten Jumae